Proyek Islamic Center Rp150 Miliar, Skandal Atap Nocor Atau Anggaran Amblas: Iman Siapa yang Rapuh?
Jambi, Wartapembaruan.co.id — Aroma busuk pembangunan kembali tercium dari proyek prestisius Pemerintah Provinsi Jambi: Islamic Center. Setelah sebelumnya menuai kritik akibat kebocoran atap dan genangan air hanya beberapa bulan usai diresmikan, kini tekanan publik semakin menguat. Proyek senilai lebih dari Rp149 miliar yang diklaim telah rampung 100% secara administrasi justru menunjukkan banyak cacat fisik. Investigasi lapangan oleh Elang Nusantara membantah pernyataan Kadis PUPR bahwa genangan air berasal dari pipa tersumbat, karena jelas ditemukan kebocoran serius pada atap bangunan.
Kini, desakan untuk pengusutan hukum pun tak bisa dibendung. Risma Pasaribu, SH, Bendahara DPW PWDPI Provinsi Jambi, angkat bicara tegas:
“Kami tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja. Kami akan segera melaporkan kasus ini ke pihak penegak hukum. BPK RI harus turun lagi ke lokasi untuk audit ulang, tidak cukup dengan hanya temuan sebelumnya. Kami juga minta Jampidsus Kejagung, Jaksa Agung, dan KPK segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek ini. Surat resmi akan kami layangkan dalam minggu ini,” tegasnya.
Pernyataan ini menjadi isyarat kuat bahwa lembaga masyarakat mulai mengambil alih kontrol atas kasus yang lamban ditindak pemerintah daerah. Sorotan ini tak berhenti di sana.
Amri Mukti Mustapa, SPd, Sekjen DPW PWDPI Provinsi Jambi, juga menyatakan langkah taktis dan moral dari sisi pergerakan rakyat:
“Seluruh elemen harus bergerak bersama. Ini persoalan publik, bukan milik satu golongan saja. Jangan biarkan keserakahan dan keteledoran ini dibiarkan atau dimaklumi. Kami akan bentuk koalisi masyarakat sipil untuk memastikan kasus ini menjadi perhatian nasional. Kalau rumah ibadah saja mereka tega mainkan, bagaimana nasib proyek lainnya? Kami juga minta kontraktor diaudit menyeluruh. Kita akan buka siapa aktor utama dalam kasus ini.”
Bangunan Islamic Center kini bukan lagi tempat suci, tapi justru jadi simbol suci yang ternoda. Berdasarkan informasi yang dihimpun, struktur bangunan turun lebih dari 3 cm, kerangka atap tak sesuai spesifikasi dalam RAB, dan volume pembangunan ditemukan kurang. Bahkan, perusahaan pelaksana proyek ini—yang mengerjakan bersama PT Bumi Delta Hatten—memiliki catatan buruk dan direktur utamanya telah menjadi tersangka dalam proyek lain.
Tak hanya cacat teknis, proyek ini mengarah pada dugaan pelanggaran hukum yang serius:
• Pasal 27 ayat (1) UU No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi: penyedia wajib memenuhi standar teknis.
• Pasal 3 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001: penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
• Temuan BPK sebelumnya yang belum ditindaklanjuti secara transparan.
Armando, mahasiswa FISIPOL Unja, menyampaikan kritik tajam:
“Islamic Center seharusnya menjadi pusat spiritual dan kebudayaan. Tapi kini justru jadi monumen kemunafikan birokrasi. Jika rumah ibadah saja dikerjakan tanpa kejujuran, lalu di mana tanggung jawab mereka terhadap proyek-proyek lain yang tak terlihat mata publik?”
Kasus ini telah melewati batas wajar. Jika ada keinginan politik untuk bersih, maka:
• KPK wajib memulai penyelidikan atas dugaan penyimpangan anggaran.
• Jampidsus Kejagung harus audit konstruksi dan kontrak kerja.
• BPK-RI harus turun kembali untuk pemeriksaan mendalam atas realisasi proyek dan tindak lanjut temuan sebelumnya.
Islamic Center bukan hanya bangunan yang retak secara fisik, tapi juga menyiratkan keretakan moralitas pemerintahan. Bila gedung ibadah saja bocor karena keteledoran, lalu apa yang tidak? Jika ini dibiarkan, yang roboh bukan hanya atap—tapi kepercayaan publik.