BREAKING NEWS
Deskripsi-Gambar

Lubang Tambang Menganga, Keadilan dan Hukum Tenggelam: Siapa Bertanggung Jawab atas Gagalnya Reklamasi di Sarolangun?


Jambi, Wartapembaruan.co.id
~ Hingga hari ini, lahan bekas tambang milik PT MINEMEX dan PT Sungai Belati Coal (SBC) di Kabupaten Sarolangun masih menganga tanpa kejelasan reklamasi. Bekas galian yang telah ada sejak awal dekade 2010-an tersebut terbukti belum direklamasi sebagaimana amanat Undang-Undang. Padahal, kedua perusahaan itu seharusnya telah menempatkan Dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) sebagai bentuk tanggung jawab atas dampak ekologis yang ditimbulkan oleh aktivitas ekstraktif mereka.

Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: Ke mana perginya dana Jamrek yang konon mencapai miliaran rupiah? Mengapa aparat penegak hukum terkesan diam dan membiarkan potensi pelanggaran hukum lingkungan dan indikasi korupsi ini terus mengendap tanpa penyelesaian?

Amri Mukti, S.Pd Sekjen PWDPI Jambi: “Ini Kejahatan Struktural” Amri Mukti, aktivis lingkungan sekaligus Sekretaris Jenderal PWDPI Jambi, dengan tegas menyatakan:

“Apa yang dilakukan (atau lebih tepatnya tidak dilakukan) oleh PT MINEMEX dan PT SBC adalah bentuk nyata dari kejahatan struktural terhadap lingkungan dan masyarakat. Negara seolah-olah absen. Kewajiban reklamasi bukan sekadar formalitas administratif, ini soal keberlangsungan hidup manusia dan ekologis. Aparat penegak hukum – dari Polres Sarolangun hingga Kejati Jambi – harus turun tangan dan menyeret pertanggungjawaban pidana terhadap siapa pun yang terlibat dalam penggelapan atau kelalaian ini. Tidak cukup hanya pernyataan, kita butuh tindakan nyata.”

Menurut Amri, jika penegakan hukum hanya menyasar pelanggar kecil dan membiarkan aktor korporat bebas, maka hukum telah menjadi alat yang timpang. Padahal, Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) secara jelas mengatur bahwa:

“Pemegang IUP atau IUPK yang tidak melaksanakan reklamasi dan/atau tidak menempatkan dana jaminan reklamasi, dapat dipidana hingga 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.”

Efendi, Warga Setempat dan Anggota PWDPI Jambi: “Kami Hidup di Dekat Neraka Tambang” Efendi, warga Desa Lubuk Bedorong yang juga merupakan anggota PWDPI Jambi, menyampaikan kesaksiannya:

“Kami masyarakat di sini sudah lebih dari sepuluh tahun hidup berdampingan dengan lubang maut. Anak-anak bermain dekat bekas galian, sawah kami terganggu, dan air tanah berubah kualitasnya. Lubang itu adalah simbol pengkhianatan terhadap rakyat kecil. Perusahaan datang menambang, pergi meninggalkan kerusakan. Lalu aparat tutup mata. Mana jaminan reklamasi itu? Jangan-jangan itu hanya angka di atas kertas, tapi sudah cair ke kantong orang-orang tertentu.”

Efendi menegaskan bahwa masyarakat bukan anti-investasi, tapi menolak ketidakadilan dan penindasan yang dibungkus oleh dalih pembangunan.

Risma Pasaribu, S.H. Bendum PWDPI Jambi: “Ada Potensi Tindak Pidana Korupsi dan Pelanggaran Lingkungan” Dari sisi hukum, Risma Pasaribu, S.H., Bendahara Umum PWDPI Jambi, menegaskan bahwa:

“Secara hukum, terdapat dua dimensi yang harus didalami: pidana lingkungan hidup dan tindak pidana korupsi. Tidak dilaksanakannya reklamasi padahal dana Jamrek telah disetorkan, menimbulkan pertanyaan mengenai pengelolaan dan pengawasan dana tersebut. Jika dana tersebut telah dicairkan tanpa pelaksanaan reklamasi, maka patut diduga terjadi penyimpangan anggaran dan penyalahgunaan kewenangan.”

Menurut Risma, penegak hukum bisa menggunakan ketentuan dalam Pasal 98 dan 99 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Pasal 2 dan 3 UU Tipikor untuk menjerat pelaku, termasuk korporasi sebagai subjek hukum. Pemerintah juga bisa dituntut secara administratif atas kelalaiannya dalam fungsi pengawasan.

Tutup Lubang Ketimpangan, Buka Jalan Keadilan, Reklamasi bukan sekadar proses ekologis. Ia adalah pengembalian martabat lingkungan dan masyarakat yang dirampas oleh industrialisasi yang tak bertanggung jawab. Dalam konteks ini, negara wajib hadir, bukan sekadar menjadi penonton atau bahkan pelindung korporasi perusak.

Kami mendesak:

1. Pemeriksaan menyeluruh oleh BPK, KPK, dan Kejaksaan Tinggi Jambi terhadap alur dana Jamrek PT MINEMEX dan PT SBC.

2. Langkah hukum tegas dari Polda Jambi dan Kejari Sarolangun, dengan menelusuri tanggung jawab pidana korporasi dan pejabat pengawas tambang.

3. Publikasi terbuka kepada masyarakat tentang status dana jaminan reklamasi, progres reklamasi, dan peta tanggung jawab pasca-tambang.

Karena tidak ada pembangunan yang pantas dipuji, jika ia tumbuh dari kuburan ekologis dan luka sosial yang dibiarkan menganga.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image