Iklan

Gubernur Memahami Pasal 88C ayat (1) dan Pasal 26 ayat (2)

warta pembaruan
21 Desember 2021 | 1:58 PM WIB Last Updated 2021-12-21T06:58:26Z


Oleh: Timboel Siregar (Pengamat dan Praktisi Ketenagakerjaan/Sekjen OPSI)

Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen atau naik Rp 225.667 dari UMP 2021. Dengan revisi ini maka nilai UMP 2022 DKI menjadi Rp. 4.641.854.

Pemprov DKI berharap daya beli masyarakat maupun para pekerja tidak turun. Anies menegaskan, keputusannya menaikkan UMP didasarkan atas asas keadilan bagi para pekerja, perusahaan, dan Pemprov DKI Jakarta.

Revisi UMP 2022 DKI ini menuai protes dari kalangan Kadin dan Apindo, dan menuduh Gubernur DKI sudah melanggar UU Cipta Kerja dan PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Menurut saya keputusan Gubernur DKI Jakarta merevisi UMP 2022 adalah sudah tepat dan ini menjadi titik kompromi, serta menjadi upaya Pemerintah Daerah DKI untuk menjaga wilayah DKI tetap kondusif dalam menghadapi penyebaran varian Omicron yang saat ini sudah memasuki DKI Jakarta.

Adapun alasan saya adalah, pertama, yaitu alasan Yuridis. Dalam ketentuan Pasal 88C ayat (1) UU UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja  dengan sangat jelas dinyatakan Gubernur wajib menetapkan UMP. Ini artinya seluruh Gubernur termasuk Gubernur DKI memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan UMP DKI. Dengan kewenangan ini maka Gubernur DKI dapat merevisi keputusan penetapan UMP 2022 di DKI yang sebelumnya hanya naik 0,85 persen.

Lalu, bila mengacu pada regulasi operasionalnya yaitu PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, khususnya Pasal 26 ayat (2), maka dengan sangat jelas diamanatkan penyesuaian upah nilai minimum ditetapkan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah upah minimum pada wilayah yang bersangkutan.

Dengan nilai rata-rata konsumsi per kapita di DKI Rp. 2.336.429;  rata-rata jumlah anggota keluarga di DKI sebanyak 3,43 orang; dan rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja di DKI sebanyak 1,44  orang maka mengacu pada Pasal 26 ayat (3) PP No. 36 tersebut didapat nilai Batas Atas (BA) UMP sebesar Rp. 5.565.244,- dan Batas Bawah (BB) UMP sebesar Rp. 2.782.622,-

Dengan nilai BA dan BB ini maka Gubernur DKI memiliki kewenangan untuk menetapkan penyesuaian nilai UMP 2022 pada rentang nilai Rp. 5.565.244,- dan Rp. 2.782.622,-.

Jadi, kalau Pak Gubernur DKI menetapkan kenaikan UMP DKI di 2022 sebesar 5,1 persen menjadi Rp 4.641.854, maka nilai tersebut masih dalam rentang BA dan BB yang diamanatkan PP No. 36 tersebut.

Ini artinya, tidak ada yang salah dengan revisi tersebut, dan Pak Gubernur DKI sudah menetapkan nilai UMP 2022 sesuai dengan UU Cipta Kerja dan PP No. 36 Tahun 2021.

Kedua, mengacu pada Pasal 88 ayat (3) UU Cipta Kerja, diamanatkan Gubernur menetapkan Upah Minimum berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Menurut saya, dengan penetapan kenaikan UMP 2022 sebesar 5,1 persen, maka upah riil pekerja terjaga karena kenaikan UMP 2022 lebih besar dari nilai inflasi DKI sebesar 1,14 persen. Bila sebelumnya naik hanya 0,85 persen dan di bawah nilai inflasi maka upah riil pekerja menjadi menurun.

Ini artinya daya beli pekerja akan meningkat, dan dengan daya beli yang meningkat maka pekerja dan keluarganya akan lebih mampu mengkonsumsi barang dan jasa sehingga pergerakan barang dan jasa akan lebih cepat lagi. Konsumsi pekerja akan sangat mendukung konsumsi agregat.

Seperti kita ketahui, struktur pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih dikontribusi secara mayoritas oleh Konsumsi Agregat, sehingga kenaikan daya beli pekerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik Regional Bruto) DKI Jakarta.

Dengan daya beli yang meningkat maka pergerakan barang dan jasa akan semakin cepat dan ini akan mendorong pengusaha memproduksi barang dan jasa lebih tinggi lagi, dan peningkatan produksi barang dan jasa akan membutuhkan tambahan pekerja yang bekerja dan ini berarti meningkatkan pembukaan lapangan kerja di DKI Jakarta. Dampak positifnya, kalangan pengusaha akan mendapat tambahan profit dan negara akan mendapatkan peningkatan pajak.

Jadi, dengan mengacu pada Pasal 88 ayat (3) UU Cipta Kerja tersebut, revisi UMP 2022 di DKI akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja menjadi lebih baik di DKI Jakarta.

Saya berharap seluruh Gubernur dapat meninjau ulang penetapan UMP dan UM Kabupaten Kota dengan fokus pada kewenangan yang dimiliki Gubernur di Pasal 88C ayat (1) UU Cipta Kerja, dan fokus juga pada Pasal 26 ayat (2) PP No. 36 tahun 2021.

Jangan sampai para Gubernur tidak memahami kewenangannya dan membuat kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di daerahnya malah menjadi menurun sehingga akan menciptakan pengangguran dan kemiskinan bertambah di daerahnya. (Azwar)

Pinang Ranti, 19 Desember 2021

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Gubernur Memahami Pasal 88C ayat (1) dan Pasal 26 ayat (2)

Trending Now

Iklan