DAU Diduga Salah Arah! Jalan Limbur Hancur Total, Ekonomi Lumpuh, Pemkab Tanjabtim Prioritaskan Proyek Rp2,2 Miliar yang Bukan Kebutuhan Mendesak
Tanjung Jabung Timur, Wartapembaruan.co.id — Ironi pembangunan kembali mencuat di Kabupaten Tanjabtim. Saat warga Limbur setiap hari harus berjibaku melewati jalan utama yang rusak berat—hingga aktivitas ekonomi tersendat dan hasil perkebunan tak dapat keluar—pemerintah daerah justru diduga mengarahkan Dana Alokasi Umum (DAU) ke proyek yang bukan menjadi kebutuhan mendesak masyarakat.
Jalan utama Limbur yang menjadi urat nadi transportasi hancur parah. Lumpur menenggelamkan roda kendaraan, akses terputus, dan warga bahkan terisolasi saat musim hujan. Namun, kondisi kritis ini seolah tak masuk radar prioritas Pemkab.
Sebaliknya, DAU justru dialihkan ke proyek lanjutan peningkatan jalan oprit Jembatan Muara Sabak Barat dengan pagu sekitar Rp2,2 miliar. Publik mempertanyakan keras keputusan tersebut karena proyek itu dinilai tidak menyentuh persoalan paling genting, bahkan disebut “tidak sesuai semestinya dengan nama pekerjaan”.
Keputusan tersebut memicu kekecewaan mendalam di masyarakat. Warga Limbur secara terbuka menyoroti kejanggalan arah kebijakan anggaran daerah.
Pertanyaan besar yang kini menggema di lapangan:
Mengapa proyek oprit Sabak Barat yang tidak mendesak justru menjadi prioritas utama?
Siapa yang menentukan arah penggunaan DAU hingga mengabaikan kebutuhan paling krusial warga Limbur?
Apakah ada kepentingan tertentu di balik pemilihan proyek beranggaran miliaran itu?
Mengapa kerusakan jalan parah yang memutus akses ekonomi tidak dipandang sebagai keadaan darurat?
Kemarahan warga semakin memuncak karena hingga berita ini diterbitkan, Pemkab Tanjabtim belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan salah arah penggunaan DAU tersebut. Tidak ada penjelasan mengapa proyek prioritas masyarakat justru ditinggalkan, sementara proyek lain yang dinilai tidak mendesak mendapat perhatian dan anggaran besar.
Masyarakat menuntut transparansi penuh, audit penggunaan DAU, serta peninjauan ulang seluruh prioritas pembangunan. Harapannya sederhana: anggaran pemerintah pusat harus digunakan tepat sasaran, menyelesaikan masalah paling mendesak, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Warga Limbur kini hanya bisa menunggu—apakah suara mereka didengar, atau kembali dikalahkan oleh kebijakan yang tidak berpihak pada kebutuhan nyata di lapangan.
