Iklan

"Inpres No. 8 Tahun 2025 dan Ketenagakerjaan”

warta pembaruan
18 April 2025 | 9:19 PM WIB Last Updated 2025-04-18T14:19:12Z


Oleh: Timboel Siregar (Pengamat Ketenagakerjaan/Sekjen OPSI)

Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Tanggal 27 Maret 2025 lalu Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia No. 8 tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, yang menginstruksikan 45 Kementerian/Lembaga (K/L) dan seluruh Gubernur dan Walikota/Bupati, dengan berbagai tugas yang harus dijalankan.

Inpres ini tidak melibatkan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola jaminan sosial di Indonesia. Inpres ini lebih menekankan peran Bantuan Sosial untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim, dibandingkan peran penting jaminan sosial yang merupakan salah satu instrumen penting untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi-sosial.

Anthony B. Atkinson dalam bukunya Inequality What Can Be Done (2015) menyatakan hakekat kehadiran jaminan sosial adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat yaitu menurunnya tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi dan sosial.

Salah satu penyebab kemiskinan adalah pengangguran yang semakin meningkat saat ini dan pelindungan jaminan sosial ketenagakerjaan yang belum inklusi terhadap seluruh pekerja baik di dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian diinstruksikan untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi serta pengendalian kebijakan kementerian/ lembaga dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi dan peningkatan produktivitas dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Demikian juga Menteri Ketenagakerjaan diinstruksikan untuk melakukan perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dengan menciptakan lapangan kerja baru dan mengembangkan lapangan pekerjaan yang sudah ada; menyiapkan program pelatihan vokasi dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem; dan mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja yang tergolong masyarakat miskin dan miskin ekstrem.

Saya menilai instruksi kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Ketenagakerjaan tersebut diperhadapkan pada fakta bahwa terus terjadi PHK khususnya di sektor padat karya sehingga meningkatkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

Bertambahnya jumlah angkatan kerja baru setiap tahun sekitar 4 juta lebih, yang jauh lebih besar dari realisasi pembukaan lapangan kerja baru, juga berkontribusi pada peningkatan TPT.

Terkait produktivitas dan pelatihan vokasi, Inpres ini pun diperhadapkan pada efisiensi APBN yang diamanatkan Inpres no. 1 Tahun 2025.

Beberapa pos pada Kementerian Ketenagakerjaan yang mengalami efisiensi adalah Pembangunan Balai Latihan Kerja dan Komunitas (BLKK) mengalami efisiensi Rp. 62,5 Miliar (54 persen), Pelatihan Berbasis Kompetensi dan Sertifikasi diefisiensi Rp. 579.46 Miliar (93%), Pemagangan dalam dan luar negeri diefisiensi sebesar Rp. 69.55 Miliar (86%), dan Sertifikasi Kompetensi diefisiensi Rp. 74.52 Miliar (59%).

Efisiensi Program Padat Karya sebesar Rp. 115 Miliar (92%). Pogram Padat karya merupakan program untuk menyediakan lapangan kerja dan pemberdayaan masyarakat. Pengurangan Padat karya sama saja dengan pengurangan lapangan kerja dan akan berdampak terhadap peningkatan kemiskinan masyarakat Indonesia.

Demikian juga dengan instruksi untuk mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja yang tergolong masyarakat miskin dan miskin ekstrem, sepertinya hal ini sudah berulang disampaikan Pemerintah namun tidak pernah direalisasikan. RPJMN 2020 – 2024 sudah mengamanatkan hal ini namun hingga saat ini tidak juga terealisasi.

Semoga Inpres no. 8 ini benar-benar diseriusin Pemerintah dengan merealisasikan segera di tahun 2025 ini Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) untuk pekerja miskin dan miskin ekstrem dengan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan APBN sebesar Rp. 16.800 per orang per bulan untuk kedua program tersebut. Dan bisa bertahap untuk program JHT di kemudian hari.

Demikian juga saya berharap Inpres no. 8 tahun 2025 ini diseriusin oleh Pemerintah dengan mengambil langkah nyata meningkatkan pembukaan lapangan kerja khususnya sektor padat karya dengan memberikan dukungan bagi industry lokal kita seperti insentif pajak, suku bunga, biaya energi, penghapusan biaya illegal, dsb sehingga industry lokal kita bisa meningkatkan daya saing produknya.

Termasuk meningkatkan anggaran pelatihan vokasional guna meningkatkan SDM pekerja kita untuk bisa memenuhi kebutuhan dunia usaha dunia industry. (Azwar)


Pinang Ranti, 18 April 2025

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • "Inpres No. 8 Tahun 2025 dan Ketenagakerjaan”

Trending Now

Iklan