Nanang Samodra Dorong Terobosan Baru Atasi Antrean Panjang Haji Indonesia
Lombok Utara, Wartapembaruan.co.id - Antrean panjang ibadah haji yang mencapai puluhan tahun kembali disorot Anggota Komisi VIII DPR RI, Nanang Samodra, dalam Diseminasi “Strategi Pengelolaan dan Pengawasan Keuangan Haji” yang berlangsung di Bale Hao Cafe, Desa Sambil Bangkol, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Senin (1/12/2025).
Acara dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Haji dan Umrah Kabupaten Lombok Utara, H. Suparlan, S.Ag., M.Si, yang mewakili Kepala Kantor Wilayah Kementerian Haji dan Umrah Provinsi NTB. Turut hadir dalam kesempatan tersebut Anggota Dewan Pengawas BPKH, Yogashwara Vidyan.
Di hadapan 255 peserta dari berbagai lapisan masyarakat, Nanang menyampaikan perlunya terobosan serius dan keberanian kebijakan agar jemaah Indonesia tidak terus terjebak dalam daftar tunggu yang kian mengular.
Menurutnya, persoalan utama bukan semata jumlah pendaftar yang tinggi, tetapi karena kuota jemaah Indonesia belum mencerminkan proporsi penduduk yang sangat besar.
“Katanya jumlah jemaah haji itu adalah seper seribu dari jumlah penduduk. Di sini jumlah penduduk kita 287 juta. Seharusnya jemaah kita 287 ribu, tapi sekarang ini baru 221 ribu. Hitungan yang zaman dulu itu dipakai sampai sekarang,” ujarnya.
Nanang menilai, jika pendekatan lama terus dipertahankan, masa tunggu haji di Indonesia bisa semakin panjang dan berpotensi menimbulkan ketimpangan akses, khususnya bagi masyarakat lanjut usia. Karena itu, ia menaruh harapan pada langkah-langkah pembenahan yang sedang dilakukan Pemerintah Arab Saudi.
“Nah Saudi sini sedang berbenah sekarang. Katanya di Arab sedang disiapkan konsep untuk membuat kemah bertingkat. Kalau bisa 5 kali tingkat, maka datar tubuh kita bisa menurun menjadi 1 per 5. Sekarang 26 tahun, nanti bisa 5 tahun,” ucapnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa gagasan fasilitas bertingkat di kawasan suci masih harus menunggu kejelasan hukum fikih dari para ulama dunia melalui forum resmi negara-negara Islam.
“Masih menunggu fikihnya. Menunggu kongres, konferensi negara-negara Islam, bagaimana hukumnya kalau misalkan berangkat hajinya itu di tempat yang bertingkat,” lanjut Nanang.
Selain isu kuota dan antrean, Nanang juga mengangkat persoalan beban finansial jemaah terkait pembayaran dam. Ia menilai, banyak jemaah belum memahami konsekuensi pilihan jenis haji yang diambil, sehingga berujung pada kewajiban dam dengan biaya yang tidak sedikit.
Ia bahkan membuka peluang agar pelaksanaan dam dapat dilakukan di dalam negeri, sehingga lebih mudah diawasi dan berpotensi lebih efisien. Namun, wacana itu masih memerlukan kesepakatan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Majelis Ulama Indonesia.
“Dam tadi tidak di Saudi, tapi di Indonesia. Hanya satu organisasi belum setuju, Majelis Ulama Indonesia. Kalau Majelis Ulama Indonesia sudah setuju, maka bisa kita lakukan di sini. Kita tunggu itu,” katanya.
Wakil rakyat dari Dapil NTB II ini berharap, seluruh upaya ini tidak hanya berfokus pada teknis dan angka semata, melainkan juga menjawab rasa keadilan jemaah Indonesia yang selama puluhan tahun bersabar menanti panggilan ke Tanah Suci.

