Pinjam Rp2,2 Miliar, Aset Beralih Rp10 Miliar: Ada Apa di Balik Kasus Asri Auzar?

Ket Foto : Kuasa Hukum Asri Auzar, Supriadi Bone, saat jumpa pers, Jumat pekan lalu, di Pekanbaru. (f: istimewa)
PEKANBARU, Wartapembaruan.co.id — Sebuah pinjaman senilai Rp2,2 miliar pada 2020 berubah menjadi sengketa tanah bernilai hampir lima kali lipat.
Sertifikat tanah beralih nama tanpa akta jual beli, ruko-ruko senilai Rp10 miliar ikut terseret, dan pemilik sah tanah mengaku tidak pernah bertemu pihak yang kini tercatat sebagai pemegang hak.
Kuasa hukum Asri Auzar menyebut rangkaian peristiwa itu bukan sekadar sengketa utang-piutang biasa, melainkan indikasi kuat praktik sindikat yang bermain di balik layar.
Dalam konferensi pers di Pekanbaru, Jumat lalu, Supriadi Bone, S.H., kuasa hukum Asri, membentangkan dokumen, bukti transfer, dan foto-foto ruko yang kini jadi objek sengketa.
“Klien kami dituding menggelapkan uang Rp5,2 miliar dan tanah keluarga. Tuduhan itu tidak berdasar dan penuh kejanggalan,” ujarnya.
Ia menilai penetapan tersangka terhadap Asri terlalu tergesa-gesa dan mengesampingkan fakta-fakta penting yang justru mengarah pada modus pengambilalihan aset.
Awal Hubungan: Pinjaman, Jaminan, dan Kuasa Menjual
Sengketa ini bermula dari sebidang tanah seluas 1.496 meter persegi milik Fajardah, kakak ipar Asri, berdasarkan SHM No. 1385/1993 di Jalan Delima, Pekanbaru.
Pada 2010, enam ruko dibangun di atas tanah itu. Tiga unit untuk pemilik sertifikat, tiga unit lagi untuk Asri.
Sepuluh tahun kemudian, Asri membutuhkan pinjaman. Ia bertemu dua orang: Vincent Limvinci dan Zulkarnain.
Keduanya menawarkan pinjaman Rp2,2 miliar dengan syarat penyerahan sertifikat dan penandatanganan surat kuasa menjual di hadapan notaris.
Kuasa menjual itu, kata Supriadi, bukan untuk melakukan transaksi jual beli, melainkan sekadar jaminan pinjaman.
Namun, yang terjadi justru di luar perkiraan. Pinjaman yang dijanjikan Vincent tak pernah cair.
Sertifikat juga tidak diserahkan kepadanya. Zulkarnain lalu mengambil alih dan memberikan dana Rp2,2 miliar secara bertahap—tunai dan transfer.
“Ini murni hubungan perdata utang-piutang. Tidak pernah ada niat atau transaksi jual beli tanah maupun ruko,” kata Supriadi.
Balik Nama Misterius
Kejanggalan justru muncul setahun kemudian. Pada Juli 2021, Zulkarnain bersama dua perempuan mendatangi Fajardah di Rokan Hilir.
Mereka meminta Fajardah dan suaminya menandatangani sejumlah dokumen yang tidak dijelaskan secara gamblang.
Fajardah mengaku ditekan dan tidak pernah diberi kesempatan mengerti isi dokumen.
Tidak lama setelah pertemuan itu, keluarga kaget: sertifikat tanah itu telah beralih menjadi atas nama Vincent Limvinci.
Padahal, menurut Supriadi, tidak pernah ada akta jual beli, tidak ada pembayaran, tidak ada kesepakatan, dan tidak ada pertemuan antara Vincent dengan pemilik tanah sebenarnya.
“Kuasa menjual tidak bisa dijadikan dasar balik nama. Itu prinsip hukum pertanahan,” tegasnya.
Sertifikat Digunakan untuk Pinjaman Bank
Yang terjadi berikutnya membuat perkara semakin ruwet. Setelah sertifikat berpindah ke nama Vincent, tanah tersebut langsung diagunkan ke Bank Mandiri Kisaran.
Awalnya sebesar Rp4 miliar, kemudian total pinjaman yang muncul mencapai Rp5 miliar di luar bunga dan denda.
Supriadi menilai tindakan itu janggal.
“Bagaimana mungkin bank menerima agunan tanpa akta jual beli yang sah? Dokumen apa yang dipakai? Semua ini harus diusut,” katanya.
Ia menduga ada permainan dokumen dan penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan pihak tertentu, terutama karena aset yang diagunkan nilainya jauh lebih besar dibandingkan pinjaman awal yang diterima kliennya.
Tawaran Damai Ditolak
Pada 22 Mei 2023, Asri mencoba menyelesaikan perkara secara damai.
Dalam pertemuan resmi di Bank Mandiri Cabang Rantau Prapat, ia menawarkan pembayaran tunai Rp3 miliar. Namun Vincent menolak tanpa penjelasan yang memadai.
“Jika tujuan mereka penyelesaian utang, tawaran itu sangat rasional. Tapi penolakan ini menunjukkan ada tujuan lain: menguasai aset,” kata Supriadi.
Fajardah, pemilik sah sertifikat, juga menegaskan tidak pernah menerima uang Rp5,2 miliar dari Vincent seperti yang diberitakan.
Sementara dana Rp2,2 miliar yang diterima Asri berasal sepenuhnya dari Zulkarnain sebagai bagian dari kesepakatan utang-piutang.
Perkara Berlanjut ke Pengadilan
Sengketa tanah ini kini memasuki babak hukum yang lebih serius.
Objek sengketa sedang diperiksa dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan nomor register 249/PDT.G/2025/PN.PBR, melanjutkan gugatan sebelumnya Nomor 277/PDT.G/2024/PN.PBR.
Sidang telah masuk tahap pembuktian mengenai dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses balik nama dan pengagunan sertifikat.
“Kami akan membuka semua fakta di persidangan. Masyarakat berhak tahu bagaimana sebuah aset bisa berpindah tanpa transaksi jual beli,” kata Supriadi.
Ia meminta media tidak mengutip informasi yang tidak diverifikasi dan mengimbau publik agar tidak terjebak opini yang dapat merusak reputasi kliennya, seorang tokoh masyarakat yang menurutnya selama ini tidak memiliki catatan hukum.
“Ini bukan sekadar perkara tanah. Ini tentang dugaan sindikat yang berusaha menguasai aset keluarga dengan cara-cara yang tidak sah. Kami akan lawan sampai tuntas," ujarnya menutup konferensi pers. *