Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Simpul Aktivis Angkatan 98 (Siaga 98) prihatin dengan Putusan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Garut terhadap 4 Petani Cisaruni, Saepudin dkk) yang tergabung dalam Serikat Petani Cisaruni (SPC) dengan memutus menyatakan bersalah dan memidana 10 Bulan, melebihi tuntutan (Ultra Petita) Jaksa selama 5 Bulan. "Terhadap keputusan itu, Siaga 98 memandang Hakim buta dan tuli terhadap keadaan yang sebenarnya terjadi dan sedang berkembang dalam persoalan tersebut," ungkap Koordinator Siaga 98 Hasanuddin dalam keterangan pers, Selasa (7/02/2023).
"Persoalan tersebut sesungguhnya bukanlah ranah pidana. Sebab ini adalah konflik pertanahan atau agraria antara masyarakat petani penggarap dengan pihak PTPN VIII Kebun Cisaruni. Konflik ini dalam ruang lingkup peraturan terkait reforma agraria," lanjut Hasan.
Dan dalam perkembangannya, antara masyarakat petani penggarap dan Direksi PTPN VIII sudah tercapai kesepahaman penyelesaian secara musyawarah.
"Musyawarah ini telah mencapai kesepakatan bahwa diselesaikan secara musyawarah dan kerjasama antara petani dan PTPN VIII," jelasnya.
Sehingga putusan majelis hakim apalagi ultra petita tidak hanya mencederai rasa keadilan, melainkan membentuk disparitas antara putusan pengadilan dengan fakta aktual di masyarakat dan pihak perkebunan.
Ditambahkan Hasan kembali, "Mestinya hakim mempertimbangkan dinamika sosial di masyarakat, sebab hukum bukanlah seperangkat aturan semata dan putusan hakim tidak sekadar hakim menjalankan profesinya dalam memutus perkara tanpa memperdulikan kondisi sosial dan kenyataan serta rasa keadilan masyarakat."
Jika Hakim pada PN Garut membaca secara seksama perkara ini, dan belajar dari masa lalu sejarah konflik pertanahan di Kabupaten Garut, semestinya para petani tersebut dibebaskan.
"Putusan Ultra Petita seperti ini bukan malah membangun ketertiban di masyarakat, malah akan memicu kekacauan dan ketidakpastian hukum. Demi Keadilan," tutup Hasanuddin.