Iklan

Dilema PDI Perjuangan, Antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo

warta pembaruan
02 September 2021 | 12:10 PM WIB Last Updated 2021-09-02T05:10:08Z


Oleh Dr. T. Nusmir, SH., MH.

Jakarta, www.wartapembaruan.co.id - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI Perjuangan yang didirikan pada tahun 1999 adalah partai dari antitesa Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Medan pada tahun 1996. Kongres PDI Medan diduga kuat karena penguasa saat itu HM Soeharto tidak merestui munculnya Megawati Soekarnoputri yang memenangi Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya tahun 1993 setelah mengalahkan Budi Hardjono.

Kongres PDI Medan pada 20-23 Juni 1996 adalah pertarungan dua perempuan berpolitik saat itu, Megawati yang didukung barisan Soekarnoisme dan Fatimah Achmad dan kawan-kawan yang didukung rezim berkuasa saat itu dan Wakil Ketua DPR/MPR RI Soerjadi, yang pernah memimpin PDI selama tujuh tahun (1988-1993). Kongres PDI Medan akhirnya dikuasai kubu Soerjadi, bahkan ia kembali menjadi ketua umum.

Pasca-Kongres PDI Medan, PDI terbelah dua antara kubu Megawati dan kubu Soerjadi, dan kekisruhan tinggal menunggu waktu. Terbukti, bentrokan berdarah akhirnya terjadi di Kantor DPP PDI di Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta, ketika pada 27 Juli 1996 kubu Soerjadi menyerbu dan mengusir kubu Megawati dari kantor DPP PDI. 

Bentrokan berdarah itu menurut laporan Komnas HAM, mengakibatkan lima orang tewas, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Laporan tidak resmi menyebutkan puluhan orang juga dinyatakan hilang. Selain itu, kerusuhan juga mengakibatkan 22 bangunan rusak, 91 kendaraan terbakar.

Peristiwa kelabu 27 Juli 1996 atau popular disingkat “Kudatuli” tersebut merupakan embrio sebagai tesa dan cikal bakal lahirnya PDI Perjuangan pada 24 Maret 1999. Partai tersebut kemudian menjadi populer dan mampu meraih simpati barisan Nasionalis dan Soekarnois. Ketika Orde Baru tumbang, tidak sulit bagi PDI Perjuangan untuk memenangi Pemilu 1999, meskipun pada akhirnya Megawati Soekarnoputri gagal menduduki kursi RI 1, dan harus puasa menjadi wakil presiden.

Sejarah PDI Perjuangan sebagai partai Nasionalis yang terbentuk bukan merupakan hasil fusi beberapa partai politik sebagaimana terbentuknya PDI yang dikuasai Soerjadi. PDI Perjuangan bukan partai hasil fusi, meskipun di dalamnya ada banyak tokoh dari PNI dan Murba melebur ke dalam PDI Perjuangan.

Bisa dianggap, PDI Perjuangan juga bukanlah partai aliran, namun lahir dari manifestasi perjuangan dan perlawanan terhadap Rezim Orde Baru. Karena PDI Perjuangan sudah melewati beberapa pemilu, termasuk mengarungi beberapa pergantian kepemimpinan nasional, dalam menghadapi Pemilu 2024 (termasuk pemilihan presiden), jangan sampai apa yang terjadi pada Kongres PDI di Medan 1996 terjadi lagi, terutama setelah munculnya dua kandidat kuat Puan Maharani dan Ganjar Pranowo dalam bursa calon presiden dari PDI Perjuangan.

Megawati Soekarnoputri harus berhati-hati dan menghitung kekuatan dengan cermat, terutama mengenai kekuatan pendukung Ganjar Pranowo. Bagaimanapun, di dunia politik tidak pernah ada kawan sejati, karena yang ada adalah kepentingan.

Bahwa PDI Perjuangan secara ideologis tidak berbeda dengan PDI  zaman Soerjadi, yaitu sebagai partai beraliran Nasionalis, meskipun sejak dideklarasikan, PDI Perjuangan selalu menyebut dirinya sebagai partai perjuangan. Meskipun salah satu slogannya adalah ‘partai wong cilik’, namun slogan tersebut tidak bisa disamakan ketika Soerjadi mengejutkan Rezim Orde Baru dengan menyebut PDI sebagai ‘partai sandal jepit’ dan mampu menggoyahkan hegemoni Golkar saat itu.

