Oknum Jaksa Kejari Jambi Diduga Terima Suap dari Keluarga Terdakwa Narkoba, Kejati Jambi Buka Pemeriksaan Internal
Jambi, Wartapembaruan.co.id – Aroma busuk dugaan suap kembali menyeruak dari lingkungan aparat penegak hukum di Kota Jambi. Seorang oknum jaksa berinisial H di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Jambi diduga kuat menerima uang pelicin dari keluarga terdakwa kasus narkotika agar tuntutan hukum terhadap dua terdakwa, RK dan GN, diringankan.
Informasi yang beredar menyebutkan, oknum jaksa H menawarkan untuk mengubah pasal tuntutan dengan imbalan sejumlah uang, agar terdakwa tidak dijerat hukuman berat. “Ada kesepakatan di luar sidang, pasal diubah supaya hukumannya lebih ringan,” ungkap sumber internal kejaksaan yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini mencuat setelah keluarga terdakwa GN meledak emosi di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jambi, memprotes keras putusan hakim yang dinilai tak sesuai dengan tuntutan jaksa. Keributan itu menjadi titik awal terkuaknya dugaan praktik jual beli hukum di tubuh kejaksaan.
Saat dikonfirmasi, Kasi Intel dan Kasipidum Kejari Kota Jambi memilih bungkam, seolah menutup rapat informasi terkait dugaan keterlibatan oknum mereka. Namun dari pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Asisten Pengawasan melalui Kasipenkum Naoly Wijaya membenarkan bahwa jaksa berinisial H tengah diperiksa secara internal.
“Ya, yang bersangkutan sedang diperiksa,” ujarnya singkat tanpa menjelaskan lebih jauh.
Dugaan suap ini menampar keras wajah penegakan hukum di Jambi, terutama di tengah upaya negara memerangi peredaran narkotika. Masyarakat menilai tindakan oknum jaksa tersebut bukan hanya mencoreng marwah institusi, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap keadilan.
Publik kini menuntut Kejati Jambi bersikap transparan dan tegas, tidak sekadar memeriksa internal tanpa hasil yang jelas. Sebab, jika benar uang bisa mengubah pasal dan tuntutan, maka hukum di Kota Jambi telah jatuh ke titik paling gelap.
Kasus ini kini menjadi ujian bagi Kejati Jambi apakah berani menegakkan hukum terhadap “orang dalamnya” sendiri, atau justru membiarkan praktik suap terus berakar di tubuh kejaksaan.
Pertanyaan publik pun kian menggema:
Apakah hukum di Jambi masih bisa dibeli dengan uang?