BREAKING NEWS

Ketahanan Pangan Jakarta Bergantung pada Food Station, Ini Strateginya


Jakarta, Wartapembaruan.co.id
– Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Food Station Tjipinang Jaya selama lebih dari setengah abad telah menjadi bagian penting dari urat nadi ketahanan pangan di DKI Jakarta. 

Lembaga ini bukan sekadar distributor beras, melainkan juga penggerak stabilitas harga, penjaga ketersediaan pangan, sekaligus penyedia layanan publik yang menyentuh langsung masyarakat.

Terkait peran dan fungsi Perumda Food Station Tjipinang Jaya, Ketua Dewan Pembina Jaya Center Foundation dan Yayasan Jakarta Menyala Center, Budi Mulyawan mengatakan bahwa Food Station punya peran vital.

"Bukan hanya sebagai badan usaha milik daerah, tapi juga sebagai penyangga sosial dan ekonomi masyarakat Jakarta,” ujar Budi Mulyawan melalui keterangan resminya, Minggu (8/9/2025).

Menurut Budi, urgensi pendirian Food Station pada dasarnya berangkat dari kebutuhan kota besar yang rentan terhadap fluktuasi harga dan distribusi pangan. Dengan hadirnya lembaga ini, Pemprov DKI Jakarta dapat menjaga stabilitas harga, memastikan akses pangan merata, hingga mendukung ekonomi lokal dengan menggandeng petani dan pemasok dalam negeri. 

“Beras adalah komoditas strategis. Bila distribusinya terganggu, bukan hanya ekonomi rumah tangga yang goyah, tapi stabilitas sosial pun bisa terancam,” tambahnya.

Selain fungsi ekonominya, Food Station juga menjalankan fungsi sosial. Program beras subsidi untuk masyarakat kurang mampu, stok pangan strategis untuk menghadapi hari besar, hingga kerja sama dengan petani lokal menjadi bukti bahwa peran lembaga ini melampaui sekadar bisnis.

“Kita melihat Food Station hadir bukan hanya untuk mencari untung, tetapi juga untuk melindungi masyarakat rentan,” tegas Budi.

Sedangkan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menekankan pentingnya dukungan penuh pemerintah daerah terhadap Food Station. 

“Kami serius dukung Food Station agar masyarakat Jakarta dipastikan benar-benar dapat manfaat atas program yang dijalankan, sekaligus sebagai antisipasi bila terjadi krisis pangan di Jakarta,” ujarnya dalam sebuah kesempatan.

Meski demikian, Budi tak menutup mata bahwa masih ada sejumlah kendala yang dihadapi. Keterbatasan infrastruktur pergudangan, fluktuasi harga akibat faktor global, hingga persaingan dengan pasar swasta menjadi tantangan nyata. 

Belum lagi kasus-kasus yang sempat mencuat, mulai dari keterlambatan distribusi, keluhan kualitas beras, hingga polemik pengadaan. 

“Semua itu harus dijadikan pembelajaran agar manajemen lebih transparan, profesional, dan akuntabel,” katanya.

Terkait isu kartel, Budi menegaskan bahwa tidak ada indikasi praktik semacam itu di tubuh Food Station. 

Namun, ia mengingatkan pentingnya keterbukaan informasi dan tata kelola yang baik agar kepercayaan publik tetap terjaga.

Manfaat keberadaan Food Station, kata Budi, sejatinya sudah dirasakan masyarakat. Dari harga pangan yang lebih stabil, akses yang lebih mudah, hingga ketersediaan beras yang relatif terjamin, semuanya menjadi bukti nyata kontribusinya. 

Apalagi, Pemprov DKI Jakarta mendukung penuh melalui program pangan bersubsidi, kebijakan harga, hingga pembangunan infrastruktur gudang dan transportasi.

Dari sisi manajemen, Food Station disebut sudah cukup matang. Struktur organisasi yang jelas, penerapan prinsip Good Corporate Governance, hingga sistem pengendalian internal yang ketat menjadi fondasi yang perlu terus diperkuat. 

“Yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana SDM di dalamnya bisa lebih inovatif dan adaptif terhadap perubahan pasar,” tutur Budi.

Permodalan Food Station sebagian besar berasal dari penyertaan modal Pemprov DKI Jakarta, pendapatan operasional, serta kerja sama dengan pihak swasta. 

Sementara keuntungan diperoleh dari penjualan pangan, jasa pergudangan, dan distribusi. 

Namun, Budi mengingatkan, sebagai Perumda, Food Station tidak boleh hanya mengejar profit. 

“Orientasi utamanya tetap pada pelayanan publik. Kalau ada keuntungan, itu bonus untuk memperkuat layanan,” ujarnya.

Budi juga menekankan pentingnya penataan ulang Food Station agar lebih efisien, berkualitas, dan mampu menjawab tantangan zaman. 

Menurutnya, masyarakat bisa ikut terlibat bukan hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai mitra bisnis, karyawan, hingga pemasok. 

“Keterlibatan publik akan membuat Food Station lebih hidup dan membumi, karena ini sejatinya lembaga milik kita bersama,” tutupnya.**

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image