Iklan

Warga Kampung Naringgul Terancam Hengkang dari Tanah Kelahirannya Sendiri

warta pembaruan
13 November 2022 | 11:19 AM WIB Last Updated 2022-11-13T04:19:57Z


Oleh : Wendy Hartono


Bogor, Wartapembaruan.co.id -- Ketua PW STN Jawa Barat Rencana relokasi warga Kp. Naringgul RT 01/ RW 17, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang akan dilakukan oleh PTPN VIII Gunung Mas Nunsatara Puncak dengan alasanm mengamankan dan menyelamatan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan menata ulang areal pemukiman dan wisata sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dilokasi kawasan tanah HGU PTPN
VIII Gunung Mas Nusantara Puncak sebagai pemegang izin HGU seluas 1.623.1869 hektar, terletak
dikecamatan Cisarua dan kecamatan Megamendung.menurut pengakuan PTPN VIII Gunung Mas
Nusantara Puncak, bahwa Kp. Naringgul masuk kedalam kawasan HGU yang dikelolalnya, syah untuk
direlokasi berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 56/HGU/BPN/2004 –
A-# tentang pemberian HGU atas tanah. Dikabupaten Bogor,Provinsi Jawa Barat tertanggal 6 september
2004.

Tetapi,jika ditinjau dari riwayat kesejarahan penguasaan lahan tanah wilayah perumahan dan pemukiman
Kp. Naringgul RT 01/ RW 17, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua - Bogor. 

Areal lahan perumahan
dan pemukiman Kp. Naringgul mulai ditempati Warga Semenjak awal berdiri PT Gunung Mas tahun 1910
semasa pemerintahan kolonial Belanda. Menurut cerita masyarakat berkembang secara mulut – kemulut
bahwa generasi pertama Kp. Naringgul adalah sanak – famili ,”Bapak Marhadi,” yang merupakan buruh
pekerja perkebunan Teh.Warga Kp. Naringgul pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda secara turun –
temurun menempati areal tanah tersebut sebagai Perumahan dan Pemukiman.

Pada tahun 1942 memasuki peralihan kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda pada kekuasaan
Pemerintahan Fasisme Jepang,.“Tuan Anthoni” mantan pemilik perkebunan berkebangsaan Belanda
menghibahkan areal tanah Dusun Kiara Payung sebelum berganti nama menjadi Kp. Naringgul,kepada
bekas kokinnya,”pasangan suami – isteri Uyut Aman dan Mak Iti,” pasangan suami – isteri tersebut
generasi kedua penduduk asli Kp. Naringgul.

Pada tahun 1984 Pada Tahun 1984 Pak Iswaji ADM PTPN VIII Gunung Mas Puncak Bogor, meminjam
dengan melakukan tekanan secara paksa terhadap “Bapak Bawono” keturunan keluarga pemegang hibah
areal tanah perumahan dan pemukiman yang juga bekerja diperkebunan sebagai buruh. 

Bapak Iswaji menawarkan areal perumahan dan pemukiman Kp. Naringgul tukar tempat dengan areal tanah di Cimisblung yang masih hutan belantara,karena areal tanah perumahan dan pemukiman Kp. Naringgul akan dijadikan lokasi emplasement PTPN VIII Gunung Mas. Bapak Bawono menolak tawaran pihak PTPN VIII Gunung Mas tersebut karena memegang amanah para pendahulu beliau untuk tidak meninggalkan atau
meperjual – belikan areal tanah perumahan dan pemukiman tersebut, harus terus ditempati oleh anak
keturunan penduduk Kp. Naringgul tidak boleh dialih fungsikan dalam bentuk bangunan apapun atau
diperjual – belikan kepada orang lain.
Karena,Tidak sanggup menghadapi tekanan bertubi – tubi dari pihak PTPN VIII Gunung Mas, secara
terpaksa dan berat hati, Bapak Bawono merima kesepakatan tanpa bukti tertulis diatas selembar kertas,
membagi dua areal tanah perumahan dan pemukiman Kp. Naringgul,sebagian tetap menjadi areal
perumahan sebagian emplasement PTPN VIII Gunung Mas. 

