Ingin Menguasai Masjid Al Muhajirin, Notaris Bambang Suwondo dan Rekanan PLN Dirikan Yayasan
Masjid Al-Muhajirin, Kompleks Buana Permai RW 09, Cipondoh, Kota Tangerang.
Kota Tangerang, Wartapembaruan.co.id - Diduga ingin menguasai Masjid Al Muhajirin Kompleks Buana Permai RW 09, Kelurahan/Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Provinsi Banten, Notaris Bambang Suwondo beserta empat orang lainnya membuat yayasan tanpa mengundang tokoh pendiri masjid dan masyarakat setempat. Selain itu, juga tidak mengundang sebagian besar pendiri yayasan lama (tahun 2.000) yang namanya sama, yaitu Yayasan Al Muhajirin.
Demikian rilis yang disampaikan Solidaritas Warga Buana Permai, di Kota Tangerang, Rabu, 24 September 2025.
Mereka mendirikan yayasan baru dengan nama yang sama, yaitu Yayasan Al Muhajirin, di tempat dan objek yang sama. Bambang Suwondo dan kawan-kawan (dkk) mendirikan Yayasan Al Muhajirin dengan akte Nomor 10 tanģgal 23 September 2020 di hadapan notaris Bambang Gunadi S.H., M.Kn. Pendiri lainnya adalah Mahmud Uzer, pemilik PT. Mahiza Karya Mandiri - sebuah perusahaan rekanan/kontraktor PT PLN (Perusahaan Listrik Negara). Tiga pendiri lainnya adalah Ujang Junaedy, Bambang Mudiyono dan Muhamad Abdul Syukur Mulyowibowo, yang saat mendirikan yayasan bersatus ASN (Aparatur Sipil Negara). Bambang Mudiyono ASN di BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Tangerang, Banten, Ujang Junaedy ASN di Dinas Pendidikan Kota Tangerang dan Mulyowibowo ASN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Johanes Supardi, Direktur PT. Golek Raijo (perusahaan rekanan PT Telkom dijadikan sebagai Ketua Yayasan dengan Wakil Ketua Ediwarman Datuk Sati, dosen di Untirta (Universitas Tirtayasa) Serang, Banten.
Sekretaris yayasan, Asep Hidayat Muksin, karyawan Mahmud Uzer pada PT. Mahiza Karya Mandiri, wakil M. Syafei Lubis, karyawan pada sebuah BUMN (Badan Usaha Milik Negara), bendahara Septinaldi dan wakil Setyo Widodo.
Pendirian yayasan tahun 2020 diadakan secara diam-diam, karena dilakukan pada saat pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) yang mulai mewabah di Indonesia pada Februari 2020. Padahal, sudah ada yayasan yang namanya sama, dengan Akte Notaris dan PPAT Herry Sosiawan, S.H., Nomor 24, tanggal 7 April 2000.
Pendirian yayasan baru (tahun 2020) sebagaimana disampaikan Mulyowibowo adalah atas dasar kebutuhan dengan menggunakan dasar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004. "Pembentukan yayasan baru berdasarkan kebutuhan dan dibuat atas perintah Ketua Lingkungan (Ketua RW)," kata
Mulyowibowo dalam rapat pada Sabtu, 9 Agustus 2025, di Balai RW 09 Buana Permai, Cipondoh Kota Tangerang, Banten.
Akan tetapi, dia tidak menjelaskan pasal berapa yang dipakai dalam UU itu. Padahal, dalam pasal 72A, yayasan lama masih bisa digunakan.
Bunyinya, "Pada saat Undang-Undang ini berlaku, ketentuan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) yang belum disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini."
Pendirian yayasan tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Undang--Undang Tentang Yayasan pasal 4 ayat (1) yang berbunyi: "Pemakaian Nama Yayasan ditolak jika:
a. sama dengan Nama Yayasan lain yang telah terdaftar lebih dahulu dalam Daftar Yayasan, atau
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan."
Penjelasan mengenai pasal 4 ayat (1) huruf a: "Yanga dimaksud dengan "sama", adalah sama dalam pengucapan atau tulisan. Dalam hal demikian...dan seterusnya."
Bambang Suwondo dalam rapat tersebut mengatakan, pendirian yayasan yang baru bukan dimaksudkan ingin menguasai masjid. Padahal, menguasai itu bisa dalam bentuk fisik dan nonfisik.
