BREAKING NEWS
 

Tolak PP Pengupahan Baru, 19 Desember Puluhan Ribu Buruh Akan Aksi di Istana


Jakarta, Wartapembaruan.co.id
- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Koalisi Serikat Pekerja–Partai Buruh (KSP–PB) memperoleh informasi bahwa hari ini pemerintah akan mengumumkan penetapan upah minimum 2025. Terkait hal itu, KSPI menyatakan penolakan tegas terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang akan dijadikan dasar penetapan Upah Minimum 2025. 

Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan bahwa buruh menolak PP Pengupahan jika benar aturan tersebut sudah ditandatangani dan akan dipaksakan menjadi rujukan utama.

“KSPI menolak PP Pengupahan kalau benar peraturan pemerintah tersebut sudah ditandatangani. Ini aturan yang akan mengikat jutaan buruh dan bisa berlaku hingga puluhan tahun, tapi tidak pernah dibahas secara mendalam bersama serikat pekerja,” kata Said Iqbal.

Said Iqbal menjelaskan, terdapat alasan mendasar mengapa PP ini harus ditolak.

*Pertama*, PP Pengupahan disusun tanpa pembahasan yang layak dengan serikat pekerja. Diskusi substansial di Dewan Pengupahan, menurut KSPI, hanya terjadi sekali, yakni pada 3 November 2025. Padahal PP Pengupahan bukan aturan jangka pendek.

“Pembahasan di Dewan Pengupahan cuma sekali. Padahal PP bisa berlaku lama, bahkan bisa sampai 10 tahun. Ini bukan sekadar angka, ini soal hidup buruh dan keluarganya,” tegas Said Iqbal.

*Kedua*, PP Pengupahan dinilai membahayakan prinsip kebutuhan hidup layak. Di dalam PP tersebut terdapat pengaturan definisi dan mekanisme yang berpotensi membuat daerah tertentu—yang dianggap sudah melewati batas atas—tidak mengalami kenaikan upah, sementara harga kebutuhan pokok tetap naik.

*Ketiga*, Said Iqbal menekankan bahwa Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 telah menegaskan prinsip dasar: kenaikan upah minimum harus berbasis inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang adil, bukan indeks yang justru mengunci kenaikan agar tetap rendah.

KSPI menyoroti adanya indeks tertentu 0,3 hingga 0,8. Bila pemerintah memakai indeks terendah (0,3), maka kenaikan upah minimum akan jatuh pada angka yang sangat kecil, hanya  4,3%.

Said Iqbal menilai angka ini mencerminkan politik pengupahan murah. “Kalau indeks 0,3 dipakai, kenaikan bisa hanya sekitar 4,3%. Itu terlalu kecil. Ini mengembalikan upah murah,” tegasnya.

Ia pun mempertanyakan apakah Presiden menyadari konsekuensi sosial dari kebijakan tersebut.

 “Apakah Presiden sudah tahu jika kebijakan ini menyebabkan upah murah? Buruh diminta produktif, tapi upah ditahan serendah mungkin,” ujar Said Iqbal.

KSPI menyampaikan empat opsi tuntutan kenaikan upah minimum 2025 yang pernah disampaikan Said Iqbal di ruang publik, yakni:

1. Kenaikan 6,5% (minimal sama seperti tahun lalu)

2. Kenaikan 6%–7% sebagai rentang moderat yang tetap menjaga daya beli buruh

3. Kenaikan 6,5%–6,8% sebagai opsi kompromi yang realistis dan terukur

4. Kenaikan dengan indeks tertentu 0,7–0,9, bukan 0,3–0,8

“Empat opsi ini jelas: intinya buruh menolak kenaikan yang jatuh di kisaran 4 persen. Minimal harus setara bahkan lebih baik dari tahun sebelumnya, dan indeks tertentu harus dinaikkan ke 0,7 sampai 0,9,” kata Said Iqbal.

Said Iqbal mengaju mendapat informasi, bahwa puluhan ribu buruh dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten akan melakukan aksi di Istana pada Jumat, 19 Desember 2025. Aksi serupa akan digelar serentak di berbagai provinsi di Jawa dan Sumatera.

"Aksi ini untuk menyuarakan penolakan terhadap RPP Pengupahan dan penetapan umum minimum yang tidak sesuai harapan buruh," pungkas Said Iqbal. (Azwar)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image