BREAKING NEWS

Prabowo, Hati – Hati


Penulis: Chazali H. Situmorang (Pemerhati Kebijakan Publik/Dosen FISIP UNAS)


Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Bola panas yang dilemparkan Mendagri Tito Karnavian berupa 4 pulau di wilayah Kabupaten Aceh Singkil Propinsi Aceh, hendak diserahkan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Suamtera Utara terpaksa ditangkap dan dipegang Presiden Prabowo untuk mencegah terjadinya konflik social terbuka baik antar masyarakat maupun pemerintah daerah di kedua propinsi yang bertetangga, dan selama ini rukun dan damai.

Mendagri yang satu ini Tito Karnavian seorang Jenderal Polisi Purnawirawan, intelektual, professor, mantan Kapolri, sepertinya tidak sensitive dengan situasi politik bangsa dan masyarakat yang belum baik-baik saja.

Sebagai Menteri Prabowo yang menurut Said Didu, masuk geng SOP (Solo Oligarki Parcok) karena orderan Jokowi kepada Prabowo, telah membuahkan hasil kegaduhan antar Gubernur yang membuat Presiden Prabowo ambil alih persoalan.

Seperti diketahui, empat pulau yang direbutkan itu menjadi kisruh karena disebut berada di wilayah Sumut. Padahal keempat pulau tersebut awalnya merupakan bagian dari wilayah Aceh.

Empat pulau yang kini masuk wilayah Sumut itu adalah *Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek*. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ternyata mendukung klaim Bobby Nasution lewat  Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025    yang terbit pada 25 April 2025 lalu.

Sepertinya Bobby Nasution tidak mempu menahan diri  untuk segera saja merealisasikan Kepmendagri tersebut.  Karena mungkin percaya diri sebagai Gubernur menantu Jokowi (Presiden 7) pengaruhnya masih besar, apalagi terhadap Mendagri sama-sama Gang SOP. Mendatangi Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mantan Panglima GAM), cincai-cincai untuk mengelola bersama keempat pulau itu. Langsung saja dengan halus Gubernur Aceh meninggalkan pertemuan dengan Bobby Nasution.

Sebagai Gubernur Sumut dengan luas daerah dan penduduk yang lebih besar dari Aceh, seharusnya terpukul dan malu hati.  Jangan-jangan sudah terjangkit penyakit “HSM” (Hilang Syaraf Malu) yang sudah diidap oleh beberapa Menteri Jokowi di Kabinet Prabowo yang sering menimbulkan blunder yang merepotkan Presiden Prabowo.

Adapun Gubernur Aceh Muzakir Manaf berkukuh empat pulau tersebut sebenarnya merupakan bagian dari Aceh. Muzakir mengatakan Aceh punya alasan, bukti, dan data kuat sajak zaman dulu soal klaim empat pulau di pesisir itu. “Itu memang hak Aceh, jadi saya rasa itu betul-betul Aceh dari segi apa saja, dari segi geografi perbatasan, sejarah, dan iklim,” katanya setelah menghadiri International Conference on Infrastructure di Jakarta Selatan, pada Kamis, 12 Juni 2026.

Sikap Gubernur Aceh yang tegas, dan para tokoh masyarakat, ulama, dan masyarakat Aceh juga secara tegas menolak Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentu akan mendorong kondisi psikologis, emosional, dan solidaritas  untuk menentang kebijakan Pemerintah Pusat.

Terkesan tidak  fair dan tidak bijaknya Kemendagri tergambar dari ketika ditanya soal sejarah dan urgensi penetapan empat pulau itu sebagai wilayah Sumatera Utara, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal Zakaria Ali tidak mau banyak berkomentar. “Surat tersebut muncul pada Juni 2022 setelah ditetapkan kode. Pernah disebut-sebut ketika pembahasan, hanya fisiknya baru diketahui belakangan,” katanya melalui pesan pendek kepada Tempo pada Kamis, 12 Juni 2025.

