Harga Minyak Sumur Rakyat Makin Liar, Permen ESDM Bahlil Lahadalia Belum Menjawab Kegaduhan di Lapangan
Jambi, Wartapembaruan.co.id — Memasuki akhir tahun 2025, polemik legalisasi sumur minyak rakyat kembali memanas. Meski Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, implementasinya dinilai belum memberi kepastian. Di sejumlah daerah, termasuk Jambi, harga minyak mentah justru melonjak tajam di pasar gelap hingga Rp1,6 juta per drum, jauh di atas kondisi sebelum aturan diterapkan.
Pantauan media menunjukkan bahwa semakin banyak sumur rakyat yang beroperasi, harga bukannya turun — tetapi justru naik. Kondisi ini memicu pertanyaan besar: apakah legalisasi sumur rakyat sudah berjalan sesuai aturan, atau justru membuka ruang baru bagi praktik tidak resmi?
Permen ESDM 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Migas ditetapkan awal Juni 2025, dengan pokok pengaturan sebagai berikut:
Pengelolaan sumur rakyat wajib dilakukan melalui BUMD, koperasi, atau UMKM sebagai mitra resmi.
Pengeboran sumur baru dilarang; negara hanya mengakui sumur yang sudah terdata dalam inventaris resmi.
Seluruh produksi harus diserahkan kepada kontraktor migas (KKKS) atau Pertamina dengan mekanisme harga berdasarkan Indonesian Crude Price (ICP).
Kegiatan produksi wajib memenuhi standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), lingkungan hidup, dan ketentuan teknis migas.
Namun di lapangan, banyak sumur rakyat diduga masih beroperasi tanpa skema resmi, dan penjualan minyak secara bebas masih terjadi. Ketiadaan penegakan yang konsisten membuat regulasi seolah kehilangan fungsi pengendalian.
Sebelum terbitnya regulasi, harga minyak mentah dari sumur rakyat relatif stabil. Kini, setelah aturan hadir namun implementasi berjalan lambat, harga justru melonjak hingga menembus Rp1,6 juta per drum.
Fakta ini mengindikasikan:
1. Penjualan minyak belum terkontrol dalam kanal resmi,
2. Pengeboran baru ilegal masih terjadi,
3. Rantai distribusi dikuasai pihak tertentu sehingga menciptakan kelangkaan buatan dan spekulasi harga.
Tanpa pengawasan yang tegas, legalisasi justru bisa dimanfaatkan untuk melegitimasi operasi yang tidak memenuhi unsur kepatuhan hukum.
Jika situasi saat ini dibiarkan, sejumlah pelanggaran hukum dapat menguat, antara lain:
Eksploitasi sumber daya alam tanpa izin,
Penjualan hasil tambang ilegal,
Tidak dipenuhinya standar teknis dan lingkungan,
Kerugian negara karena hilangnya penerimaan dari sektor migas rakyat.
Peraturan Menteri sudah ada, namun tidak ada gunanya tanpa penegakan hukum, audit lapangan, dan verifikasi ketat terhadap sumur yang benar-benar layak dilegalkan.
Alih-alih menyejahterakan masyarakat, lambannya implementasi aturan justru membuat:
Pelaku sumur rakyat bekerja dalam zona abu-abu,
Harga minyak tidak terkendali,
Perusahaan migas kesulitan menyusun proyeksi produksi,
Pemerintah daerah tidak memiliki dasar tegas untuk menata operasi lapangan.
Situasi ini menandai ketidakhadiran negara dalam memastikan pengelolaan sumur rakyat berjalan tertib dan aman.
Permen ESDM 14/2025 telah memberikan payung hukum bagi legalisasi sumur rakyat. Namun, fakta kenaikan harga minyak hingga Rp1,6 juta per drum, maraknya aktivitas tanpa izin, serta lemahnya sosialisasi dan pengawasan menunjukkan bahwa regulasi belum menjawab kegaduhan di lapangan.
Selanjutnya, ruang terbuka lebar bagi Anda untuk menyusun opini hukum, termasuk analisis pelanggaran administratif, pidana migas, potensi kerugian negara, dan evaluasi efektivitas Permen ESDM 14/2025.
