Iklan

Pengamat Pertanyakan Menaker Terlambatnya Aturan Turunan UU No 18 Tahun 2017

warta pembaruan
15 April 2021 | 11:39 AM WIB Last Updated 2021-04-15T16:07:20Z

Jakarta, Wartapembaruan.co.id -  Pemerintah masih terus menyelesaikan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), utamanya terkait aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) untuk penempatan dan pelindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing.

Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar menilai, pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah terlambat membuat aturan turunan dari UU No. 18 Tahun 2017 ini.

"Waduh, kok PP nya belum selesai juga, padahal UU 18 itu tahun 2017," kata Timboel Siregar kepada wartapembaruan.co.id terkait pemberitaan beberapa media mengenai pernyataan Menaker tentang Komitmen Pelindungan ABK Perikanan Indonesia, Rabu (14/4/2021).

Dalam pemberitaan disebutkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal berbendera asing masih rentan menjadi korban eksploitasi. Untuk meningkatkan pelindungan bagi para ABK, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus membenahi tata kelola penempatan dan pelindungan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal berbendara asing.

Menurut Timboel, seharusnya, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang menyatakan ABK kita rentan dieksploitasi, PP tersebut diprioritaskan untuk diselesaikan.

"Sangat kelamaan membuat PP nya. Kemnaker harus menginformasikan ke publik kenapa lama PP nya  selesai, apa kendalanya?," ujar Timboel mempertanyakan.

Timboel memperkirakan justru keterlambatan Presiden mengesahkan PP tersebut yang menyebabkan ABK tidak mendapat kepastian pelindungan. "Sudah seharusnya Presiden menegur bawahannya atas keterlambatan ini," tegas Timboel.

Sebelumnya Menaker Ida Fauziyah, saat menyampaikan Keynote Speech pada seminar Melindungi ABK Indonesia di Kapal Asing yang diselenggarakan oleh Indonesia Ocean Justice Initiative, di Jakarta, Rabu (14/4) 2021, mengatakan pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan pelindungan bagi awak kapal perikanan yang memang secara karakteristik lebih rentan terhadap tindak eksploitasi. "Perbaikan tata kelola ini akan mudah direalisasikan jika terdapat instrumen hukum yang mengaturnya," kata Ida.

Menurut Ida, saat ini pemerintah masih terus menyelesaikan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), utamanya terkait aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) untuk penempatan dan pelindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing. "Saat ini, rancangan PP-nya telah selesai proses harmonisasi dan telah diajukan ke Sekretariat Negara," ujar Ida.

Ida menjelaskan, RPP ini membawa harapan agar pelindungan ABK menjadi lebih lengkap/paripurna mulai dari sebelum, selama, dan setelah bekerja. Selain itu, permasalahan dualisme perizinan, lemahnya pendataan dan koordinasi antar K/L terkait, rendahnya kompetensi awak kapal perikanan kita, serta lemahnya pengawasan, diharapkan juga tidak lagi muncul.

"Substansi pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelindungan Awak Kapal, yang mana rujukan pengaturannya kita ambil, baik dari instrumen internasional, yaitu Konvensi ILO mengenai maritim (Maritime Labour Convention) dan Konvensi ILO Nomor 188 mengenai Pekerja di Sektor Perikanan, serta aturan perundang-undangan nasional terkait lainnya, seperti di bidang pelayaran, kepelautan, serta perikanan," jelas Ida.

Pihaknya juga senantiasa melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan penempatan pekerja migran, termasuk yang menempatkan awak kapal perikanan, guna memastikan perusahaan ini dalam operasionalnya tidak melakukan pelanggaran aturan.

Sementara itu, kepala BP2MI, Benny Rhamdani, menyatakan bahwa pokok permasalahan sulitnya penanganan ABK perikanan di Indonesia, yakni muaranya adalah ketidakjelasan tata kelola penempatan ABK. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya tumpang tindih dalam memberikan izin penempatan bagi awak kapal yang ingin bekerja di kapal berbendara asing.

"Kami punya harapan dari UU No.18 Tahun 2017 dan peraturan turunan dari UU ini, akan memberikan jawaban yang pasti bagi tata kelola baik bagi tata kelola maupun pelindungan bagi awak ABK perikanan Indonesia. Kuncinya adalah jika sistem sudah kita buat dan diperkuat, maka kolaborasi dan koordinasi menjadi penting dalam menangani masalah awak kapal perikanan Indonesia," tegas Benny. (Azwar)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pengamat Pertanyakan Menaker Terlambatnya Aturan Turunan UU No 18 Tahun 2017

Trending Now

Iklan