Permen 14/2025: Janji Menjual Minyak Rakyat ke Pertamina Belum Terlaksana — Siapa yang Menanggung Kerugian?
Jambi, Wartapembaruan.co.id - Pada pertengahan 2025, Pemerintah melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia merilis Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Regulasi ini membuka ruang legalisasi bagi sumur minyak rakyat melalui pola kemitraan antara KKKS, BUMD, koperasi, dan UMKM.
Salah satu narasi publik yang digembar-gemborkan adalah bahwa mulai 1 Agustus 2025, masyarakat yang memiliki sumur minyak dapat menjual hasil produksinya ke Pertamina, sehingga hasil produksi tersebut terserap dalam sistem resmi migas nasional. Namun sampai tanggal 8 Oktober 2025 (saat ini), klaim tersebut belum tampak implementasinya secara nyata.
Temuan & Pertanyaan Kritis
1. Tidak Ada Buktinya Penjualan ke Pertamina
Sejauh ini belum ada laporan resmi publik dari SKK Migas, Dirjen Migas, atau Pertamina yang menunjukkan volume minyak rakyat yang telah diserap oleh Pertamina melalui skema Permen 14/2025. Penelusuran dokumen formal pun menunjukkan bahwa Permen 14/2025 lebih banyak mengatur mekanisme kemitraan dan pengelolaan sumur rakyat ketimbang mewajibkan Pertamina langsung membeli minyak rakyat secara massal.
Artinya, janji publik kepada masyarakat belum menjadi kenyataan.
2. Kemana Minyak itu Dijual Jika Tidak ke Pertamina?
Jika masyarakat pengeboran minyak tidak menjual kepada Pertamina (karena belum ada skema penyerapan resmi), maka secara praktis mereka terutama di daerah-daerah tengah-malam yang jauh dari regulasi pusat kemungkinan besar masih menjual ke:
Kilang atau penyuling ilegal (refinery kecil tak resmi) yang menerima minyak “gelap”
Pedagang minyak mentah lokal yang kemudian menyalurkannya ke pasar domestik atau luar negeri
Jaringan distribusi “abu-abu”/gelap yang tidak tercatat dalam neraca migas nasional
Dalam praktik migas tradisional, sumur rakyat atau sumur ilegal selama ini memang sering menjual ke kilang ilegal atau saluran pasar gelap, sehingga minyak “hilang” di luar sistem negara.
3. Potensi Kerugian Negara & Hilangnya Lifting Tambahan
Jika minyak rakyat yang semestinya diserap tak tercatat ke sistem nasional, maka potensi lifting tambahan negara tidak terwujud. Angka berapa ribu barel yang hilang sulit dipastikan karena tidak ada catatan resmi.
Lebih jauh, jika kebakaran sumur terjadi (baik sumur ilegal maupun yang masuk dalam skema Permen 14/2025 tapi belum terkelola dengan standar teknis baik), maka:
Penanggung jawab resiko lingkungan dan keselamatan belum jelas
Negara sulit meminta pertanggungjawaban jika sumur tak resmi
Masyarakat lokal atau kontraktor kecil bisa jadi pihak yang menanggung beban (tanggung jawab hukum, biaya pembersihan, kerusakan sosial)
4. Siapa yang Bertanggung Jawab?
Berdasarkan skema regulasi Permen 14/2025 dan praktik kebijakan migas sebelumnya, berikut pihak-pihak yang dapat dipertanyakan pertanggungjawabannya:
Pihak Potensi Kewajiban / Pertanggungjawaban
Kementerian ESDM / Menteri Membuat regulasi yang jelas, memastikan implementasi, mengawasi proses inventarisasi dan integrasi penyerapan minyak rakyat. Jika regulasi belum diikuti pelaksanaan, pemerintah pusat bisa bertanggung moral dan administratif.
SKK Migas / Dirjen Migas Dalam praktik migas, lembaga ini yang seharusnya merancang mekanisme teknis agar produksi rakyat dapat dialirkan ke sistem migas formal, mengawasi produksi, dan mengatur integrasi ke distribusi nasional.
Pertamina (jika ikut dalam skema) Jika sudah membuat perjanjian pembelian tetapi tidak mengeksekusi penyerapan, bisa ditagih kewajiban. Namun hingga kini belum ada bukti Pertamina mengambil minyak rakyat melalui Permen 14/2025.
Kontraktor Migas (KKKS) Jika terlibat dalam kerja sama pengelolaan sumur rakyat, harus bertanggung dalam menjaga standar teknis, keselamatan, dan pencatatan produksi.
Pemerintah Daerah / BUMD / Koperasi setempat Dalam proses inventarisasi dan kerja sama lokal, daerah ikut berperan. Bila mereka gagal mengawasi atau memfasilitasi integrasi, ada tanggung jawab lokal.
Pelaku illegal / penyuling/kilang ilegal Jika tetap ada aktivitas ilegal, pelaku harus ditindak dan diusut. Tapi ini lebih ke ranah penegakan hukum.
Dengan kata lain, bila terjadi kebakaran sumur rakyat atau sumur ilegal—apalagi yang sudah diajukan legalitas tapi belum efektif pengelolaannya—tanggung jawab bisa menyebar ke pihak pusat, daerah, dan pelaku teknis di lapangan.
Contoh Pernyataan & Bukti Kebijakan Bermasalah
Kompasiana menyinggung bahwa Permen 14/2025 adalah pedang bermata dua: “ada sisi positif … namun potensi dampak negatif kalau tak diantisipasi dengan tepat.”
Artikel “Reformasi Tata Kelola Migas” menyebut bahwa regulasi itu bertujuan optimasi sumur tidak produktif dan memberi kepastian hukum, namun belum jelas skema penyerapan minyak rakyat secara konkret.
Penasil et menulis bahwa sumur rakyat akan diinventarisasi dan dikelola lewat BUMD/kooperasi/UMKM, dan kilang ilegal akan ditutup. Namun belum ada langkah nyata menjual langsung ke Pertamina seperti yang digembar-gemborkan.
Kementerian ESDM pun menyatakan bahwa regulasi ini dilahirkan sebagai “jalan tengah” agar praktik ilegal bisa dibenahi dan bahan minyak rakyat masuk sistem.
