Diduga Kriminalisasi! Warga Badang Minta Aparat Netral — Timdu PKS Jangan Jadi Alat Perusahaan
Tanjung Jabung Barat, Wartapembaruan.co.id — Penetapan tersangka terhadap Dedi Ariyanto alias Dedi bin Adnan Ma’ruf, warga Desa Badang, Kecamatan Tungkal Ulu, oleh Satreskrim Polres Tanjung Jabung Barat menuai kecaman keras dari masyarakat dan pemerhati hukum.
Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/91/X/RES.1.8./2025/Reskrim tertanggal 10 Oktober 2025, yang menetapkan Dedi sebagai tersangka dugaan pencurian di lahan PT Dasa Anugrah Sejati (PT DAS), dinilai janggal dan berpotensi sebagai bentuk intimidasi hukum terhadap warga yang memperjuangkan hak lahan 20% kebun plasma.
Padahal, peristiwa yang dijadikan dasar penyidikan—yakni insiden di Afdeling IV KBR PT DAS pada 24 September 2024—terjadi saat Tim Terpadu Penyelesaian Konflik Sosial (Timdu PKS) yang beranggotakan unsur Polres, Kejaksaan Negeri, Kesbangpol, dan Pemda Tanjung Jabung Barat tengah berada di lokasi melakukan pemantauan dan penanganan langsung konflik sosial tersebut.
Menurut Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, aparat penegak hukum wajib menjamin penyelesaian konflik secara damai, berkeadilan, dan tidak berpihak, serta melindungi masyarakat dari ancaman kekerasan maupun intimidasi hukum.
“Ketika aparat yang seharusnya menjadi bagian dari Timdu justru menetapkan warga sebagai tersangka dalam konflik yang sedang mereka tangani, itu jelas melanggar asas impartiality dan due process of law,” ujar salah satu tokoh masyarakat Desa Badang.
Dari sisi hukum acara pidana, penetapan tersangka juga harus memenuhi ketentuan Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti yang sah, serta asas kecermatan dan proporsionalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) KUHAP, yang menegaskan bahwa penyidik wajib menegakkan hukum dengan menjunjung tinggi keadilan berdasarkan ketuhanan dan kemanusiaan.
“Jika konteksnya adalah konflik sosial dan sedang dalam penanganan Timdu PKS, maka langkah pidana justru menyalahi semangat penyelesaian damai yang diamanatkan undang-undang,” ujar seorang pemerhati hukum tata negara di Jambi.
Warga pun menilai langkah penetapan tersangka ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat desa yang menuntut haknya atas kebun plasma 20% sebagaimana diatur dalam perjanjian kemitraan perusahaan dengan masyarakat.
“Kami mendesak Kapolda Jambi dan Kejaksaan Tinggi untuk meninjau kembali proses hukum ini. Aparat jangan mau dijadikan alat korporasi untuk menekan masyarakat,” tegas salah satu perwakilan warga Badang.
Selain itu, masyarakat meminta Bupati Tanjung Jabung Barat mengevaluasi kinerja Timdu PKS, karena keberadaannya menjadi tidak bermakna jika aparat di dalamnya justru memihak perusahaan.
“Timdu dibentuk untuk menengahi, bukan menindas. Jika aparat di dalamnya berpihak pada korporasi, maka tujuan penanganan konflik sosial gagal total,” pungkas warga.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik karena menyangkut integritas penegakan hukum, netralitas Timdu PKS, dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat dalam konflik agraria sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak atas kepastian hukum yang adil.
