Batanghari, Wartapembaruan.co.id - Guna mendapatkan perhatian dari pemerintah, Puluhan Suku Anak Dalam (SAD) Jambi yang diketuai oleh Datuk Alif tinggal dikawasan perkebunan sawit yang beralamat di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
Hal tersebut dikarenakan Datuk Alif mengaku bahwa lahan seluas 236 Hektare merupakan hak miliknya sejak lahir, akan tetapi lahan tersebut sudah beberapa tahun ditanami sawit oleh salah satu perusahaan sawit yang ada di Provinsi Jambi.
Menyikapi hal tersebut, selaku Kuasa Pendamping, Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Provinsi Jambi, Mappangara meminta kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memfasilitasi proses mediasi antara keluarga besar Datuk Alif dengan perusahaan PT Berkah Sawit Utama.
"Agar permasalahan ini jadi terang benderang, selaku Kuasa Pendamping Datuk Alif, saya mohon Gubernur Jambi, Kapolda Jambi, Bupati Batanghari dan Tim Terpadu untuk memberikan ruang mediasi, kita kasihan permasalahan ini berlarut-larut tanpa ada kejelasan," ujar Mappangara, Kamis, 22 Mei 2025
Mappangara juga menjelaskan, Pemerintah Pusat sudah menunjukkan sikap tegas dalam menangani sengketa lahan, termasuk melalui upaya penyelesaian konflik agraria dan pencabutan konsesi jika terbukti ada sengketa. Upaya ini juga mencakup langkah-langkah preventif seperti pemetaan dan identifikasi tanah, serta mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur hukum atau alternatif seperti mediasi.
"Saya mohon benar-benar ini jadi perhatian khusus, nanti pada waktu pengukuran batas-batas tanah kita saksikan bersama-sama. Pada dasarnya kita semua ini bersaudara, tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya, mari kita duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini," jelasnya
Sementara itu, Muhammad (anak Datuk Alif) mengaku, lahan perkebunan sawit yang ditempatinya beserta keluarga besar merupakan miliknya. Ia menjelaskan, orang tuanya (Datuk Alif) sejak kecil sudah tinggal di lahan tersebut dan dirinya beserta keluarga tidak akan meninggalkan lahan tersebut sampai ada kejelasan dari pemerintah.
"Kami akan tinggal disini sampai kapanpun, kami berhak menempati tanah nenek moyang kami, saya mohon kepada Presiden, Gubernur dan Bupati untuk bisa membantu kami dalam permasalahan ini, ini tanah kami dan perusahaan tidak ada izin dengan kami, mohon perizinan perusahaan dan administrasi dievaluasi lagi," tegasnya