Iklan

Perbaikan Kualitas Program JHT dan JP Awal Perbaikan Hidup Lansia Indonesia ke Depan

warta pembaruan
21 Juli 2022 | 8:35 AM WIB Last Updated 2022-07-21T01:35:12Z


Oleh: Timboel Siregar (Pengamat Ketenagakerjaan/Kordinator Advokasi BPJS Watch)

Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Dalam UU SJSN, kesejahteraan paska pensiun bertumpu pada program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Konvensi ILO no. 102 tahun 1952 mendorong para pensiunan mendapatkan upah minimal 40 persen dari upah pada saat bekerja. Tentunya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) juga sangat berperan dalam mendukung kesejahteraan mereka.


Meningkatkan kualitas dan kuantitas kepesertaan Program JHT dan JP menjadi agenda penting saat ini. Dengan kualitas baik kedua program ini maka nilai JHT dan JP di masa depan, paska pensiun, akan mendukung kesejahteraan pekerja. Dengan kuantitas kepesertaan yang meningkat berarti akan semakin banyak pekerja yang dilindungi kedua program ini dan semakin banyak pekerja yang sejahtera di masa tua.

Meningkatkan kualitas program JP, Pemerintah harus melakukan perbaikan pada program JP. Iuran 3 persen harus segera dinaikkan dengan mengacu pada amanat Pasal 28 ayat (4) dan ayat (5) PP No. 45 Tahun 2015, yang penyesuaian besaran kenaikan iurannya secara bertahap menuju 8 persen. Sudah 7 tahun iuran JP tidak dinaikkan sehingga mengancam keberlangsungan program, dan nilai JP yang diambil secara lumpsum relatif rendah karena masa iur masih di bawah 15 tahun.

Untuk memastikan pekerja yang memasuki masa pensiun langsung mendapatkan manfaat pensiun maka Pasal 15 PP No. 45 Tahun 2015 harus direvisi dengan menetapkan secara langsung usia mendapatkan manfaat pensiun yaitu 56 tahun, seperti usia pengambilan JHT. Ketentuan di Pasal 15 saat ini disebutkan usia mendapatkan manfaat pensiun naik setahun setelah3 tahun.

Awal pelaksanaan JP di 2015, pada Pasal 15 disebutkan untuk pertama kali usia pensiun 56 tahun, mulai 1 Januari 2019 menjadi 57 tahun, dan usia mendapatkan manfaat pensiun tersebut bertambah 1 tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya, sampai mencapai usia 65 tahun. Dengan ketentuan Pasal 15 ini maka pekerja yang pensiun di usia 56 tahun belum tentu langsung mendapatkan manfaat pensiun, bisa menunggu sampai bertahun-tahun, antara 1 – 9 tahun. Berbeda dengan PNS dan TNI Polri yang setelah Pensiun langsung bulan depannya mendapatkan manfaat pensiun.

Terkait kepesertaan di sektor PPU Swasta/BUMN/D yang masih sekitar 13 jutaan, seharusnya Kementerian Ketenagakerjaan cq. Pengawas Ketenagakerjaan dan Disnaker seluruh Indonesia bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kepesertaan, melalui pengawasan dan penegakkan hukum.

Tidak hanya jumlah peserta JP yang dinaikkan tetapi juga dipastikan upah yang dijadikan basis pembayaran iuran adalah upah riil yang diperoleh pekerja. Oleh karenanya pencocokan data upah harus terus dilakukan dengan Ditjen Pajak, dan Sisnaker.

Untuk pekerja informal atau Bukan Penerima Upah (BPU), sudah seharusnya Pemerintah memberikan akses BPU menjadi peserta jaminan Pensiun, dengan mengacu pada Pasal 8 ayat (2) Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013. Tidak hanya BPU, JP juga diberikan kepada pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Jakon mendaftar sebagai peserta JP. Hingga saat ini jaminan pensiun hanya bisa diakses oleh pekerja penerima upah, belum bisa diikuti oleh pekerja BPU, PMI dan Jakon.

Dengan mendapatkan JP yang berkualitas maka seluruh pekerja dapat membayar iuran JKN, JKK dan JKm sehingga pekerja Indonesia tetap terlindungi sepanjang hayat.

Perbaikan kualitas program JHT dan jaminan pensiun merupakan awal perbaikan hidup lansia Indonesia ke depan. Jaminan sosial sepanjang hayat semakin terimplementasi bagi rakyat Indonesia. (Azwar)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perbaikan Kualitas Program JHT dan JP Awal Perbaikan Hidup Lansia Indonesia ke Depan

Trending Now

Iklan