"Secara nonfisik jelas sudah terjadi. Mereka menunjuk Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) periode 2025-2028. Padahal, selama ini dilakukan secara demokratis, melalui voting atau pemungutan suara," kata Maswar yang menjadi salah satu juru bicara Solidaritas Warga Buana Permai.
Padahal, kata Maswar, tidak ada satu kata, kalimat atau pasal pun tentang penunjukan Ketua DKM, baik oleh dewan pembina, apalagi oleh pengurus yayasan.
Hal tersebut diperkuat M. Syafei Lubis yang menjadi Sekretaris DKM pada periode sebelumnya. "Atas dasar apa Ketua DKM ditunjuk? Pada akte notaris yang merupakan anggaran dasar (AD), tidak ada kata penunjukan. Itu bisa dibaca dalam pasal tentang tugas dan wewenang Dewan Pembina," kata Syafei.
Pengangkatan Ketua DKM juga bertentangan dengan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kep Dirjen Bimas) Islam Kementerian Agama Nomor DJ.II/802 Tahun 2014 Tentang Standar Pembinaan Masjid. Dalam huruf F Masjid Jami pasal 1 ayat (d) berbunyi, "Kepengurusan Masjid dipilih oleh jamaah dan ditetapkan oleh pemerintah setingkat kelurahan/desa atas rekomendasi dari Kepala KUA Kecamatan."
Alhamdulillah, rekomendasi dari Kepala KUA Cipondoh sudah dicabut setelah solidaritas warga mengirimkan surat. Sampai sekarang, tidak ada pengesahan dari Lurah Cipondoh, sehingga Asep Hidayat Muksin adalah Ketua DKM abal-abal.
"Jauh sebelum KepDirjen Bimas Islam ini keluar, Ketua DKM Al Muhajirin selalu dipilih secara demokratis. Ada panitianya, ada syarat calon ketua, ada perwakilan jamaah untuk memilih yang jumlahnya 55 orang, termasuk perwakilan pemilih dari RT 01 sampai RT 05 masing-masing lima orang," kata Mangarahon Dongoran, Ketua DKM periode 2005-2008 yang dipilih secara demokratis.
Merusak demokrasi
Jadi, kata, Dongoran, kenapa segelintir orang yang ingin menguasai masjid merusak demokrasi yang selama ini sudah berjalan bagus. "Kok, empat orang yang mengaku pembina yayasan seenaknya mengubah. Inilah bentuk-bentuk licik dari mereka yang ingin menguasai Masjid Al Muhajirin," kata Dongoran, mantan Wakil Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banten, periode 2000 sampai 2005.
Dongoran yang kini menjadi anggota Dewan Kehormatan PWI Jaya mengatakan, bentuk penguasaan nonfisik lainnya adalah membiarkan imam shalat fardu atau wajib yang salah bacaan Fatihah. Padahal, jelas, shalat tidak sah jika bacaan Fatihah salah.
Imam yang salah fatal adalah Mahmud Uzer. Karena salah, banyak jamaah yang munfarakah (memisahkan diri dari imam saat shalat berjamaah) dan bahkan munfarid (shalat sendiri di masjid bahkan meninggalkan masjid, kemudian shalat di rumah).
Ada ustaz yang menegur, malah ustaz yang diundang dari luar untuk menyampaikan kajian, tidak dibolehkan lagi mengajar. "Mahmud Uzer ini tidak mengerti syarat-syarat menjadi imam atau karena merasa memiliki uang," ucap Dongoran, wartawan senior yang lama bertugas di lingkungan Istana Presiden.
Selain Uzer ada lagi imam shalat yang tidak pantas dan layak, baik dari etika dan moral maupun bacaannya, yaitu M.Wahyudi yang biasa dipanggil Sakti. Ia adalah marbot masjid. Suaranya bagus, tetapi bacaan Fatihah-nya sering salah.
Sedangkan usaha menguasai masjid secara fisik yaitu tidak lama setelah akte notaris tahun 2020 keluar, mereka melakukan pengukuran terhadap aset berupa fasos (fasilitas sosial) dan fasum (fasilitas umum) yang ada di Kompleks Buana Permai. Luas arel masjid 1.512 m2. "Patut dicurigai, maksudnya apa? Apalagi harga tanah sudah mencapai Rp 10 juta per meter. Sebab, 23 September akte notaris keluar, kemudian pada 10 Oktober 2020 keluar pengukuran yang ditandatangani Ketua RW 09, Ujang Junaedi dan Ketua Panitia Inventaris Fasos dan Fasum, Daryanto. Hanya berjarak 17 hari," kata warga lainnya. (rilis).