Pada dasarnya bukan warga Kp. Naringgul yang mengokupasi kawasan wilayah HGU PTPN VIII Gunung Mas.PTPN Gunung Mas, justru berbuat
sebaliknya mencaplok dan mengklaim secara sepihak areal tanah yang sudah ditempati secara turun –
temurun oleh warga Kp. Naringgul.
Pada waktu, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL), sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2017 dan Intruksi Presiden No. 2
tahun 2018. Pada Tahun 2019 Warga Kp. Naringgul, mengajukan lahan tanah bangunan Perumahan -
Pemukiman miliknya. 

Karena dianggap penting memiliki legalistas tanah dan bangunan rumah berupa sertifikat sebagai bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan milik mereka.Namun, setelah diajukan ke Dinas Kementerian ATR/ BPN kabupaten Bogor. Bangunan rumah warga Kp. Naringgul tidak bisa diajukan Program PTSL, karena berdasarkan keterangan Dinas Kementerian ATR/ BPN kabupaten Bogor Kp. Naringgul masuk kedalam wilayah areal tanah kawasan HGU PTPN VIII Gunung Mas.

Menurut, Keterangan Ibu Iis salah satu warga Kp. Naringgul,”Pembayaran Pajak Tanah Kp. Naringgul
dihentikan tahun 2013 Oleh Bapak Haji Muhidin,Ketua RW yang menjabat pada tahun 2013 tersebut,karena Pajak tanah warga Kp. Naringgul terkait Perumahan dan Pemukiman sudah dibayar oleh PTPN VIII Gunung Mas memperlihatkan bukti Surat Pembayaran Pajak Tanah (SPPT) satu – persatu kepada warga,membuat warga bingung dan bertanya – bertanya ada permainan apa antara Bapak
Muhidin dengan Pihak PTPN VIII Gunung Mas? Warga merasa keheranan dan curiga ada sesuatu hal yang disembunyikan oleh Bapak Haji Muhidin selaku Ketua RW menjabat pada waktu itu.

PTPN VIII Gunung Mas, sangat jelas telah melakukan klaim – penyerobotan secara sepihak areal tanah
Perumahan dan Pemukiman Kp. Naringgul yang sebenarnya pihak PTPN VIII Gunung Mas, Statusnya
sebagai peminjam areal tanah Perumahan dan Pemukiman warga Kp. Naringgul untuk lokasi emplasement PTPN VIII Gunung Mas, tanpa uang sewa sepeserpun kepada pihak pemegang hibah areal tanah Kp. Naringgul. Diduga keras PTPN VIII Gunung Mas melakukan praktek Mafia Tanah yang melibatkan oknum – oknum pejabat tertentu dikabupaten Bogor, melakukan alih fungsi dan memperjual – belikan areal tanah Kawasan Tanah HGU yang dikelolanya untuk kepentingan lainnya.

Seabad lebih sudah warga Kp. Naringgul menempati areal Perumahan dan Pemukiman kurang lebih 112 tahun. 

Terhitung semenjak tahun 1910 sampai tahun 2022 sekarang. Warga Kp. Naringgul saat ini sudah
memasuki generasi kedelapan, tercatat jumlah penduduk Kp. Naringgul mencapai 235 kk, 675 jiwa
manusia mendiami areal lahan tanah Perumahan dan Pemukiman tersebut, terancam pergi diusir secara
paksa dari kampung halaman dan tanah kelahirannya sendiri. 

