Keterangan MKMK Soal Suhartoyo Dinilai Perlu Diluruskan
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi menilai, keterangan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna, soal keabsahan Ketua MK Suhartoyo perlu diluruskan.
"Pernyataan Ketua MKMK perlu diluruskan agar tidak menyesatkan publik dan terlebih hal tersebut adalah murni sikap pembangkangan terhadap amar putusan PTUN No. 604/G/2023/PTUN.JKT," kata Rullyandi, Jumat 12 Desember 2025.
Ia menilai, sebagai pihak yang kalah dalam sengketa hukum, pihak Suhartoyo dan MKMK membayar biaya perkara dan menghormati puturaan pengadilan.
"Sebagau pihak yang kalah wajib tunduk dan menghormati putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan menerima secara lapang dada dan sikap ksatria dan negarawan," tutur dia.
Bahkan, kata dia, keterangan Palguna merupakan pembelaan yang tidak relevan dalam putusan ini. Ia menyebut, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah menguji penerbitan putusan MKMK soal Anwar Usman.
"Penerbitan putusan MKMK dinyatakan terbukti telah menyimpang atau melanggar dari segi prosedur peraturan perundang-undangan dan mengabulkan permohonan penggugat Prof Anwar Usman untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai hakim konstitusi," kata dia.
"Selain itu, putusan pengadilan TUN dengan tegas menyatakan dalam pertimbangan hukum posisi Ketua MKMK Prof Jimly Asshidiqie dengan rangkap jabatan sebagai anggota DPD aktif dinilai sebagai pelanggaran etik," ucap Rullyandi.
Dengan adanya putusan tersebut, menurutnya, proses pengangkatan Ketua MK yang baru wajib berpedmoan kembali dengan proses rapat pleno Ketua MK.
"Dan Ketua MK baru yang terpilih nantinya wajib sebelum memangku jabatan mengucap sumpah sebagai Ketua MK, dihadapan Mahkamah sebagaimana diperintahkan oleh pasal 21 ayat 3 UU MK, yang mana hal ini tidak dilakukan sumpah jabatan sebagai Ketua MK," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Ahli Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi, membuat gempar publik dengan melayangkan surat terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, dalam surat tersebut, Rullyandi menyoroti keabsahan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK, yang dinilainya cacat hukum dan melanggar konstitusi. Surat tersebut diterima langsung oleh Sekretariat Jenderal MK pada Senin, 3 November 2025, sekitar pukul 11.15 WIB.
“Surat ini sebagai bentuk kritik bahwa kondisi di MK saat ini, bahwa pengangkatan Ketua MK, tidak melalui proses Undang-undang Dasar 45 Pasal 24 huruf C Ayat 4 yang mengatakan Ketua MK dipilih dari dan oleh para hakim-hakim MK. Dan amanah Undang-undang MK Pasal 4 Ayat 3 mengatakan perlu adanya rapat pleno pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi," kata dia.
Ia menegaskan, seharusnya pengangkatan Suhartoyo dilakukan ulang setelah gugatan mantan Ketua MK Anwar Usman dikabulkan PTUN Jakarta melalui putusan nomor 604/G/2023/PTUN.JKT. Sehingga, dengan demikian menurutnya PTUN menyatakan pengangkatan Suhartoyo tidak sah dan harus dicabut.
"Inilah SK yang cacat hukum, melanggar Konstitusi dan Undang-Undang MK. Dan oleh karena itu, semua, sembilan hakim MK saat ini, seluruhnya, termasuk Wakil Ketua MK, tidak layak disebut sebagai negarawan," kata dia.
Rullyandi tak segan menyebut seluruh sembilan hakim MK saat ini tidak layak disebut negarawan, karena melanggar konstitusi dan sumpah jabatan. Ia pun meminta mereka mengundurkan diri secara terhormat.

