Iklan

Indonesia Jadi Pemasok Terbesar Ketiga di Dunia, Pemerintah Terus Perhatikan Aspek Keselamatan dan Kesejahteraan Pelaut

warta pembaruan
18 Februari 2021 | 8:41 AM WIB Last Updated 2021-02-18T01:41:08Z
Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Keselamatan dan kesejahteraan pelaut terus menjadi perhatian pemerintah. "Kami di Kemenko Marves memberikan perhatian khusus bagi pekerja di sektor maritim," ujar Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Basilio Dias Araujo saat memberikan keterangan pers secara virtual pada Hari Rabu (17-2-2021).

Perhatian ini bukan tanpa alasan. Menurut Deputi Basilio yang mengutip data dari Kementerian Perhubungan per tanggal 8 Februari 2021, ada hampir 1,2 juta pelaut Indonesia baik yang bekerja di kapal perikanan maupun kapal niaga. "Dari jumlah tersebut, ILO ( _International Labour Organization_) mencatat bahwa Indonesia adalah penyuplai pekerja perikanan di Indonesia," tambahnya.

Namun ironisnya, jumlah kasus eksploitasi, penelantaran atau pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bagi mereka masih cukup tinggi. "Sepanjang tahun 2017 hingga tahun 2020 tercatat ada 5.371 kasus penelantaran dan eksploitasi bagi pelaut dan awak kapal perikanan," beber Deputi Basilio.

Hal ini menurutnya masih diperparah dengan regulasi nasional yang masih belum mengacu pada regulasi internasional serta belum diratifikasinya konvensi-konvensi kunci untuk perlindungan awak kapal perikanan. "Indonesia telah meratifikasi konvensi _Port States Measures Agreement_(PSMA) melalui Perpres Nomor 4/2016 dan _Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel_ (STCW-F) melalui Perpres Nomor 18/2019, namun saat ini belum meratifikasi ILO C188 dan CTA 2012 sehingga belum memberikan perlindungan maksimal bagi _illegal, unreported and unregulated fishing_
(IUUF) dan awak kapal perikanan," ujar Deputi Basilio mencontohkan.

Sebagai kementerian koordinator yang membawahi Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Deputi Basilio mengaku telah melakukan beberapa hal untuk mengatasi permasalahan tersebut. "Kemenko Marves telah memfasilitasi Kemenhub, KKP dan Kemenakertrans   untuk mencoba memperbaiki tata kelola kepelautan sesuai aturan internasional yang ada," katanya.

Khusus untuk konvensi ILO C188 yang mengatur bentuk-bentuk perlindungan kepada awak kapal perikanan dan mekanisme untuk memastikan kapal ikan mempekerjakan awak kapal dengan kondisi yang layak, Deputi Basilio menyatakan bahwa Kemenko Marves telah mendorong Kemenakertrans bersama kementerian/lembaga terkait untuk segera meratifikasi. "Menlu sudah mengatakan ini sedang dalam proses," katanya.

Kemudian mengenai desakan beberapa pihak agar pemerintah menghentikan sementara pengiriman pekerja ke luar negeri, Deputi Basilio mengatakan hal ini bertentangan dengan kebijakan luar negeri Indonesia. "Menhub dalam _London Summit on Crew Change_ dan usulan  resolusi PBB dari Pemerintah Indonesia untuk mengizinkan turun-naiknya kru kapal agar mereka tidak tertahan di kapal melebihi ketentuan ILO maksimal 12 bulan," bebernya.

Sementara itu, PBB, sambungnya, mencatat sudah ada sekitar 400.000 ABK yang bekerja melebihi waktu 12 bulan. "Dengan demikian, pasti banyak yang stress, akhirnya ribut, dan kalau kita sering dengar, terutama di kapal-kapal ikan, banyak kejadian warga negara kita juga menjadi korban," keluh Deputi Basilio.

Usulan resolusi PBB mengenai naik-turunnya ABK, menurutnya, adalah solusi dari Pemerintah Indonesia untuk mencegah konflik-konflik di kapal yang akhirnya bermuara pada pelanggaran HAM. "Dengan komitmen ini seharusnya Indonesia tidak boleh melakukan moratorium terhadap ABK yang akan bekerja di luar negeri. Selain itu, tambahnya, pihak Kemenko Marves akan terus mendorong dan memfasilitasi penyempurnaan regulasi yang melindungi hak-hak para pelaut.

Selain dalam konteks perlindungan hak pekerja di sektor kelautan, resolusi _crew change_ di PBB untuk memfasilitasi naik-turunnya ABK, lanjut Deputi Basilio dapat menambah potensi pendapatan negara antara Rp 4,9-9,8  triliun setahun. "Bila kita bisa fasilitasi naik turunnya pelaut di Pelabuhan Batam, Merak, Bali dan Makassar maka negara akan berpotensi memperoleh masukan dari pengeluaran mereka selama di Indonesia. Tapi dalam kondisi pandemi seperti ini kita juga siapkan peralatan standar pencegahan Covid 19 sesuai aturan IMO dan WHO," tegasnya.

Lebih jauh, mengenai agen tenaga kerja kepelautan, pemerintah berupaya untuk menegakkan hak memperoleh upah yang layak bagi para ABK asal Indonesia. "Pendekatan yang dilakukan adalah menjadikan _manning agency_ sebagai partner untuk mendapatkan peluang pekerjaan yang lebih luas. Tapi kita terapkan _mutual recognition agreement_ antarpemerintah yang mensyaratkan agen ketenagakerjaan  mereka harus memberikan upah sesuai upah minimum di negara-negara tersebut, jelas Deputi Basilio.

*Tanggapan Indonesia Soal Ancaman Tiongkok Tembak Kapal di Wilayahnya*

Mengenai ancaman pemerintah Tiongkok untuk menembak kapal yang masuk ke wilayahnya, Deputi Basilio mengatakan Indonesia tidak akan gegabah merespon. "Kami dapat laporan dari Kemlu bahwa komunikasi kita dengan pihak Tiongkok terkait Laut China Selatan cukup bagus, dan tidak hanya Tiongkok, tapi Konvensi PBB tentang Hukum Laut/UNCLOS memberikan hak kepada semua negara untuk memiliki hak lintas damai  melalui laut teritorial," katanya. Intinya, pemerintah Indonesia lebih mengedepankan upaya diplomasi dalam penyelesaian konflik di perbatasan.

Biro Komunikasi
Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Indonesia Jadi Pemasok Terbesar Ketiga di Dunia, Pemerintah Terus Perhatikan Aspek Keselamatan dan Kesejahteraan Pelaut

Trending Now

Iklan