BREAKING NEWS
 

Ini Kata Wakil Ketua PT Palembang soal Penegakan Hukum Gangguan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit


Palembang, Wartapembaruan.co.id
- Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Palembang, Andreas Purwantyo Setiadi, menegaskan pentingnya penegakan hukum yang proporsional dan berkeadilan dalam menyikapi gangguan usaha perkebunan kelapa sawit, khususnya terkait pencurian Tandan Buah Segar (TBS) di wilayah Sumatera Selatan.

Penegasan tersebut disampaikan Andreas saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Mitigasi dan Penegakan Hukum Gangguan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang diselenggarakan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan di Hotel Aryaduta Palembang, Selasa (9/12).

Rakor dibuka secara resmi oleh Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dengan pemukulan gong.

Turut mendampingi dalam kegiatan tersebut Kapolda Sumsel Irjen Pol Andi Rian R. Djajadi, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Sumsel Totok Bambang Sapto Dwidjo, Plt Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumsel M. Ichwansyah, serta Wakil Ketua PT Palembang.

Di hadapan para pelaku usaha perkebunan se-Sumsel, Andreas—mantan Wakil Ketua PT Jambi—menjelaskan bahwa penanganan pencurian TBS kelapa sawit termasuk dalam kategori tindak pidana ringan (tipiring) yang memiliki dua pendekatan utama, yaitu represif dan preventif.

Dari aspek represif, ia merujuk pada Pasal 364 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian ringan sebagaimana diperkuat dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012. Dalam ketentuan tersebut, nilai kerugian pencurian ringan dibatasi tidak melebihi Rp2.500.000, dengan ancaman pidana paling lama 3 bulan penjara atau denda sesuai ketentuan yang berlaku.

“Penanganannya dilakukan melalui acara pemeriksaan cepat, diperiksa oleh hakim tunggal, tanpa Jaksa Penuntut Umum, dan terhadap terdakwa tidak dilakukan penahanan,” jelas mantan Wakil Ketua PT Kalimantan Utara tersebut. Namun demikian, Andreas menekankan bahwa upaya preventif justru menjadi kunci utama dalam menyelesaikan persoalan pencurian TBS secara berkelanjutan. Menurutnya, kehadiran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk memberikan penyuluhan dan pemahaman hukum kepada masyarakat terkait konsekuensi hukum dan dampak kerugian bagi pihak lain.

Ia juga mengingatkan pentingnya mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, penegakan hukum tetap harus dijalankan, namun dilakukan dengan pendekatan empati dan keadilan sosial.

“Ini tidak berarti mengabaikan hukum, tetapi hukum harus ditegakkan dengan rasa keadilan. Di sinilah peran aktif perusahaan diperlukan, yaitu dengan mengakomodasi dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, sehingga tercipta sinergi antara perusahaan dan warga,” ujarnya.

Lebih lanjut, Andreas berharap rapat koordinasi tersebut dapat menjadi sarana transfer informasi, evaluasi dan pengendalian kinerja, sekaligus media untuk menyamakan persepsi di antara Aparat Penegak Hukum (APH).

“Tujuan akhirnya adalah menciptakan keharmonisan dan soliditas antar-APH dalam rangka menjaga kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif,” pungkas pria kelahiran Yogyakarta tersebut saat diwawancarai.


(Alred)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image