BREAKING NEWS

Legalitas Sumur Minyak Rakyat: Angin Segar bagi Masyarakat Jambi, Tantangan Baru bagi Tata Kelola Energi dan Lingkungan


Jambi, Wartapembaruan.co.id
  — Legalitas yang kini mulai diberikan kepada aktivitas eksploitasi minyak rakyat ibarat oase di tengah gurun kebuntuan kebijakan energi nasional. Selama bertahun-tahun, ribuan masyarakat di kawasan kaya migas seperti Sumatera Selatan dan Jambi menggantungkan hidup dari pengelolaan sumur minyak tua secara tradisional. Namun, aktivitas ini kerap berlangsung dalam bayang-bayang kriminalisasi hukum, tanpa perlindungan sosial maupun kerangka regulasi yang jelas.

Kegiatan pengambilan minyak dari sumur-sumur rakyat tersebut sejatinya merupakan respons spontan masyarakat terhadap ketimpangan akses terhadap sumber daya alam di daerah mereka sendiri. Sayangnya, karena dijalankan secara mandiri dan tanpa standar operasional yang memadai, praktik ini juga menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan sekitar, mulai dari pencemaran tanah dan air, hingga potensi ledakan dan kebakaran yang kerap kali merenggut nyawa.

Menjawab realitas ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan terobosan penting dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Melalui kebijakan ini, pemerintah memberikan legalitas terbatas bagi sumur-sumur rakyat yang telah beroperasi lama, guna mengintegrasikan mereka ke dalam sistem energi nasional secara bertanggung jawab.

“Legalitas itu diberikan karena banyak sumur minyak rakyat yang sudah lama berjalan, tetapi statusnya ilegal. Maka dari itu kita buat regulasinya agar mereka dapat bekerja secara benar, menjaga lingkungan, dan tidak dihantui ancaman hukum,” ujar Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, dalam konferensi pers, Sabtu, 28 Juni 2025.

Data pemerintah menunjukkan bahwa produksi harian dari sumur minyak rakyat berkisar antara 15.000 hingga 20.000 barel per hari, angka yang cukup signifikan dalam mendukung target nasional lifting minyak. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menekan praktik penjualan minyak ilegal, sekaligus meningkatkan penerimaan negara dan memperbaiki tata kelola sektor energi.

Kebijakan ini juga memantik respons positif dari kalangan profesional dan akademisi muda di daerah. Nusantara, pemuda asal Jambi yang merupakan alumnus Universitas Indonesia dan saat ini berkiprah sebagai Social Developing Specialist, menyambut baik langkah tersebut.

“Saya sangat mengapresiasi kebijakan ini. Jambi adalah wilayah yang luar biasa kaya akan cadangan energi, khususnya minyak bumi. Namun berdasarkan riset kami di lapangan, aktivitas pertambangan masyarakat belum menyentuh 30% dari total potensi yang ada. Legalisasi ini bisa menjadi jembatan penting untuk membangun model pengelolaan energi yang partisipatif dan berkeadilan,” terang Jagad.

Jagad juga menekankan perlunya pendekatan kolaboratif antara masyarakat dan korporasi migas (KKKS), agar eksploitasi sumur minyak rakyat dapat dilakukan secara aman, efisien, dan ramah lingkungan. Menurutnya, tanpa pengawasan dan transfer teknologi yang memadai, legalisasi ini justru bisa membuka celah baru bagi kerusakan ekologis dan konflik sosial.

Senada dengan itu, Kepala SKK Migas Djoko Siswanto menjelaskan bahwa saat ini pihaknya tengah memetakan titik-titik sumur minyak rakyat di seluruh Indonesia untuk menentukan apakah lokasi-lokasi tersebut berada dalam wilayah kerja KKKS. Jika berada di dalam, akan didorong kerja sama teknis dan pembinaan. Jika di luar, SKK Migas akan memperluas koordinat kerja KKKS terdekat untuk menjangkau wilayah tersebut.

Saat ini, SKK Migas juga tengah menyusun petunjuk teknis pengelolaan sumur minyak rakyat, yang akan menjadi panduan implementatif dari Permen ESDM No. 14 Tahun 2025. Petunjuk ini akan mengatur mekanisme kerja sama, penjualan hasil produksi, serta standar keselamatan dan lingkungan yang harus dipenuhi.

Sebagai contoh konkret, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, mencatat lebih dari 7.700 titik sumur yang dikelola oleh sekitar 231 ribu warga. Bahkan menurut Apriyadi, Sekretaris Daerah Muba, jumlah sumur eksisting di wilayahnya diperkirakan mencapai lebih dari 12 ribu titik yang tersebar di berbagai kecamatan.

“Ini bukan sekadar aktivitas liar. Masyarakat selama ini mengelola karena tidak ada pilihan lain. Dengan legalisasi dan bimbingan teknis, kami berharap pengelolaan sumur-sumur ini bisa lebih tertib, aman, dan memberikan kontribusi positif bagi daerah,” tegas Apriyadi.

Menuju Energi Berkeadilan dan Berkelanjutan

Legalitas sumur minyak rakyat sejatinya bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal dari tantangan baru dalam rekonstruksi sistem energi nasional yang inklusif. Regulasi ini patut diapresiasi, namun implementasinya harus dikawal ketat agar tidak sekadar menjadi legitimasi formal tanpa keadilan ekologis.

Pemerintah, korporasi, masyarakat, dan kelompok sipil harus duduk satu meja, membangun tata kelola energi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjamin keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan generasi masa depan.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image