BREAKING NEWS

SE OJK yang Offside


Jakarta, Wartapembaruan.co.id
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan OJK (SEOJK) No. 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, yang salah satunya mengatur tentang co-payment minimal 10 persen, yang dimulai 1 Januari 2026.

Tentunya SE ini sangat mengejutkan dan memberatkan peserta asuransi Kesehatan swasta, karena peserta harus berkontribusi atas biaya yang muncul di RS. 

Sebelumnya sesuai Polis yang dikeluarkan Asuransi Kesehatan Swasta, pihak asuransi Kesehatan swasta menanggung semua biaya atas pelayanan Kesehatan peserta di RS. 

Pengamat Ketenagakerjaan, sekaligus Sekjen OPSI yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, nempertanyakan bagaimana kedudukan hukum Surat Edaran dan Polis, untuk memberikan kepastian hukum bagi peserta asuransi Kesehatan swasta?

Mengacu pada Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak dikenal Surat Edaran sebagai bentuk peraturan perundangan. Namun ada yang mengintepretasikan sebagai regulasi, karena Surat edaran umumnya dikeluarkan oleh pejabat atau instansi tertentu sebagai pedoman pelaksanaan kebijakan atau peraturan yang sudah ada. Tujuan Surat Edaran adalah hanya memberikan penjelasan, instruksi, atau arahan kepada pihak-pihak tertentu seperti kepada pegawai di lingkungan kementerian atau lembaga.

Menurut Timboel, Surat Edaran tidak memiliki kekuatan mengikat secara umum seperti peraturan perundang-undangan. Artinya, Surat Edaran biasanya hanya mengikat pihak internal atau pihak yang menjadi sasaran surat tersebut, tidak bisa mengikat peserta asuransi Kesehatan swasta.

Polis adalah produk perjanjian yang mengacu pada Pasal 1338 KUH Perdata sebagai perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini menjadi dasar bagi asas pacta sunt servanda, yang berarti kesepakatan yang telah disepakati selanjutnya berlaku sebagai undang-undang yang mengatur. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. 

Oleh karena itu Polis tidak boleh dinegasikan oleh SE OJK karena Polis adalah UU bagi para pihak yaitu peserta dan Perusahaan Asuransi Kesehatan Swasta. Polis memiliki kedudukan hukum lebih tinggi dari SE OJK.

Dari sisi formil, seharusnya OJK yang akan membuat regulasi harus melibatkan Masyarakat sebagai bentuk partisipasi berarti dalam membuat regulasi. Keterlibatan Masyarakat dalam pembuatan regulasi ini diatur dengan jelas pada Pasal 96 UU no. 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua UU no. 12 tahun 2011.

Kehadiran SE OJK menegasikan teori tujuan hukum yang disampaikan Gustav Radbruch, bahwa tujuan hukum berorientasi pada tiga hal, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

Dipastikan SE OJK tidak memberikan kepatian hukum, keadilan bagi peserta dan menurunkan kemamfaatannya. SE OJK no. 7 tahun 2025 sudah offside, dan sebagai wasit seharusnya OJK berani angkat bendera atas produknya sendiri. 

"Saya mendorong OJK menarik SE OJK no. 7 tahun 2025 dan lakukanlah proses hukum dengan mengacu pada Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 dan Pasal 96 UU No. 13 Tahun 2022," pungkas Timboel Siregar. (Azwar)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image