Sidang Gugatan Ganti Rugi Akibat Pendirian Tembok Permanen yang Melibatkan Budiharjo Alias Acok Kembali Digelar Di PN Kota Jambi
Jambi, Wartapembaruan.co.id - Sidang gugatan ganti rugi akibat pendirian tembok permanen yang melibatkan Budiharjo alias Acok kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, 27 Agustus 2025.
Perkara ini diajukan Pendi selaku penggugat terhadap Budiharjo dan Hendri selaku tergugat, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku turut tergugat. Gugatan berawal dari pendirian tembok permanen yang menutupi pintu gerbang keluar masuk truk dan akses jalan juga dipagar, sehingga menyebabkan kerugian yang luar biasa terhadap bisnis Penggugat.
Dalam sidang kali ini, Tergugat menghadirkan Saksi Ahli dari notaris Irwan Santosa. Majelis hakim yang diketuai Deny Firdaus, didampingi hakim anggota Suwardjo dan Otto Edwin, memutuskan bahwa sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pengukuran ulang objek tanah. Hakim meminta agar penggugat membuat surat permohonan pengukuran ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui kewenangan hakim.
Namun Keputusan tersebut menuai keberatan dari pihak penggugat. Menurut Unggul Garfli kuasa hukum pendi, saran pengukuran ulang tidak logis, karena muncul ketika sidang sudah berada di tahap kesimpulan. Ia mengungkapkan sejak awal pihaknya justru memohon kepada majelis menghadirkan BPN untuk memberikan keterangan resmi. Namun permohonan itu ditolak majelis hakim dengan alasan adanya aturan Perma yang menyatakan hakim tidak bisa lagi melakukan pemanggilan.
“Ini janggal, di satu sisi hakim menolak menghadirkan BPN, tapi di sisi lain justru menyarankan pengukuran ulang. Ada apa sebenarnya?” tegasnya Unggul
Padahal bukti yang diajukan penggugat valid. Bahkan saksi Citra Oki selaku pihak BPN yang berwenang sudah dengan tegas memberikan kesaksian di pengadilan bawah sumpah di persidangan dan menyatakan dengan jujur, benar, dan tegas bahwa tembok yang dibuat tergugat berada di lahan milik penggugat (Pendi). Atas dasar itu, saran majelis hakim untuk melakukan pengukuran ulang tidak ada relevansinya dengan gugatan kerugian yang dialami penggugat. Apalagi pihak turut tergugat (BPN) sudah membenarkan hasil ukur ulang tersebut dan tidak memberikan sanggahan.
“Kami menduga ini ada kesengajaan Hakim yang bertindak seakan-akan menjadi kuasa hukum tergugat. Pengukuran ulang mestinya itu permintaan tergugat, bukan kami. Dan kalaupun ada permintaan pengukuran ulang dari pihak tergugat, hakim seharusnya menolak. Ini bukan lagi masalah pembuktian tanah. Dari SHM no 3594 dan 3595 an Pendi tergambar dengan jelas sebelah utara berbatasan dengan jalan.” kata Unggul.
Sebelum masuk ke sidang pokok perkara, hakim mediasi , Tatap Urisima Situngkir, sudah menyarankan kepada kedua belah pihak untuk melakukan pengukuran ulang tetapi dari pihak tergugat menolak dan mengatakan bahwa sudah diukur ulang tahun 2023, untuk apa diukur ulang, pakai itu saja. Artinya tergugat sudah terima hasil pengukuran ulang tahun 2023. Dan apabila tergugat tidak terima dengan hasil pengukuran ulang tersebut seharusnya tergugat dari awal gugat ke PTUN untuk membatalkan pengukuran ulang dan Sertifikat (SHM) Pendi yang sebelah utara tergambar jalan.
Situasi ini semakin menambah kecurigaan terhadap jalannya perkara. Ia menduga keputusan majelis hakim untuk melakukan pengukuran ulang berkaitan dengan laporan pidana yang juga tengah menjerat Budiharjo,mengingat Budiharjo Alias Acok sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik Polresta Jambi dan saat dijemput paksa Budiharjo tidak berada di rumah, namun hingga kini belum ada perkembangan dari penyidik Reskrim Polresta Jambi.
Dengan terus bergulir nya perkara di pengadilan ini, dipastikan menjadi alasan Penyidik untuk menunda perkara pidana Budiharjo. Aroma tak sedap sudah tercium sejak awal perkara ini digelar, kongkalikong antar penegak Hukum membuat perkara ini seharusnya mudah menjadi sulit, seharusnya gampang justru dibuat Rumit," Ujar Unggul Geram.