Iklan

Permenaker 4/2023: Wajibkan PMI Ikut Program JHT untuk Menjamin Kesejahteraannya di Masa Tua

warta pembaruan
15 April 2023 | 5:14 PM WIB Last Updated 2023-04-15T10:14:53Z


Oleh: A. Azwar (Praktisi Media/Jurnalis Wartapembaruan.co.id)


Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Pelindungan sosial pada dasarnya dimaksudkan untuk tanggap terhadap guncangan/bencana atau krisis. Pelindungan sosial juga harus mampu beradaptasi untuk merespon kebutuhan semua orang pada saat guncangan/bencana atau krisis tersebut terjadi dengan mengurangi resiko kerentanan dan memperkuat ketangguhan (resilience).

Tanggal 22 Februari 2023 yang lalu Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mengundangkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 4 tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia (PMI), menggantikan Permenaker no. 18 tahun 2018.

Manfaat pelindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi PMI khususnya Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) mengalami peningkatan dengan mengacu pada manfaat JKK dan JKm yang diatur pada PP No. 82 tahun 2019.

Walaupun ada kenaikan manfaat pelindungan jaminan sosial bagi PMI, namun iuran JKK dan JKm PMI di Permenaker No. 4 ini tidak mengalami kenaikan, bahkan untuk PMI yang bekerja 12 bulan dan 6 bulan iurannya menurun yaitu menjadi Rp226.500, dan Rp145.500. Untuk PMI Perseorangan iurannya Rp332.500 bagi yang bekerja 24 bulan, dan untuk PMI yang bekerja 12 bulan dan 6 bulan menjadi Rp189.000, dan Rp108.000.

Saya menilai ada beberapa manfaat baru yang diberikan di Permenaker No. 4 Tahun 2023, yakni pada Pasal 30 ayat (1) angka 1a yaitu pemberian manfaat pelayanan kesehatan berupa perawatan dan pengobatan akibat Kecelakaan Kerja di negara tujuan penempatan, yang diberikan maksimal Rp50 juta per kasus kecelakaan kerja. Sebelumnya di Permenaker No. 18 tahun 2018 manfaat ini tidak ada.

Manfaat baru lainnya yang diberikan adalah pelayanan Home Care bagi PMI yang mengalami kecelakaan kerja yang nilainya maksimal Rp20 juta, penggantian alat bantu dengar paling banyak Rp2,5 juta, penggantian biaya kacamata paling banyak Rp1 juta, dan bantuan uang bagi PMI yang mengalami PHK bukan akibat Kecelakaan Kerja yang dilakukan sepihak oleh pemberi kerja bukan karena kesalahan PMI yang nilainya, dengan masa kerja terhitung sejak PMI mulai bekerja sampai dengan 1 (satu) bulan sebelum perjanjian kerja berakhir, diberikan sebesar Rp1,5 juta.

Selain memuat manfaat baru, beberapa manfaat pun mengalami kenaikan nilai manfaat seperti manfaat santunan berupa uang kepada Calon PMI maupun PMI terkait penggantian biaya transportasi bagi PMI yang mengalami Kecelakaan Kerja, santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila Peserta mengalami Cacat Total Tetap akibat Kecelakaan Kerja, Bantuan uang bagi Calon PMI yang gagal berangkat bukan karena kesalahan Calon PMI, dan beasiswa kepada anak PMI yang meninggal dunia.

Walaupun Permenaker No. 4 ini memberikan kenaikan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan, namun ada beberapa kritik pada Permenaker ini, yaitu :

1. Permenaker No. 4 tahun 2023 ini masih memposisikan pembayar iuran jaminan sosial adalah PMI, padahal Pasal 30 UU No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) mengamanatkan Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. Amanat Pasal 30 UU PPMI dioperasionalkan oleh Pasal 3 Peraturan BP2MI No. 9 tahun 2020 yang mengamanatkan PMI tidak dapat dibebani Biaya Penempatan, yang salah satunya adalah biaya jaminan sosial PMI.

Tentunya ketentuan di Permenaker No. 4 Tahun 2023 ini bertentangan dengan Pasal 30 UU PPMI junto Pasal 3 Peraturan BP2MI No. 9 tahun 2020. Harusnya yang membayar iuran jaminan sosial PMI adalah Pelaksana Penempatan yaitu Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI (yang melaksanakan penempatan PMI secara G to G).

2. Pemberian bantuan biaya perawatan dan pengobatan akibat Kecelakaan Kerja di negara tujuan penempatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dengan maksimal sebesar Rp50 juta. Tentunya pembatasan pembiayaan perawatan ini akan diperhadapkan pada pemulihan PMI korban kecelakaan kerja. Bila PMI korban kecelakaan kerja yang dirawat di negara tujuan penempatan membutuhkan pembiayaan lebih dari Rp50 juta, siapa yang akan menanggung biaya tersebut? Bila PMI yang membiayai tentunya ini akan sangat menyulitkan PMI.

Adanya ketentuan pembatasan ini berbeda dengan pembiayaan korban kecelakaan kerja bagi peserta JKK di dalam negeri yang dibiayai tanpa pembatasan biaya. Ada peserta JKK yang mengalami kecelakaan kerja terus dibiayai sampai miliaran rupiah. Mengacu pada PP No. 82 tahun 2019, pembiayaan kuratif bagi peserta yang mengalami kecelakaan kerja diberikan sampai peserta pulih.

