Melawan Jam Pasir Hukum: Ketika Kadaluwarsa Tumbang di Hadapan Hak Waris
(Kaidah Hukum Yurisprudensi MA No. 6 K/Sip/1960)
Jakarta, Wartapembaruan.co.id – Dalam dinamika hukum warisan di Indonesia, Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia pernah melahirkan sebuah kaidah hukum yang monumental dan progresif. Melalui Putusan Nomor 6 K/Sip/1960 tanggal 9 Maret 1960, MA menegaskan bahwa gugatan terhadap harta warisan tidak tunduk pada asas kadaluwarsa (verjaring). Kaidah ini menjadi tonggak penting dalam melindungi hak-hak ahli waris dari ancaman gugurnya hak akibat faktor waktu.
Isu kadaluwarsa dalam hukum perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 1967 KUHPerdata, menetapkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun perorangan, gugur setelah lewat waktu 30 tahun. Namun, ketentuan ini tidak berlaku dalam konteks sengketa warisan.
Hak Waris Tak Dikenal Kedaluwarsa
Dalam yurisprudensi tersebut, Mahkamah Agung menegaskan:
“Gugatan terhadap harta warisan yang dikuasai oleh pihak lain tidak tunduk pada asas kadaluwarsa atau verjaring.”
Putusan ini menjadi dasar hukum penting yang menegaskan bahwa hak waris bersifat abadi, dan tidak dapat gugur hanya karena berlalu waktu. Kaidah tersebut tetap relevan hingga kini, terutama ketika harta warisan dikuasai oleh pihak ketiga atau salah satu ahli waris dalam jangka panjang.
Alasan Filosofis dan Yuridis
Secara filosofis, penolakan asas kadaluwarsa dalam perkara warisan berpijak pada dua dasar utama:
1. Sifat Kepemilikan Harta Warisan
Berdasarkan Pasal 830 KUHPerdata, harta peninggalan pewaris secara otomatis beralih kepada para ahli waris sejak pewaris meninggal dunia. Sebelum pembagian dilakukan, harta tersebut menjadi milik bersama (gemeenschappelijke eigendom).
Dengan demikian, penguasaan oleh pihak lain, baik pihak ketiga maupun salah satu ahli waris, tidak menghapuskan hak kepemilikan ahli waris lainnya. Tindakan menguasai tanpa hak bahkan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), yang tidak dapat dihalalkan hanya karena waktu telah berlalu.
2. Hak Waris Sebagai Hak Privat yang Melekat
Hak waris adalah hak pribadi yang melekat karena status seseorang sebagai ahli waris. Hak ini bersifat deklaratif, bukan konstitutif—artinya hak tersebut timbul otomatis sejak kematian pewaris, bukan karena putusan pengadilan.
Oleh karena itu, pemberlakuan batas waktu kadaluwarsa justru akan mencederai keadilan substantif, terutama bagi ahli waris yang baru mengetahui haknya setelah waktu lama berlalu.
Implikasi Yurisprudensi
Kaidah hukum dalam Putusan MA No. 6 K/Sip/1960 memiliki implikasi penting dalam praktik hukum, antara lain:
Menjamin Kepastian Hukum bagi Ahli Waris
Hak atas harta warisan tidak bisa gugur hanya karena waktu. Selama bukti kepemilikan dan status ahli waris dapat dibuktikan, gugatan tetap dapat diajukan kapan pun.
Mencegah Penyalahgunaan oleh Pihak yang Menguasai Tanpa Hak
Yurisprudensi ini menutup celah hukum bagi pihak yang berupaya menguasai harta warisan dengan alasan telah “terlalu lama dibiarkan”.
Menjaga Keadilan Substantif
Dengan demikian, meskipun asas kadaluwarsa merupakan pilar kepastian hukum dalam sistem perdata, Mahkamah Agung menegaskan bahwa asas tersebut tidak dapat menghapus hak waris. Putusan MA No. 6 K/Sip/1960 menempatkan keadilan substantif di atas formalitas waktu, sekaligus menegaskan bahwa hak waris adalah hak abadi yang dapat dituntut kapan pun selama pewaris telah meninggal dunia.
(Alred)
Penulis: M. Hendra Cordova Masputra
