Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Aksi penimbunan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar yang diperuntukkan untuk dijual kembali. Modus pelaku yakni diduga memodifikasi tangki, lalu membeli pakai aplikasi dengan mengganti-ganti nomor polisi (nopol) mobil bersangkutan. |
Perbuatan sopir itu pun melanggar Undang-undang (UU) No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,diduga ada pembiaran oleh oknum petugas penegak hukum.
Berdasarkan adanya laporan dari masyarakat bahwa di beberapa tempat SPBU sering terjadi pengantrian BBM jenis Solar.
"Modusnya para pelaku mengisi BBMnya dengan menggunakan sistem aplikasi."
Setelah mereka mendapatkan BBM solar para pelaku mengantarkan ke gudang untuk di membongkar dan di pindahkan ke tanki bermerk PETRO ANIGOS guna melabui para petugas penegak hukum.
Gudang pelaku penimbunan bahan bakar minyak jenis solar tersebut di ketahaui terletak di wilayah RT.8/RW.5, Cakung Timur., Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pintar dan hebatnya para pelaku penimbunan BBM jenis solar ini beraksi pada malam hari sekitar jam 11.00 WIB sampai jam 04.00 WIb agar tidak di ketahui masyarakat ataupun petugas penegakkan hukum.
“Dalam hasil pengecekan kami awak media dalam satu kali isi setiap mobil bisa mencapai 1500 liter, dua mobil sudah terisi, diduga para pelaku penimbunan BBM solar akan menjual ke Pabrik-pabrik menjadi solar industri dengan non subsidi.
Kami awak media Wartapembaruan.co.id sempat konfirmasi ke gudang tersebut dan menemuinya, bos ini gudang apa dia jawab ini gudang minyak solar dan kami kembali tanyakan ini milik siapa ini punya bang Aldo sirait pak.
Dan kami melihat ada tangki terparkir didalam gudang yang tertutup rapat dan tangki berwarna putih bermerk PETRO ANIGOS tanpa nomor TNKB.
Diduga atas kelangkaan BBM solar selama ini para pelaku melakukan penimbunan, dengan cara menjual BBM solar bersubsidi itu ke kalangan industri, jelas para pelaku penimbunan BBM solar sudah melanggar Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana diubah dalam pasal 40 angka 9 Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
"Ancaman hukuman maksimal 6 tahun dan denda paling banyak Rp 6 miliar."