Keseruan Menyambut Hari Anak Nasional, Edukasi Rokok dan Bahaya Rokok melalui Permainan Tradisional
Jakarta, Warrapembaruan.co.id - Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2025, Lentera Anak berkolaborasi bersama komunitas Traditional Games Return (TGR) dan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) menggelar acara bermain gembira bersama anak, untuk mengenalkan rokok dan bahaya rokok dengan menggunakan permainan tradisional.
Acara ini berlangsung di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Beringin, Rawasari, Jakarta Pusat, melibatkan 30 anak usia 5-16 tahun, 9 orang kakak pendamping kelompok, dan 6 orang fasilitator bermain.
Penggagas acara ini adalah *Aghnina Wahdini, Social Media Officer Lentera Anak*, yang juga sebagai *Duta Denormalisasi Rokok dari SEATCA*.
Menurut Nina, panggilan akrabnya, permainan tradisional bukan sekedar hiburan, tapi juga alat membangun interaksi sosial, kreativitas, dan aktivitas fisik.
“Melalui permainan tradisional kami ingin anak-anak merasakan kebahagiaan bermain di alam terbuka, sekaligus membangun kesadaran tentang bahaya rokok dan siasat industri rokok dalam memasarkan produknya,” ujar Nina.
Sebagai pendiri Komunitas Traditional Games Return (TGR), sejak 2016 Nina menggelar berbagai program agar anak tidak teradiksi gawai dan mau bermain.
“Kami fokus pada hak bermain anak melalui berbagai permainan tradisional sambil melestarikan warisan budaya,” kata Nina.
Biasanya anggota TGR berkunjung ke ruang publik, seperti RPTRA, atau ke sekolah untuk mengenalkan permainan tradisional. Juga memanfaatkan platform Meta, seperti Instagram, WhatsApp, dan Facebook untuk menjalin lebih banyak kolaborasi. Di akun Instagram @tgrcampaign, ia mengkampanyekan “Lupakan Gadgetmu, Ayo Main di Luar”.
Khusus menyambut Hari Anak Nasional 2025, Nina dan komunitas TGR khusus menggelar permainan edukasi tentang rokok agar anak-anak paham bahaya rokok. Di acara bermain gembira di RPTRA Beringin, Nina mengemas permainan edukasi tentang rokok melalui permainan tradisional di enam pos game edukasi.
Di setiap pos game edukasi, anak-anak bermain sekaligus belajar. Seperti di pos 1, anak-anak bermain Ular Tangga sambil belajar tentang perokok pasif. Di pos 2 anak-anak bermain Engklek tentang strategi manipulatif industri rokok menyasar anak. Di pos 3 anak-anak bermain Hula Hoop sambil mempelajari bahaya sampah rokok. Lalu di pos 4, anak bermain Balogo untuk mengenal dan menolak berbagai jenis produk tembakau. Di pos 5 mereka belajar tentang Kawasan Tanpa Rokok sambil belajar Petak Umpet. Dan di pos 6 anak-anak bermain telepon kaleng atau pesan berantai untukk menyampaikan pesan tentang bahaya rokok.
Kakak pendamping kelompok dan fasilitator bermain memandu anak-anak dengan penuh semangat. Mereka juga memberikan sejumlah pertanyaan. Jika anak menjawab benar, mereka akan langsung mendapat hadiah. Suasana di setiap pos game edukasi sangat meriah. Anak-anak tidak hanya menikmati permainan di setiap pos, tapi juga riuh menjawab pertanyaan dari kakak pendamping kelompok.
Di akhir permainan, anak-anak melukiskan harapan mereka dalam bentuk coretan tentang pentingnya hidup sehat dari rokok melalui media layang-layang.
Ada anak yang menghias layang- layang dengan gambar rokok yang dicoret dan menambahkan tulisan "Rokok bikin Sakit". Ada juga anak yang menghias dengan coretan "Rokok Berbahaya".
Nina menjelaskan, edukasi bahaya rokok ini penting ditanamkan sejak usia dini untuk melindungi anak dari siasat pemasaran industri rokok yang menyasar anak.
“Industri rokok membuat kemasan rokok sangat unik, dan dipromosikan dengan kreatif. Ini menjadikan rokok terlihat normal di mata anak. Padahal rokok mengandung 7.000 bahan kimia berbahaya, dan 70 zat diantaranya sebagai penyebab kanker,” jelas Nina.
Ia menyatakan, Pemerintah sudah mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Tapi banyak warung dekat sekolah yang masih menjual rokok eceran tanpa pengawasan.
“Bahkan di warung-warung, rokok ditempatkan sejajar dengan makanan anak, seperti permen dan camilan. Ini sangat berbahaya karena bisa mengaburkan bahaya rokok, padahal rokok bersifat adiktif dan faktor resiko penyakit tidak menular,” katanya.
Tidak heran, tambah Nina, jika jumlah perokok anak terus meningkat. Data Kemenkes menyebutkan jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dan sebanyak 7,4 persen adalah kelompok usia 10–18 tahun. Begitu pula prevalensi perokok elektronik usia 10-18 tahun meningkat hampir 10 kali lipat dalam 2 tahun (2016-2018).
Kondisi ini menurut Nina harus menjadi perhatian serius Pemerintah dan masyarakat. Ia berharap peringatan Hari Anak Nasional 2025 dapat menjadi momentum untuk semakin menjauhkan anak dari rokok.
“Anak berhak mendapat perlindungan hak kesehatan tertinggi dan terlindungi dari segenap informasi menyesatkan dan membahayakan, yang kesemuanya bertujuan untuk mewujudkan kepentingan terbaik bagi anak,” pungkas Nina (Azwar)