Meskipun barisan aliran Nasionalis di Indonesia terpecah sejak meredupnya PDI dan munculnya PDI Perjuangan, serta lahirnya beberapa partai baru, namun partai berbasis Nasionalis tetap sangat kuat di Indonesia. Mereka terutama berjuang untuk menjaga moralitas politik dalam memperjuangkan rakyat yang tertindas, menjaga marwah konstitusi UUD 45 dan Pancasila sebagai ideologi dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Saat ini nama-nama untuk menduduki kepemimpinan nasional menjelang Pemilu 2024 sudah muncul ke permukaan. Dari kubu PDI Perjuangan, yang sangat menarik adalah munculnya nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, selain Ketua DPR RI Puan Maharani. Adalah logis apabila Puan diusung PDI Perjuangan, selain ia adalah titisan Bung Karno, karir politik Puan juga terus bersinar.

Jangan Mengulang Sejarah Kelabu

Munculnya nama Ganjar Pranowo untuk kandidat RI 1, bagaimanapun, tidak boleh membuat PDI Perjuangan kembali terbagi dua, atau bahkan pecah dan menimbulkan kekisruhan, sebagaimana terjadi pada tahun 1993-1998.  Artinya, jangan mengulang sejarah kelabu di masa lalu.

PDI Perjuangan, selain sebagai salah satu partai yang menjadi pilar demokrasi, juga merupakan aset bangsa Indonesia, sehingga harus mampu menjaga dirinya untuk tetap kuat dan semakin kuat dalam mendukung kekuatan demokrasi nasional, termasuk menjaga stabilitas politik nasional. Ancaman keretakan terhadap PDI Perjuangan akibat munculnya dua kandidat kuat dalam pencapresan, diyakini akan mengganggu stabilitas nasional.

Akan sangat menarik untuk dinanti bagaimana PDI Perjuangan mencari jalan ke luar dari kasus munculnya sosok Ganjar Pranowo. Tarik-menarik kepentingan dan berbagai upaya untuk menyatukan visi perjuangan PDI Perjuangan dipastikan akan terjadi, dan pada saat yang sama dipastikan akan beririsan dengan dinamika yang terjadi pada partai-partai lain dan munculnya tokoh-tokoh lain yang meramaikan bursa calon pemimpin Indonesia.

Nama-nama Prabowo Soebianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Agus Yudhoyono, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, Tri Rismaharini, dan Gatot Nurmantyo adalah beberapa nama populer yang akan bersaing dengan Puan Maharani pada Pilpres 2024.

Namun melihat peta perpolitikan yang terus berkembang secara dinamis saat ini, dan berdasarkan survei-survei yang telah dilakukan berbagai lembaga, lawan politik yang menentukan bagi Puan Maharani adalah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno.

Langkah yang patut dilakukan PDI Perjuangan saat ini, sebagai “the ruling party”, setidaknya adalah berjuang untuk tetap solidi, tidak terbelah, terutama saat menentukan pilihan kepada Puan Maharani atau Ganjar Pranowo sebagai RI 1, serta sesegera mungkin menentukan koalisi partai dan menetapkan calon wakil presiden yang kompeten dan kuat.

Menurut analisa penulis, siapapun yang ditetapkan oleh PDI Perjuangan untuk mengisi calon RI 1, apakah itu Puan Maharani atau Ganjar Pranowo, asal didukung penuh oleh partai dan solid, ditambah calon wapres pendamping yang kuat, maka pasangan yang diusung PDI Perjuangan dipastikan akan menjadi  salah satu kandidat kuat pasangan pemenang Pilpres 2021.

Termasuk apabila cawapres itu adalah bukan orang partai, seperti yang belakangan ini muncul ke permukaan, yaitu Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, yang sebentar lagi akan memasuki masa pensiun. 

(*Penulis adalah pengamat hukum, politik, Ketua Umum DPP PPHI, dan mantan aktivis GMNI 86).
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dilema PDI Perjuangan, Antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo

Trending Now

Iklan