BREAKING NEWS
Deskripsi-Gambar

Lahan 310 Ha Milik Rogayah Dikuasai Pengusaha Asing Atas Dasar Jual Beli, Pihak Kepolisian Jadi Tim Mediasi


Jambi, Wartapembaruan.co.id
- Dalam persolan penyelesaian sengeketa lahan 310 Hektar milik ibu Rogayah Mahmud yang terletak di Wilayah Desa Lumahan, Kecamatan Senyerang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, melawan Deni Acuan Garam salah satu pengusaha keturunan Tionghoa Jambi, agak terkesan alot dan semacam sulit untuk diselesaikan.

Sehingga pihak Kepolisian Polres Tanjung Jabung Barat, terpaksa menjadi tim mediasi dalam persolan tersebut.

Mediasi yang berlangsung pada Senin (26/5) di Aula Reconfu Polres Tanjab Barat ini dipimpin oleh Wakapolres Kompol Johan Christy Silalahi, S.I.K., M.H., turut dihadiri oleh Kepala Kantor ATR/BPN Tanjab Barat Idian Huspida, S.H., M.H., Kabagops Polres Tanjab Barat AKP Julius Sitopu, dan perwakilan dari masyarakat serta tokoh desa setempat.

Kedua belah pihak seolah saling klaim objek lahan 310 hektar yang dipersengketakan tersebut, yang mana keduanya mengakui jika lahan tersebut memang milik mereka. 

Berdasarkan keterangan ibu Rogayah Mahmud jika lahan tersebut telah ia kuasai bersama keluarganya sejak tahun 1977/1978.

Lahan yang kini disengketakan menurutnya merupakan tanah hasil buka hutan, yang kemudian digarap dan ditanami dengan berbagai tanaman produktif.

Bukti pengelolaan itu menurutnya dapat ditelusuri dari sejarah kepemilikan dan penguasaan fisik secara terus menerus, termasuk catatan musyawarah desa yang terdokumentasi sebelum adanya pemekaran wilayah.

Sedangkan pihak Deni Acuan Garam melalui keterangannya menyebutkan bahwa lahan tersebut diperolehnya dari masyarakat Desa Sungai Rambai secara sah, dengan proses jual beli. Hal ini dibuktikan oleh dokumen dan pembayaran kepada ahli waris Almarhum H. Samad. 

Selanjutnya, lahan tersebut dikuasai dan dikelola oleh PT. Arta Mulya Mandiri dengan pengajuan izin prinsip kepada Bupati Tanjab Barat pada tahun 2006. Pada saat itu, lahan telah ditanami jagung dan dikelola secara komersial.

Ada dua persolan yang menjadi alasan yang membuktikan jika keduanya merasa secara sah memiliki lahan 310 hektar yang dipersengketakan tersebut. 

Ibu Rogayah Mahmud pun pernah merasa kecolongan, bahwa pada tahun 2020 telah terjadi mediasi di rumah makan nelayan yang juga dihadiri oleh pihak Polda Jambi dan Acuan Garam. 

Mediasi waktu itu dianggap gagal lantaran belum menemukan titik kesepakatan. Akan tetapi pada waktu pihak Polda Jambi telah mengeluarkan SP3 yang diduga tanpa proses pelaporan. 

"Pengakuan Acuan Garam sudah SP3, terus kami kapan lapornya kok ada SP3? Pak Acuan Garam jangan asal bicara karena kita negara hukum, jangan hukum dipermainkan" tegas Ibu Rogayah.

Selanjutnya hasil mediasi yang terjadi kali ini, pihak kepolisian melalui Wakapolres Kompol Johan Christy Silalahi menegaskan bahwa hingga saat ini Polres belum menerima laporan resmi terkait dugaan penyerobotan lahan sebagaimana yang disampaikan pihak Ibu Rogayah Mahmud. 

“Namun kami tetap mengedepankan upaya mediasi dan penyelesaian secara musyawarah agar persoalan ini tidak berkembang menjadi konflik horizontal di tengah masyarakat,” jelasnya.

Sebagai langkah konkret, pihak Polres meminta masing-masing pihak menyerahkan seluruh dokumen kepemilikan, termasuk bukti penguasaan fisik, dokumen jual beli, izin prinsip, maupun dokumen lainnya paling lambat pada 10 Juni 2025. Dokumen tersebut akan diverifikasi secara bersama-sama oleh Polres Tanjab Barat, Kantor ATR/BPN, serta pihak pemerintah desa setempat di bawah pengawasan tokoh masyarakat.

Menyimak isi persolan persengketaan kedua belah pihak tersebut, selain dari pengakuan masing-masing pihak yang mengakui kepemilikan yang sah atas lahan 310 hektar tersebut ada hal yang dinilai cukup menarik untuk dikupas.

Pertama yaitu, munculnya pihak kepolisian yang diduga menjadi tim eksekutor dalam persolan sengketa lahan yang terjadi antara ibu Rogayah Mahmud melawan bos tanah Deni Acuan Garam.

Yang mana kedua belah pihak diminta untuk menyerahkan dokumen pribadi atas alas hak kepemilikan lahan 310 hektar tersebut. Termasuk bukti penguasaan fisik, dokumen jual beli, izin prinsip, maupun dokumen lainnya paling lambat pada 10 Juni 2025, padahal dokumen tersebut sebagai jaminan dan alat bukti yang berhak diminta oleh pihak pengadilan, bukan pihak kepolisian.

Hal yang kedua, dalam hal ini muncul nama PT Artha Mulia Mandiri selaku pengelola lahan 310 hektar tersebut. Sedangkan PT Artha Mulia Mandiri pada tahun 2024 pernah bermasalah dengan Lingkungan Hidup akibat lahan nya pernah terbakar di wilayah Desa Pematang Buluh, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. 

Yang diketahui jika antara Desa Lumahan, Kecamatan Senyerang dan Desa Pematang Buluh, Kecamatan Betara sangatlah jauh jaraknya mungkin mencapai kurang lebih 40 hingga 50 kilometer. Sehingga agak sedikit jadi tanda tanya jika kedua kebun milik PT Artha Mulia Mandiri diduga wilayah Kecamatan mendapatkan izin prinsip yang sama.

Hal yang ketiga, PT Artha Mulia Mandiri pada tahun 2018 juga diduga pernah tersandung kasus penyalahgunaan izin penggalian tanah urug di wilayah Abadi Jaya Desa Sungai Toman, Kecamatan Mendahara Ulu.

Yang keempat, jika pihak Polda Jambi pernah mengeluarkan SP3 yang diduga tanpa proses pelaporan. 

Hal ini sesuai yang diterangkan oleh ibu Rogayah, dan berdasarkan pengakuan Acuan Garam "Pengakuan Acuan Garam sudah SP3, terus kami kapan lapornya kok ada SP3? Pak Acuan Garam jangan asal bicara karena kita negara hukum, jangan hukum dipermainkan" tegas Ibu Rogayah.

Sehingga ada hal yang menurut alurnya patut dituntun hingga berakhir dengan keadilan yang diinginkan ibu Rogayah Mahmud. 

Agar apa hak yang menjadi tuntunan ibu Rogayah Mahmud dapat diterimanya dengan dasar keadilan yang setara. (Tim)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image