SENA WARTAWAN
Oleh :Wikoe Sapta
Saya nyaris terlelap, jam 15.00 WIB, pada Minggu semalam. Dering telepon jadul (poliponic) persis di sebelah bantal, berdering. Suaranya nyaring, menggangu telinga.
Saya angkat telepon itu. Dari seberang, seorang teman mengingatkan untuk segera datang ke kantornya. Di Jalan Medan Area Selatan.
"Saya sudah siapkan kopi khas Mandailing, pak Wiku. Ajak juga senior kita, bang Choking, main ke kantor ya,"ucapnya. Klik.. telepon langsung diputus setelah saya jawab, Ok!"
Saya pun bersiap-siap. Cuci muka, merapikan pakaian yang saya kenakan saat hampir terlelap, lantas tancap gas. Tak sampai 15 menit, saya sudah di kantor teman tadi.
Suasana di rumah toko berlantai 3 itu sepi. Hanya ada mobil Expander kelir putih dan motor NMAX, parkir. Pemilik kantor seorang diri di dalam ruangan 4x6 meter.
"Masuk lah pak Wiku,"ajaknya. Ini kali kedua saya bertandang kesitu. Sebelumnya, pun dimasa pandemi, beberapa bulan lalu, ketika awal-awal portal berita pewarta, berkantor.
Saat itu, kantor masih awut-awutan. Kini sudah lebih tertata. Sebelumnya kantor portal berita itu bermarkas di Jalan AR Hakim. Namun karena sesuatu hal, awal tahun lalu berpindah tempat.
Kantor lama di sebuah gedung tua. Tertutup oleh warung kopi sederhana. Semakin sulit terlihat, karena ada pohon mangga besar. Beruntung, pamplet kantor dibuat berukuran besar. Sehingga bisa terlihat ketika melintas.
Kantor baru lebih elegan. Mewah dan futuristik. Menyewa sebuah ruko selama 5 tahun. Cat bangunannya pun anyar. Warnanya masih cerah dan belum ada terkelupas.
Di ruko itu, sehari sebelumnya, ramai dikunjungi wartawan. Kompak mengenakan kaos berkerah hitam. Di bagian dada kaos terjahit tulisan Pewarta.
Para jurnalis itu berbagi paket sembako. Berisi beras, minyak goreng dan gula. Lumayan diperlukan di saat pandemi seperti sekarang.
"Itu bantuan dari abang angkat saya. Alhamdulillah. Bisalah untuk meringankan beban kawan-kawan di saat covid gini,"kata Chairum Lubis.
Chairum merupakan Ketua Pewarta Polrestabes Medan. Paguyuban para wartawan yang ngepos di Polrestabes Medan. Didirikan atas ide beberapa wartawan disana.
Chairum sendiri lahir di Medan. Usianya kini sekitar 45 tahun. Punya 4 anak, 3 putra dan seorang putri. Namanya besar ketika berkiprah di salah satu legenda koran, Medan Pos. Belasan tahun meliput di kepolisian dan hankam.
Kenalannya pejabat kepolisian segunung banyaknya. Polisi di Polrestabes Medan dan Polda Sumut, merata mengenalnya. Mulai dari pangkat terendah hingga perwira tinggi.
Chairum juga dikenal sangat peduli kaum. Dia rela berpergian kemana pun, ketika mendengar kabar ada wartawan yang sakit dan meninggal dunia. Tak cuma wartawan, tetangga dan warga terdekat pun diperlakukannya sama. Dijenguk dan dikunjungi.
Pun Chairum dikenal sebagai sena wartawan. Disebut begitu karena selalu peduli akan nasib wartawan. Terutama bagi wartawan yang sedang kesusahan. Juga dimasa pandemi sekarang.
Sena adalah akronim dari kata Pejuang. Di KBBI, ada 8 kata menyamai Pejuang. Diantaranya, prajurit, militer, pasukan, tentara, sena dan lainnya.
Bantuan sosial kepada wartawan bukan baru kali itu saja dia berikan. Semasa puncak awal Covid, bahkan pracovid, sering ia gelontorkan.
"Ini sesuai arahan pak Kapolda IJP Panca Putra Simanjuntak, Waka Polda BJP Dadang Hartanto dan pak Kasektupa Lemdiklat Polri BJP Mardiaz Kusin Dwihananto. Ketiga jenderal itulah yang mengilhami saya untuk terus berbagi kepada kawan-kawan wartawan dan warga yang membutuhkan,"katanya.
Bantuan beberapa hari lalu, spontan dia berikan. Bermodal 200 ribu rupiah saja, beras yang digelontorkannya bisa mencapai 100 an karung. Masing-masing berbobot 5 kilogram.
"Bermula dari keluhan teman wartawan. Dia mengaku belum ada pemasukan sejak PPKM Darurat. Sementara uang saya cuma 400 ribu. Itulah yang saya bagi dengan teman tadi, "aku Chairum.
Dari situlah muncul ide menelepon abang angkatnya. Alhamdulillah wasykurillah. Sang abang pun menyanggupi. Akhirnya bantuan sosial itu pun dibagikan merata kepada lebih dari seratus wartawan, ditambah warga tak mampu.
Bansos dimasa PPKM pun diberikan oleh Bobby Nasution, Walikota Medan. Dipatok senilai Rp300.000. Plus beras, gula dan minyak goreng. Ditujukan kepada warga kurang mampu dan yang terdampak covid.
Di Medan, warga kurang mampu pada 2019 lalu, sesuai catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 183, 79 ribu jiwa. Atau sekitar 8,08 persen dari total jumlah penduduk ; hampir 3 juta jiwa.
Angka kemiskinan tersebut turun tipis dibanding tahun sebelumnya ; 186,45 ribu jiwa. Sementara pada 2017, jumlah penduduk miskin di Medan sebanyak 204,22 ribu jiwa. Angka kemiskinan itu belum termasuk warga miskin baru akibat pandemi.
Belum diketahui apakah bansos tunai untuk warga Medan itu bersumber dari abang angkat, APBD Medan, atau bahkan kementerian sosial? Karena untuk Jakarta, Gubernur Anies Baswedan menyebut, bansos tunai Rp600.000 bersumber dari APBD DKI. Bukan dari Kemensos.(**)