Pada PP No. 82 tahun 2019, bagi peserta JKK yang mengalami kecelakaan kerja pada saat proses perawatan hingga pemulihan yang menyebabkan peserta tersebut tidak mampu bekerja, maka peserta korban kecelakaan kerja tersebut mendapatkan Santunan Tidak Mampu Bekerja (STMB) yang nilainya 100 persen dari upah selama 12 bulan dan bila prosesnya lebih dari setahun maka peserta mendapatkan 50 persen dari upah. Ketentuan tentang STMB ini tidak diatur di Permenaker no. 4 Tahun 2023. Kehadiran STMB ini akan membantu ekonomi PMI yang mengalami kecelakaan kerja.

Bagi PMI yang mengalami cacat total dan tidak bisa kerja kembali atau PMI yang meninggal, maka maksimal dua anak PMI tersebut akan mendapatkan bantuan Beasiswa dari tingkat TK hingga Perguruan tinggi. Manfaat beasiswa ini juga diberikan kepada pekerja di Indonesia yang mengalami cacat total dan tidak bisa kerja kembali atau PMI yang meninggal. Bila manfaat beasiswa di perguruan tinggi untuk pekerja di Indonesia hingga 5 tahun, berbeda bagi anak PMI yang hanya mendapat manfaat 4 tahun di perguruan tinggi.

Point 2, 3 dan 4 di atas merupakan bentuk diskriminasi bagi PMI. Seharusnya Permenaker no. 4 Tahun 2023 memastikan semua manfaat JKK di PP No. 82 tahun 2019 juga diberikan kepada PMI. Tidak boleh ada perbedaan perlakuan manfaat antara PMI dengan pekerja di dalam negeri.

5. Tata cara pelaporan Kecelakaan Kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan yang diatur di Pasal 43 dan Pasal 46 Permenaker No. 4 tahun 2023 tidak membuka ruang bagi Serikat Buruh Migran, LSM buruh migran atau masyarakat untuk melaporkan terjadinya kecelakaan kerja yang dialami PMI, baik sebelum, selama dan setelah bekerja.

Untuk memudahkan dan mempercepat penanganan PMI yang mengalami kecelakaan kerja seharusnya Permenaker No. 4 ini membolehkan Serikat Buruh Migran, LSM buruh migran atau masyarakat melaporkannya ke BPJS Ketenagakerjaan. Dari laporan tersebut BPJS Ketenagakerjaan segera meresponnya sehingga PMI yang mengalami kecelakaan kerja segera ditangani.

Permenaker No. 4 tahun 2023 ini memuat tentang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), namun Permenaker ini tidak mengatur manfaat JKN bagi PMI. Hal ini bertolak belakang dengan isi INPRES no. 1 tahun 2022 yang menginstruksikan Kepala BP2MI untuk mewajibkan PMI yang bekerja di luar negeri kurang dari 6 bulan untuk menjadi peserta aktif di Program JKN selama berada di luar negeri.

Menjadi peserta aktif artinya PMI harus membayar iuran JKN. Namun kepesertaan aktif di JKN bagi PMI yang bekerja kurang dari 6 bulan di luar negeri tidak disertai manfaat JKN yang bisa diakses PMI di luar negeri.

Tentunya PMI pun membutuhkan penjaminan ketika mengalami sakit di luar negeri. Permenaker No. 4 ini hanya menjamin PMI ketika mengalami kecelakaan kerja atau meninggal dunia. Oleh karenanya Pemerintah harus segera mengatur tentang manfaat JKN bagi PMI yang bekerja di luar negeri, dan hal ini dapat dimuat pada revisi Peraturan Presiden no. 82 tahun 2018 yang sedang diproses revisinya oleh Pemerintah.

7. Guna memastikan PMI yang pulang bekerja dari luar negeri untuk mendapatkan pelatihan, bantuan tunai, dan informasi pasar kerja, seharusnya Permenaker No. 4 Tahun 2023 juga membuka ruang bagi PMI mendapatkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Tentunya PMI yang terkena PHK di luar negeri tidak boleh didiskriminasi dari Program JKP yang memang diperuntukan bagi pekerja yang mengalami PHK sehingga pekerja yang terPHK tetap mampu mempertahankan daya belinya, mendapatkan pelatihan dan informasi pasar kerja.

Saya mengapresiasi kehadiran Permenaker No. 4 tahun 2023 yang menaikkan manfaat perlindungan bagi PMI, namun Saya meminta agar Pemerintah tidak mendiskriminasi PMI untuk mendapatkan manfaat JKK dan JKm seperti yang diatur dalam PP No. 82 tahun 2019.

Demikian juga PMI adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak konstitusional untuk memperoleh seluruh program jaminan sosial seperti JKN dan JKP.

Mengingat Program JHT merupakan suatu kebutuhan bagi PMI, saya berharap isi Permenaker No 4 tahun 2023 yang belum mewajibkan PMI, namun disebut mengikuti JHT, dalam pelaksanaannya harus mewajibkan para PMI kita untuk ikut program JHT, agar PMI yang tidak mampu bekerja lagi karena alasan usia bisa memiliki tabungan untuk menjamin kesejahteraannya di masa tua, atau tidak masuk dalam kemiskinan di masa tuanya. (Azwar)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Permenaker 4/2023: Wajibkan PMI Ikut Program JHT untuk Menjamin Kesejahteraannya di Masa Tua

Trending Now

Iklan