Capaian Kinerja Kejaksaan RI Sepanjang 2025: Antara Prestasi, Tantangan, dan Evaluasi Publik
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Kejaksaan Republik Indonesia merilis laporan capaian kinerja sepanjang tahun 2025 yang mencakup pelaksanaan tugas di berbagai bidang strategis, mulai dari pembinaan internal, intelijen, tindak pidana umum dan khusus, perdata dan tata usaha negara, pidana militer, pengawasan, hingga pendidikan dan pemulihan aset,(31 Desember 2025).
Laporan tersebut menunjukkan peningkatan signifikan dari sisi serapan anggaran, penerimaan negara, penanganan perkara, serta pemulihan keuangan negara. Namun demikian, sejumlah indikator juga menuntut evaluasi berkelanjutan, khususnya terkait integritas aparat, efektivitas penegakan hukum, dan dampak langsung terhadap rasa keadilan masyarakat.
Bidang Pembinaan: Serapan Anggaran Tinggi dan Opini WTP
Sepanjang 2025, Kejaksaan RI mencatat realisasi anggaran sebesar Rp26,25 triliun atau 98,39 persen dari pagu anggaran. Kejaksaan juga kembali memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangannya.
Selain itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp19,84 triliun atau 733,91 persen dari target. Capaian ini sebagian besar bersumber dari kegiatan penegakan hukum dan pemulihan aset. Meski demikian, pengamat keuangan negara menilai tingginya PNBP perlu dibarengi dengan transparansi mekanisme perhitungan dan akuntabilitas pemanfaatannya.
Bidang Intelijen: Pencegahan dan Pengamanan
Di bidang intelijen, Kejaksaan mengklaim aktif melakukan langkah preventif melalui penyuluhan hukum, pengamanan proyek strategis, hingga penangkapan 138 buronan. Kegiatan pengamanan sumber daya alam, dana desa, dan pemberantasan mafia tanah juga menjadi fokus utama.
Namun, sejumlah kalangan masyarakat sipil mengingatkan agar fungsi intelijen tetap berada dalam koridor hukum dan tidak menimbulkan kekhawatiran akan potensi tumpang tindih kewenangan dengan aparat penegak hukum lainnya.
Tindak Pidana Umum: Restorative Justice dan Beban Perkara
Sepanjang 2025, Kejaksaan menyelesaikan 2.080 perkara melalui pendekatan keadilan restoratif dan membentuk lebih dari 5.000 Rumah Restorative Justice. Pendekatan ini dinilai positif dalam mengurangi beban perkara ringan.
Di sisi lain, tingginya jumlah SPDP yang mencapai lebih dari 175 ribu perkara menunjukkan beban kerja yang masih sangat besar. Tantangan utama ke depan adalah memastikan kualitas penuntutan tetap terjaga di tengah volume perkara yang tinggi.
Tindak Pidana Khusus: Korupsi dan Pemulihan Keuangan Negara
Bidang Tindak Pidana Khusus menangani ribuan perkara, termasuk kasus-kasus besar dengan nilai kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah. Kejaksaan mencatat penyelamatan dan pemulihan keuangan negara serta PNBP di bidang ini mencapai lebih dari Rp19 triliun.
Meski demikian, publik masih menaruh perhatian pada konsistensi penanganan perkara besar, transparansi proses hukum, serta kepastian hukum terhadap para pihak yang terlibat.
Perdata dan Tata Usaha Negara: Pendampingan Pemerintah
Melalui Bidang Datun, Kejaksaan mengklaim berhasil menyelamatkan dan memulihkan keuangan negara ratusan triliun rupiah melalui jalur perdata. Pendampingan terhadap program strategis nasional juga terus dilakukan.
Pengamat menilai peran ini penting, namun perlu dijaga agar fungsi pendampingan tidak menimbulkan konflik kepentingan atau melemahkan prinsip akuntabilitas pemerintah.
Pengawasan Internal: Masih Jadi Pekerjaan Rumah
Di bidang pengawasan, Kejaksaan menjatuhkan sanksi disiplin kepada 157 pegawai, termasuk 101 jaksa. Tingkat kepatuhan LHKPN tercatat 96,45 persen.
Angka ini menunjukkan adanya upaya penegakan disiplin, namun sekaligus menjadi pengingat bahwa persoalan integritas aparatur masih memerlukan pengawasan yang konsisten dan transparan.
Pendidikan, Pelatihan, dan Pemulihan Aset
Ribuan aparatur Kejaksaan mengikuti berbagai program pendidikan dan pelatihan sepanjang 2025. Sementara itu, Badan Pemulihan Aset yang relatif baru berhasil memulihkan aset hasil tindak pidana senilai Rp19,65 triliun.
Ke depan, efektivitas lembaga ini akan sangat ditentukan oleh kemampuan menelusuri aset lintas yurisdiksi serta koordinasi antarpenegak hukum.
Catatan Akhir
Pimpinan Kejaksaan RI menyatakan capaian kinerja 2025 sebagai bahan introspeksi dan evaluasi. Bagi publik, capaian tersebut patut diapresiasi, namun juga perlu dikawal secara kritis agar reformasi penegakan hukum tidak berhenti pada angka dan laporan administratif semata, melainkan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
(Alred)

