BREAKING NEWS

Kepala Desa Sekancing Diduga Dalang PETI, Kampung Gubernur Jambi Terancam Punah Budaya dan Lingkungan


Bungo, Jambi, Wartapembaruan.co.id
  – Desa Sekancing, Kecamatan Tiang Pumpung, Kabupaten Merangin—kampung halaman Gubernur Jambi Al Haris—tengah menghadapi kehancuran yang mengerikan. Desa adat yang dulunya dikenal lestari dan taat menjaga alam kini berubah menjadi lahan tambang emas ilegal (PETI) yang dikuasai alat berat. Ironisnya, oknum Kepala Desa berinisial S disebut-sebut menjadi aktor utama di balik praktik haram ini.

Sekancing selama puluhan tahun dihormati karena kearifan lokalnya. Lubuk larangan dijaga, sungai dilarang dirusak, dan hutan dijadikan sumber kehidupan. Namun sejak 2020, masuknya dompeng emas mengubah wajah desa. Awalnya hanya mesin kecil, tetapi pada 2022, excavator mulai beroperasi.

Informasi lapangan menyebutkan, kedatangan alat berat itu bukan kebetulan. Oknum kades diduga menjadi “pengatur pintu masuk,” bahkan ikut menyewa excavator.

Kini, pada 2025, sedikitnya empat unit alat berat menggali tanah tanpa henti. Parahnya, aktivitas tambang liar ini telah merambah kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan—zona konservasi yang seharusnya dilindungi.

Jeritan Warga: “Kalau Kampung Gubernur Saja Dibiarkan, Bagaimana Nasib Kami?”

Sejumlah warga yang takut disebut namanya mengaku marah sekaligus putus asa.

 “Sekancing ini kampungnya Pak Gubernur Al Haris. Kalau di kampung gubernur saja alat berat dibiarkan merusak hutan, bagaimana dengan kampung lain? Sungai kami rusak, kebun tertimbun lumpur. Kepala desa yang seharusnya menjaga, malah jadi orang pertama membuka jalan PETI,” ujar seorang warga dengan nada getir.

Lubuk larangan—sumber ikan dan simbol adat—kini tinggal cerita. Anak-anak yang dulu diajari menjaga alam, kini tumbuh dalam pemandangan kerusakan.

Aktivitas PETI di Sekancing bukan sekadar pelanggaran moral, tetapi kejahatan berlapis:

UU Minerba No. 3/2020 Pasal 158: Penambangan tanpa izin, ancaman penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

UU Lingkungan Hidup No. 32/2009: Perusakan lingkungan, pidana berat.

UU Desa No. 6/2014: Penyalahgunaan jabatan oleh kepala desa, pemberhentian dan pidana.

Jika terbukti ada aliran uang atau gratifikasi, UU Tipikor pun bisa menjerat.

Kerusakan PETI bukan sekadar hilangnya pohon dan ikan:

Hilang Sumber Hidup – Sungai tercemar merkuri, kebun tertimbun lumpur. Warga kehilangan sumber penghasilan tradisional.

Kerugian Negara – Tidak ada pajak, tidak ada royalti. Hanya segelintir oknum yang kaya.

Biaya Rehabilitasi – Pemulihan hutan dan sungai bisa menelan triliunan rupiah dan puluhan tahun.

Konflik Horizontal – Warga terbelah antara yang menolak kerusakan dan yang tergiur uang cepat.

Krisis Kesehatan – Limbah merkuri dan sianida mengancam air minum dan kesehatan generasi muda.


Warga mendesak Polres Merangin, Polda Jambi, Gakkum KLHK hingga KPK untuk segera bertindak.

“Jika di kampung gubernur saja hukum tidak bisa jalan, bagaimana di kampung lain? Kami tidak ingin warisan leluhur kami tinggal cerita. Jangan biarkan Sekancing jadi bukti bahwa uang lebih kuat dari hukum,” tegas tokoh adat setempat.

Kasus ini menampar wajah pemerintah provinsi. Sebagai putra asli Sekancing, Gubernur Al Haris dituntut turun tangan langsung. Publik menunggu sikap tegas: akan melindungi adat dan alam kampung sendiri, atau membiarkan PETI menguasai tanah kelahiran.

Jika aparat dan pemerintah terus diam, Sekancing akan menjadi simbol kegagalan penegakan hukum di Jambi—dan pesan buruk bahwa bahkan kampung gubernur pun tak berdaya menghadapi mafia tambang.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image