Disebabkan klaim sepihak PTPN VIII
Gunung Mas Nusantara Puncak, yang mengagendakan Pembangunan Kawasan Agrowisata yang
dikerjasamakan dengan PT Candi Sukuh dalam bentuk Kerjasama Kemitraan atau Kerjasama Operasi
(KSO), yang merupakan agenda strategis pembangunan dan pengembangan investasi bisnis PTPN VIII Gunung Mas disektor agrowisata.
Apabila kita tinjau ulang permasalahan sengketa lahan antara Warga Kp. Naringgul dengan PTPN VIII
Gunung Mas. Secara konstitusi negara dan secara histori penguasaan areal tanah Perumahan dan Pemukiman Kp. A Naringgul posisi warga menemempati dan tinggal, secara alas hukum konstusi negara waraga Kp. Naringgul sangat kuat, mempunyai kekuatan hukum dengan berpedoman pada Pasal 33 Ayat
3 UUD 1945 dan UUPA 1960 yang bunyi kalimat – kalimatnya adalah antara lain: Pasal 33 Ayat 3, UUD
1945,” bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar - besarnya untuk kemakmuran rakyat,”. 

Kemudian dalam UUPA tahun
1960 Pasal 15,”memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan tanah serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap – tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai
hubungan hukum tanah itu,dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah,”.

Kedua Undang – Undang negara diatas tersebut, membuktikan bahwa, posisi dan kedudukan Warga Kp.
Naringgul lebih berhak tetap menempati areal tanah Perumahan dan Pemukiman tersebut, dibandingkan PTPN VIII Gunung Mas yang notabenenya adalah Perseroan atau Pelaku Usaha yang menyewa lahan tanah milik negara berupa izin Hak Guna Usaha (HGU) di sektor perkebunan dalam batas jangka waktu tertentu.

Apabila masa berlaku izin HGU yang dipegang oleh PTPN VII Gunung Mas selesai masa berlakunya dan
jika tidak diteruskan kembali oleh PTPN VIII Gunung Mas, diambil alih oleh Pemerintah.Bahkan, Warga
Kp. Naringgul berhak mengusulkan Pengelolaan dan Kepemilikan Areal tanah Kawasan HGU kepada
Pemerintah melalui Skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) Kebijakan Pemerintahan Presiden Joko
Widodo saat ini disektor Agraria.
Pemerintahan Joko Widodo, dalam melaksanakan penyelesaian sengketa dan konflik agraria, telah
mengeluarkan sebuah kebijakan dalam bentuk Pepres No. 86 Tahun 2018, sebagai payung hukum bagi
rakyat mengatasi sengketa lahan yang digarap atau ditempati masyarakat dan lahan – lahan tanah terlantar
negara yang dikuasai rakyat,didistribusikan kepada rakyat agar digunakan dan dapat dimanfatkan rakyat dibidang pertanian maupun non – pertanian dengan diberikannya legalitas dalam bentuk sertifikat kepemilikan sebagai jaminan hukum dan perlindungan terhadap rakyat terkait sektor agraria, sebagaimana pemasalahan yang sedang dialami oleh warga Kp. Naringgul menghadapi sengketa lahan dengan PTPN VIII Gunung Mas.

Sudah seharusnya,Kementerian ATR/BPN selaku Pemerintahan terkait, mengambil sikap dan tindakan
tegas terhadap PTPN VIII Gunung Mas,mencabut Izin HGU PTPN VIII Gunung Mas dikawasan areal
lahan tanah kecamatan Cisarua dan Megamendung,Khususnya Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua.
PTPN VIII Gunung Mas Nusantara selama beroperasi mengelola kawasan areal tanah HGU dikecamatan
Cisarua dan kecamatan Megamendung, Bogor, khususnya Desa Tugu Selatan,” tidak mendatangkan dampak positif bagi kehidupan warga masyarakat sekitar,diberbagai aspek kehidupan sosial,ekonomi dan Lingkungan Hidup.PTPN VIII Gunung Mas Nusantara, tidak menjalankan kewajiban dan tanggung jawab
secara sosial kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan dalam
melakukan aktifitas usaha.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Warga Kampung Naringgul Terancam Hengkang dari Tanah Kelahirannya Sendiri

Trending Now

Iklan