BREAKING NEWS

Segera Sahkan RUU PPRT: Negara Jangan Abaikan Pekerja Rumah Tangga


Jakarta, Wartapembaruan.co.id
- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Desakan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar bersama koalisi serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jum'at (21/11/2025).

KSPI menilai bahwa RUU PPRT merupakan bentuk pengakuan negara terhadap jutaan pekerja rumah tangga (PRT) sebagai pekerja yang memiliki hak-hak normatif dan harus dilindungi dari kekerasan, diskriminasi, serta praktik kerja eksploitatif yang masih marak terjadi hingga hari ini.

Vice President KSPI, Kahar S. Cahyono, menegaskan bahwa Presiden Prabowo telah memberikan komitmen pada 1 Mei 2025 (May Day), bahwa RUU PPRT akan diselesaikan dalam waktu tiga bulan. Namun hingga kini, hampir enam bulan berlalu, RUU tersebut masih belum dibahas dan disahkan oleh DPR.

"Janji pada rakyat adalah hutang demokrasi yang harus dibayar. Tidak ada alasan bagi DPR dan Pemerintah untuk terus menunda perlindungan bagi pekerja rumah tangga,” tegas Kahar.

Ia juga mengkritik DPR yang terkesan pilih kasih dalam prioritas legislasi.

“RUU BUMN bisa disahkan kurang dari satu bulan. Mengapa RUU yang melindungi pekerja perempuan justru digantung tanpa kepastian?” lanjutnya.

KSPI mengingatkan bahwa pekerja rumah tangga adalah bagian dari ekonomi perawatan (care economy) yang memberikan kontribusi besar terhadap produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional, meski sering kali tidak dihitung sebagai bagian dari PDB.

Berdasarkan kajian UN Women, nilai ekonomi perawatan dapat mencapai hingga 20–27% dari PDB, di mana sebagian besar pekerjaan perawatan dilakukan oleh perempuan, termasuk PRT.

"Ekonomi Indonesia berdiri di atas kerja perawatan yang tidak terlihat dan tidak dihargai. Tanpa pekerja rumah tangga, jutaan pekerja formal tidak akan bisa bekerja dan produktif,” ujar Kahar.

"Bahkan para penjabat negara, termasuk anggota DPR dan para menteri bisa bekerja dengan tenang karena ada PRT di rumahnya. Tetapi justru kontribusinya tidak dihargai," tambahnya.

Tanpa payung hukum, PRT tetap berada pada posisi paling rentan dalam hubungan kerja. Data Komnas Perempuan dan JALA PRT menunjukkan bahwa sebagian besar PRT tidak memiliki kontrak kerja dan rentan mengalami kekerasan fisik, psikis, ekonomi, maupun seksual.

“Menunda pengesahan RUU PPRT adalah bentuk kekerasan struktural. Setiap hari penundaan berarti memperpanjang ketidakadilan terhadap jutaan perempuan pekerja,” kata Kahar.

KSPI menegaskan bahwa perjuangan perburuhan tidak hanya untuk buruh formal di sektor industri, tetapi juga untuk pekerja informal seperti PRT yang berada di garis terdepan perawatan sosial

“Solidaritas buruh harus sampai ke dapur dan ruang-ruang perawatan. Tidak boleh ada buruh yang tertinggal,” pungkas Kahar S. Cahyono. (Azwar)

KSPI Menyerukan:

1. Presiden dan DPR RI harus segera mengesahkan RUU PPRT

2. Pemerintah memastikan perlindungan bagi PRT melalui kontrak kerja, upah layak, jaminan sosial, dan mekanisme pengaduan

3. Pengakuan penuh PRT sebagai pekerja yang memiliki hak-hak ketenagakerjaan. (Azwar)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image