Jawaban yang tidak substansif yang disampaikan seorang birokrasi Eselon I Kemendagri, seperti menyepelekan persoalan Administrasi empat Pulau di Kab. Aceh Singkil Propinsi Aceh, suatu indikasi buruknya kerja birokrasi dan cenderung pada maladministration bahkan potensi abuse of power, karena penetrasi lingkungan atau relasi kuasa yang sudah terbangun dan menggurita.

Relasi kuasa antara Pemerintah Pusat dan Daerah dipertontonkan ke publik oleh Mendagri, di _hold_  oleh Presiden Prabowo, lantas Wamendagri Bima Arya melonggarkan kebijakan dengan menyatakan akan dilakukan evaluasi setelah di _hold_ Presiden sebagaimana yang dikatakan Dasco.

"Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara," kata Dasco kepada wartawan, Sabtu (14/6/2025).

Dalam seminggu ini Prabowo akan menyelesaikan persoalan  perbatasan antar Propinsi tentu dengan mendengarkan dari berbagai ahli, Pemda masing-masing, pendekatan politis, geografis, historis, budaya, social dan harga diri suatu komunitas yang perlu dijaga dan dirawat, untuk memperkokoh ketahanan bangsa dalam bingkai NKRI.

Prabowo harus hati- hati dalam mencermati apa yang terjadi di depan layar, dan bagaimana sebenarnya yang terjadi di belakang layar. Presiden Prabowo saat ini sedang mencium bau sengit korupsi, yang dimanivestasikannya dalam berbagai pidatonya untuk memberantas habis korupsi terutama dikalangan aparatur pemerintahan.

Nangro Aceh, punya perjalanan sejarah yang panjang beratus-ratus abad. Malitansi, harga diri, martabat, tidak kenal menyerah, tetapi setia berteman. Karakter yang baik ini harus menjadi modal social yang  dipertimbangkan Presiden Prabowo dalam membuat kebijakan untuk kepentingan masyarakat.

Masyarakat Aceh masih banyak yang miskin, karena peperangan yang panjang. Tapi itulah rakyat Aceh walaupun miskin dari perut bumi Aceh hasil minyak berpuluh tahun dikuras dijadikan sumber APBN Pemerintah Pusat. Jujur Pemerintah Pusat belum proporsional dalam melakukan redistribusi pendapatan negara untuk Negeri Aceh.

Pengalaman panjang puluhan tahun berteman dengan teman-teman Aceh baik yang tinggal di Aceh maupun yang bermukim di Medan, memberikan pelajaran artinya bersahabat, saling memberi, terbuka, egaliter sungguh suatu yang berharga dalam kehidupan ini.

Semoga Presiden Prabowo, dapat mengambil Keputusan yang membuat elite dan masyarakat Aceh merasakan bahwa Pemerintah Pusat itu tulus untuk membangun Aceh, mensejahterakan masyarakatnya, dan tetap tangguh sebagai Prisai NKRI diwilayah Barat Republik Indonesia.

Masyarakat Aceh dan Sumatera Utara selama ini adalah senasib dan seperjuangan. Tetapi masyarakat Aceh itu lebih tahan menderita di zaman penjajahan Belanda dulu. Berperang melawan Belanda sehingga tidak bisa dikuasai Belanda. Saat itu Sumatera Utara sudah porak poranda di pecah belah Belanda, menguasai perkebunan, dan kerajaan-kerajaan yang di bawah kontrol Belanda.

Semoga para Birokrat di Pemerintahan  yang merumuskan berbagai kebijaksan publik, merumuskan dengan hati, memahami sejarah dan kultur suatu entitas masyarakat. Tidak bisa pukul rata saja. Kearifan birokrasi di semua lini pemerintahan perlu dikembangkan dan dijadikan karakter baru birokrasi yang sering berbicara dengan hati nuraninya. (Azwar)


Cibubur, 17 Juni 2025

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image