KI Pusat dan HKTI Gelar Forum Edukasi Keterbukaan Informasi Publik
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Dalam rangka mewujudkan swasembada pangan dan kedaulatan pangan Indonesia, Komisi Informasi (KI) Pusat bekerja sama dengan Wanita Tani Indonesia (HKTI) menggelar Forum Edukasi Keterbukaan Informasi Publik bertajuk “Merdeka Akses Informasi dalam Swasembada Pangan” di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Mengawali sambutannya, Ketua Komisi Informasi Pusat, Donny Yoesgiantoro, menjelaskan bagaimana informasi dikemas, dikelola, dibuka, dan dimanfaatkan sehingga berperan penting dalam swasembada pangan.
“Akses informasi yang terbuka dan merata akan menjadi kekuatan bagi para petani, pelaku usaha, akademisi, konsumen, hingga pengambil kebijakan. Dengan informasi yang benar, para petani dapat memilih benih terbaik, menentukan waktu tanam yang tepat, dan mengantisipasi harga pasar," jelas Donny.
Muhammad Amin, Kepala Pusat Pendidikan Pertanian yang mewakili Wakil Menteri Pertanian dalam keynote speechnya menambahkan, berbagai medium bagi para petani untuk mengakses informasi yang dibutuhkan dari Kementan.
“Keterlibatan PPID di sektor pertanian ini sudah luar biasa terkait informasi yang terbuka. Oleh karena itu, kita di Kementan membuka seluas luasnya terkait informasi apa saja yang dilakukan Kementan di berbagai kanal media," jelas Amin.
Ketua Umum DPN Wanita Tani HKTI Anita Ariyani menyatakan, informasi adalah pupuk pengetahuan yang menjadikan para Wanita Tani bisa bekerja dengan cerdas.
“Wanita Tani adalah ujung tombak sekaligus penggerak penting dalam ketahanan pangan nasional. Namun fakta di lapangan menunjukkan masih banyak wanita yang bekerja di sektor pertanian belum mendapatkan akses informasi publik yang memadai baik terkait teknologi pangan, teknologi pertanian, maupun program pemerintah lainnya," kata Anita Ariyani.
Forum Edukasi yang digelar di Aula KI Pusat ini menjadi jawaban sekaligus solusi dari keresahan yang disampaikan Ketua Wanita Tani dalam sambutannya.
Acara ini menghadirkan 3 (Tiga) narasumber yakni, Samrotunnajah Ismail, Komisioner KI Pusat, Lely Pelitasari, Wakil Ketua Umum Wanita Tani HKTI dan juga Sunarma Eka Nugraha, Pimdiv. Bank Negara Indonesia (BNI).
Kehadiran multi pihak ini menjadi bentuk nyata sinergi lintas sektor. Tujuannya untuk memperkuat literasi digital pertanian dan memastikan keterbukaan informasi publik berjalan efektif di lapangan.
Ketiga narasumber tersebut sepakat menegaskan betapa pentingnya informasi didapatkan masyarakat secara terbuka dan akurat. Lely Pelitasari menegaskan “tanpa akses informasi yang terbuka, konsumen mudah terjebak dalam istilah konotasi negatif seperti contoh “oplosan’”.
Samrotunnajah dalam paparannya menyampaikan dengan memanfaatkan akses data pangan yang terbuka, petani dapat melakukan perencanaan produksi yang tepat sasaran.
“Masyarakat juga dapat mengawasi distribusi pangan secara langsung. Kebijakan pangan menjadi lebih transparan dan akuntabel. Inovasi teknologi pertanian juga berkembang lebih cepat. Hal ini memperkuat kepercayaan publik terhadap kebijakan pangan nasional," paparnya.
Berbagai solusi untuk menghadapi tantangan keterbukaan informasi dalam konteks swasembada pangan juga diungkapkan oleh ketiga narasumber yang hadir. Sunarma Eka Nugraha menyampaikan beberapa solusi nyata yang diberikan BNI.
“Dari fasilitas informasi yang diberikan biasanya Petani juga sudah mendapatkan rekomendasi apa yang harus dilakukan. Informasi mengenai kondisi tanah contohnya, yang efeknya kepada keperluan pupuk. BNI bekerjasama dengan Kementerian Pertanian menghasilkan smart farming” sebagai solusi," jelas Sunarma Eka.
Lely Pelitasari menyampaikan rekomendasi solusi dari sisi strategi pemberdayaan perempuan untuk swasembada pangan. “Latih perempuan dalam penggunaan aplikasi pertanian, data harga pasar, dan sistem informasi cuaca. Integrasikan sistem informasi pangan nasional," kara Lely.
Lely menegaskan Komisi Informasi punya peran besar terkait integrasi sistem informasi ini dalam hal penguatan PPID. Edukasi publik tentang literasi data dan hak atas informasi pangan juga penjadi titik krusial yang menurut Lely harus diperhatikan KI Pusat.
Sementara itu Samrotunnajah menyampaikan beberapa solusi diantaranya digitalisasi data pangan secara terintegrasi, pelatihan literasi informasi dan literasi digital pertanian, dan penguatan peran PPID sektor pangan.
“Kolaborasi lintas pihak perlu ditingkatkan. Terakhir dan tak kalah penting, monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi di Badan Publik terkait harus dilakukan secara berkala," kata Samrotunnajah.
KI Pusat berharap forum ini menjadi langkah awal untuk membangun ekosistem informasi pangan yang terbuka, inklusif, dan berpihak pada kepentingan publik. Dengan keterbukaan informasi publik yang kuat, Indonesia dapat mempercepat terwujudnya pangan yang berdaulat dan berkeadilan. (Azwar)