Iklan

Demo, Aksi Unjuk Rasa dan Mogok Bagi Kaum Buruh Hingga Reuni Alumni 212

warta pembaruan
23 November 2021 | 5:07 PM WIB Last Updated 2021-11-23T10:07:30Z


Oleh : Jacob Ereste

Wartapembaruan.co.id -- Pertanyaan kawan aktivis tentang aksi demo yang tidak berujung karena dianggap tidak memperoleh  hasil yang bisa langsung dirasakan oleh bantak orang, memang sulit dijawab. Karena pertanyaan itu tidak mempunyai hubungan langsung dengan perubahan apapun yang diinginkan dari aksi demo atau unjuk rasa itu, sebesar apapun massa aksinya yang turun ke jalan.

Maka itu melihat aksi unjuk rasa -- apapun namanya -- jika tidak punya daya tekan yang mutlak -- maka aksi atau unjuk yang dilakukan itu hanya menjadi perhatian belaka oleh pihak manapun, termasuk pejabat publik yang dapat mengambil keputusan untuk tuntutan yang diharap oleh para demontran atau mereka yang melakukan unjuk rasa itu.

Artinya, demo atau aksi unjuk rasa itu memang sulit diharap memiliki dampak terusan yang signifikan dengan perubahan yang diharapkan, bila tidak memiliki daya tekan yang kuat. Seberapa pun besar massa aksi dan unjuķ rasa itu yang turun  ke jalanan, perubahan tidak akan signifikan terjadi, apalagi pihak yang terkait dengan masalah tersebut merasa akan sangat kehilangan muka atau wibawanya bila harus memenuhi permintaan para demontran yang cuma sebatas aksi dan unjuk rasa semata di berbagai tempat.

Aksi atau unjuk rasa itu baru akan ditanggapi dengan positif -- dalam arti untuk memenuhi permintaan para demonstran -- manakala mempunyai daya tekan yang tidak bisa dielak oleh mereka yang memangku kepentingan dari kebijakan itu.

Agak berbeda misalnya dengan aksi mogok kaum buruh yang memiliki daya tekan nyata yang bisa seketika itu menghentikan proses produksi dan membuat macet semua mekanisme kerja hingga ke bagian personalia serta pemasaran dari produk pabrik tersebut. Artinya, daya tekan dari aksi atau unjuk rasa itu hanya akan mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, ketika aksi atau unjuk rasa itu menimbulkan dampak besar terhadap suatu proses yang luas kaitannya dengan pihak lain.

Sama halnya saat waktu menjelang lebaran di Jakarta yang selalu membuat warga yang tak pulang mudik ke kampung halaman jadi kelimpungan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena banyak pedagang dan pengusaha yang mengalihkan perhatiannya ke kampung halaman. Mulai dari Wagteh hingga pedagang sayur keliling membuat warga kota -- khususnya Jakarta -- runyam.

Utamanya untuk pelayanan warung makan khas Tegal (Warteg) misalnya akan terasa bagi mereka yang terlanjur biasa mendapatkan  pelayan dari parà pengusaha sejenis Warteg itu. Bahkan untuk jasa angkutan umum pun yang ikut libur lebaran, akan sangat sekali dampaknya bagi orang lain. Karena dalam aksi Warteg dan Angkutan Kota itu menjadi keperluan rutin pihak lain yang sangat vital sifatnya. 

Jadi aksi dan unjuk rasa itu tak dapat diharap bisa memberi banyak perubahan yang signifikan, jika daya tekannya tidak maksimal seperti aksi mogok kaum buruh yang bisa menghentikan semua proses produksi hingga mekanisme pasar dari hasil produk pabrik tersebut sampai pada kerumitan dari perjanjian kontrak dengan para agen pemasaran atau konsumen tetap yang sudah terikat  kontrak.

Itulah sebabnya dalam UU Perburuhan aksi mogok buruh diatur sedemikian rupa hingga hingga harus diatur sedemikian rupa oleh ILO  (International Labour Orgamization) yang langsung berada dibawah pengawasan PBB. Karenanya dalam Pasal 1 Angka 23 dan Pasal 137 UU Ketenagakerja, mogok adalah hak dasar dari buruh (right to strike). Pada satu dasawara sebelum Declaration of Human Right lahir pada 1935, ceritanya lahirlah Wagner Act. Regulasi ini menegaskan ikhwal mogok yang dikonsepsikan menjadi hak (right to strike). Bahkan Wagner Act dianalogikan sebagai Magna Charta bagi buruh di Amerika. (https://indonesia.go)

Namun sejak Orde Baru berkuasa, kaum buruh dikoptasi dalam wadah tunggal. Itu sebabnya kemunculan SBSI (serikat Buruh Sejahtera Indonesia) yang dimotori Muchtar Pakpahan dan kawan-kawan menjadi sangat fenomenal, karena merupakan satu-satunya organisasi massa  yang baru tampil dan melawan secara terbuka kebijakan penerintah.

Konsep hubungan industrial (buruh) Pancasila dibuat secara otoritarian. Hingga reformasi sejumlah konvensi ILO  seperti UU No. 18 Tahun 1956 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 mengenai Prinsip-prinsip Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama kembali diakui oleh Pemerintahan BJ. Habibie.

Atas dasar ini pula, saya selalu menganjurkan agar organisasi wartawan, himpunan jurnalis -- utamanya untuk kawan-kawan yang bekerja pada media online agar membuat atau memiliki, atau masuk organisasi yang memiliki legal standing seperti serikat buruh. Seban dengan begitu, hak-hak serta pendampingan maupun pembelaan hukum dapat diperoleh guna melindungi dari berbagai ancaman dan sikap atau bahkan tindak kekerasan saat bertugas.

Aksi mogok yang ampuh itu pun bisa dilakukan dalam jumlah peserta yang terbatas. Karena aksi mogok itu sebagai ekspresi ketidakpuasan yang mendesak agar mendapat perhatian. Beda dengan unjuk rasa yang cuma meminta agar mendapat perhatian. Maka itu aksi mogok bisa dilakukan oleh seserorang, namun efektif dan mempunyai daya tekan yang ampuh. Karenanya agak, aneh bila acara reuni alumni 212 harus dirisaukan oleh aparat. Karena essensi dati reuni itu hanya kumpul-kumpul saja, mungkin sambil buat acara makan-makan bersama. Atau saling berbagi bontot bawaan  yang khas dari masing-nasing daerah asalnya.

Jakarta, 22 November 2021

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Demo, Aksi Unjuk Rasa dan Mogok Bagi Kaum Buruh Hingga Reuni Alumni 212

Trending Now

Iklan