Ketika Dunia Terlalu Cepat untuk Tubuh Kecil: Kisah Pejuang Seckel Syndrome
Jakarta, Wartapembaruan.co.id — Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat, ada sekelompok kecil manusia yang berjuang keras untuk sekadar menyesuaikan langkah. Mereka adalah anak-anak dengan Seckel Syndrome kelainan genetik langka yang menyebabkan tubuh tumbuh jauh lebih kecil dari ukuran normal, disertai dengan ukuran kepala yang lebih kecil (mikrosefali), serta perkembangan fisik dan intelektual yang berbeda dari kebanyakan anak seusianya.
Di Indonesia, kisah mereka nyaris tak terdengar. Publik baru-baru ini dibuat tersentak oleh kemunculan beberapa kasus Seckel Syndrome yang mencuri perhatian di media sosial. Minimnya data, penelitian, dan perhatian publik membuat penderita Seckel Syndrome seolah “tak terlihat” di tengah masyarakat. Banyak orang tua bahkan baru mengenal nama penyakit ini ketika dokter menyatakannya pada anak mereka.
Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan genetika, biaya terapi yang tinggi, serta minimnya fasilitas pendidikan inklusif yang mampu memahami kebutuhan anak-anak dengan kondisi langka seperti ini. Tak jarang, orang tua harus berjuang sendiri menghadapi ketidakpastian medis dan tekanan sosial tanpa dukungan memadai.
Namun, di balik tubuh kecil itu tersimpan semangat yang luar biasa besar. Banyak anak dengan Seckel Syndrome di Indonesia menunjukkan kegigihan yang menginspirasi. Mereka berusaha belajar, tertawa, dan menikmati dunia yang kadang terlalu cepat berlari di depan mereka. Sementara itu, para orang tua menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, menavigasi berbagai tantangan dari biaya perawatan, stigma sosial, hingga pandangan masyarakat yang belum sepenuhnya memahami.
“Anak kami bukan untuk dikasihani, tapi untuk dihargai,” ujar salah satu orang tua anak dengan Seckel Syndrome di Jakarta. “Mereka berhak tumbuh dan bahagia seperti anak lainnya.”
Dunia mungkin terlalu cepat, tapi bukan berarti mereka harus tertinggal. Anak-anak dengan Seckel Syndrome berhak tumbuh dalam lingkungan yang menerima dan menghargai keberagaman. Mereka membutuhkan dukungan konkret: program pemeriksaan dini, edukasi bagi tenaga medis dan masyarakat, serta kebijakan publik yang berpihak pada penyandang penyakit langka.
Sudah saatnya masyarakat berhenti memandang mereka dengan rasa iba, dan mulai menatap mereka dengan rasa hormat sebagai pejuang kehidupan, bukan sekadar penderita penyakit.

