Dua Puluh Pokok Pikiran Draft UU Ketenagakerjaan yang Baru
Penulis: Timboel Siregar (Pengamat Ketenagakerjaan/Sekjen OPSI)
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Saat ini Panja Komisi IX DPR RI sedang membahas tentang pembuatan UU Ketenagakerjaan baru, yang merupakan amanat Putusan MK no.168 tahun 2024.
Muatan UU Ketenagakerjaan baru ini akan mencakup Klaster Ketenagakerjaan di UU no. 6 tahum 2023 junto regulasi operasionalnya, UU 13 tahun 2003, Putusan MK, dan UU terkait lainnya.
Diharapkan pembuatan UU ketenagakerjaan baru ini melibatkan masyarakat khususnya SP/SB yang berarti, bukan formalitas semata, sesuai amanat Pasal 96 UU 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan. Pelibatan partisipatif yamg berarti (meaningfull) ini sangat dibutuhkan agar Pemerintah dan DPR tidak jatuh kedua kalinya terkait putusan MK yang menyatakan UU 11 tahum 2020 tentang Cipta Kerja tidak melibatkan SP SB.
Tentang muatan UU Ketenagakerjaan yang akan dibuat ini, ada dua puluh pokok pikiran yang saya usulkan untuk dimasukkan dalam UU ketenagakerjaan baru tersebut.
Adapun pokok pikiran tersebut adalah :
1. Mengatur tentang kewajiban Pemerintah mengendalikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) maksimal 3 persen.
2. Subyek pekerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan baru ini adalah pekerja di dalam hubungan kerja dan di luar hubungan kerja termasuk pekerja kemitraan online.
Nanti mengatur hak-hak normative pekerja di luar hubungan kerja dan kemitraan.
3. Memasukkan muatan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di UU tsb
4. Mengatur tentang proses pembukaan lapangan kerja dan rekrutmen yang transparan dengan larangan meminta biaya, menahan ijazah, dsb.
5. Mewajibkan Pemerintah membuat portal pembukaan lapangan kerja yang diinput oleh seluruh Perusahaan yang akan membuka lowongan kerja.
6. Memasukkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) ke UU Ketenagakerjaan baru yang bisa memastikan setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan secara tertulis pada saat mendirikan, mengaktifkan kembali, mengubah tempat kedudukan perusahaan, atau membubarkan perusahaan.
Hal ini penting sekali agar Kemnaker memiliki data ketenagakerjaan yang menjadi sumber kebijakan dan program di bidang ketenagakerjaan. Selama ini WLKP tidak bermanfaat dan tidak dikelola dengan baik. Dengan mereformasi WLKP akan mendukung penegakkan hukum dan jaminan sosial.
7. Memastikan penyelenggaraan pelatihan kerja dengan dukungan alokasi anggaran minimal 10 persen dari total anggaran Pendidikan 20 persen dari APBN.
8. Membentuk Lembaga Pelatihan Vokasional Nasional dan Komite Pelatihan Vokasional
9. Memastikan system kerja OS dibatasi hanya untuk pekerja penunjang, dan ketentuan lebih lanjut diatur di Permenaker
10. Mewajibkan Perusahaan Alih Daya (Outsourcing) dengan sertifikasi, dan tidak memberikan ijin kepada perusahaan alih daya yang pengusahanya sudah punya masalah pelanggaran hak-hak buruh.
11. Mengembalikan aturan PKWT menjadi maksimal 3 tahun dengan sekali perpanjangan dan memperkuat aturan tentang Kompensasi PKWT
12. Memastikan seluruh pekerja (formal, informal termasuk kemitraan online) wajib ikut seluruh program jaminan sosial Kesehatan dan ketenagakerjaan, dengan kewajiban pemerintah membayar iuran untuk pekerja miskin
13. Membuka ruang pembuatan PKB dengan syarat ada SP/SB, tanpa lagi harus ada syarat minimal 50 persen + 1 karyawan
14. Mengembalikan ketentuan tentang Alasan PHK dan Kompensasi PHK ke Tingkat UU, bukan diatur di PP, apalagi Permenaker
15. Membuat Struktur Pengawas Eksternal Pengawas Ketenagakerjaan yang terdiri dari 3 unsur yang tugasnya mengawasi pengawas ketenagakerjaam, dan memiliki kewenangan melaporkan pidana bila ada korupsi dan merekomendasikan pemecatan pengawas ketenagakerjaan.
16. Membuka ruang untuk rekrutmen pengawas ketenagakerjaan dari Masyarakat sebagai PPPK
17. Perlindungan Upah dimaknai sebagai Kewajiban Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan subsidi (dapat berupa kebutuhan pokok atau uang) kepada pekerja yang memiliki upah minimum, sampai upah sebesar 10% di atas upah minimum.
18. Mengembalikan proses penetapan upah minimum dengan survey pasar.
19. Mewajibkan seluruh Perusahaan membuat LKS Bipartit, walaupun pekerjanya di bawah 50 orang
20. Memperkuat Koperasi di tempat kerja dengan dukungan Perusahaan
Kedua puluh pokok pikiran ini melengkapi norma hukum ketenagakerjaan yang sudah ada saat ini. (Azwar)
Pinang Ranti, 18 Juni 2025