Bogor, Wartapembaruan.co.id – PT Halimun Rimba Lestari (HRL), selaku pengelola Bumi Perkemahan Sukamantri yang terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), memberikan klarifikasi terkait isu pembalakan liar yang mencuat di masyarakat. Dalam pernyataan resminya kepada awak media, pada Rabu (23/4/2025) Yudhatama (Kang Yudha) selaku Manajer Operasional menegaskan bahwa aktivitas yang dilakukan di lapangan itu murni perapihan, bukan penebangan pohon secara masif.
“Kami hanya melakukan pemotongan kecil pada batang pohon tumbang atau tanaman invasif seperti kaliandra. Itu pun dilakukan secara manual tanpa alat berat karena peraturan dari balai tidak mengizinkan alat berat masuk kawasan konservasi,” ujar kang Yudha di hadapan awak media.
Ia menambahkan bahwa HRL telah mengantongi izin PBSWA resmi sejak 30 September 2024 yang dikeluarkan langsung oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memanfaatkan zona blok sarana dan pariwisata seluas 46 hektar di area Sukamantri, dengan ketentuan hanya 10% atau sekitar 4,6 hektar lahan yang boleh dibangun untuk sarana dan prasarana.
“Setiap langkah kami selalu dikomunikasikan dengan Balai TNGHS dan didampingi langsung di lapangan. Kegiatan kami juga melibatkan masyarakat desa sekitar, hingga ratusan orang turut diberdayakan dalam proses perapihan,” tambahnya.
Kang Yudha menepis tudingan bahwa pihaknya melakukan pembalakan liar. Ia menyebut bahwa belum ada satu pohon pun yang ditebang secara legal sesuai izin, meski secara aturan HRL diizinkan melakukan penebangan pohon yang mengganggu pembangunan, dengan kewajiban mengganti 100 bibit tanaman asli hutan yang ada di area.
“Yang kami lakukan adalah identifikasi pohon rawan tumbang dan pohon mati. Bahkan untuk batang pohon tumbang pun hingga kini masih kami potong-potong manual untuk diangkut, karena tak boleh dibawa keluar kawasan,” ungkapnya.
Dalam waktu dekat, HRL berencana membuka area camping untuk komunitas dan grup coorporate sebagai bagian awal dari pengembangan wisata. Peluncuran penuh yang awalnya ditargetkan pada Juni 2025 mengalami keterlambatan karena keterbatasan akses alat berat.
“Kegiatan yang akan dibuka adalah camping grouping tanpa struktur permanen, dan meminimalisasi betonisasi. Kami berkomitmen menjaga bentang alam dan kontur tanah tetap asli,” jelas kang Yudha. Ia juga menyebutkan akan ada penambahan wahana edukatif dan tenan makanan berbasis ekowisata.
Sebagai penutup, HRL mengajak masyarakat untuk tidak terburu-buru menilai. “Kami terbuka untuk masukan, dan kami harap masyarakat bisa datang langsung ke lokasi sebelum menyimpulkan. Mari kita sama-sama dukung pengembangan ini untuk memberdayakan masyarakat lokal dan menjaga kelestarian kawasan,” pungkasnya.