Riak Kisruh di SMA Titian Teras: Pengadaan Seragam PPDB 2025 Diduga Sarat Korupsi dan Pelanggaran Konsumen
Jambi, Wartapembaruan.co.id – Riak kisruh tengah mengguncang lingkungan SMA Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti (Pijoan) pasca penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2025. Sejumlah orang tua/wali murid meluapkan kekecewaan mendalam atas pengadaan pakaian siswa yang dinilai sarat kejanggalan dan berpotensi melanggar hukum.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, pengadaan pakaian dan perlengkapan sekolah untuk siswa baru diduga tidak transparan, dengan indikasi tindak pidana korupsi, pelanggaran norma perlindungan konsumen, hingga praktik persaingan usaha tidak sehat. Orang tua siswa mengeluhkan kewajiban pembelian seragam dan perlengkapan melalui jalur yang telah “ditentukan” pihak sekolah, tanpa memberi ruang bagi pilihan lain dengan harga dan kualitas yang lebih kompetitif.
“Sepatu yang rencananya mau dipakai besok Sabtu 20 September 2025 dalam kegiatan upacara hari Kebangsaan terpaksa batal dan terpaksa harus sepatu cat sesuai ketentuan yang ditetapkan, tentunya kembali membebani orang tua/wali murid. Ini hanya sebagian kecil dari bukti dugaan pelanggaran yang kami kumpulkan,” ungkap salah satu wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Menurut sumber tersebut, beberapa dokumen dan barang bukti telah disiapkan sebagai alat bukti awal untuk mengungkap dugaan pelanggaran hukum, merujuk pada Pasal 184 KUHAP yang mengatur alat pembuktian pidana. “Kami menilai ada potensi praktik kotor dalam pengadaan ini. Bukan hanya soal uang, tapi juga hak konsumen yang diabaikan,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak SMA Titian Teras maupun Dinas Pendidikan Provinsi Jambi belum memberikan keterangan resmi. Aktivis perlindungan konsumen dan pengamat pendidikan mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan melakukan penyelidikan mendalam demi mencegah potensi kerugian yang lebih luas.
Kasus ini dipandang sebagai cerminan lemahnya pengawasan di sektor pendidikan, di mana siswa dan orang tua kerap menjadi korban praktik bisnis terselubung yang memanfaatkan kebutuhan dasar pendidikan sebagai lahan keuntungan. Jika terbukti, dugaan korupsi dan pelanggaran perlindungan konsumen ini dapat menjerat pelaku dengan sanksi pidana dan perdata sekaligus.