Samsat Keliling Permudah Pajak Kendaraan di Kota Jambi, Namun Celah “Biaya Tambahan” Jadi Sorotan
Jambi, Wartapembaruan.co.id — Program Samsat Keliling yang digagas Samsat Jambi bersama Ditlantas Polda Jambi kembali hadir di sejumlah titik strategis Kota Jambi. Salah satunya beroperasi di depan GOR Kota Jambi, Kecamatan Kota Baru. Layanan ini digadang-gadang sebagai solusi praktis bagi masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor roda dua (R2) dan roda empat (R4).
Antusiasme warga cukup tinggi. Selain lokasi yang mudah dijangkau, pelayanan ini disebut lebih cepat dibandingkan Samsat induk. Namun di balik kemudahan tersebut, muncul fakta menarik yang menuai sorotan publik.
Petugas Samsat Keliling yang dikonfirmasi awak media pada Senin, 22 Desember 2025, menjelaskan bahwa wajib pajak tidak lagi diwajibkan membawa KTP asli sesuai nama di STNK, asalkan melampirkan surat kuasa dari pemilik kendaraan disertai KTP asli.
Namun, persoalan muncul ketika wajib pajak tidak membawa surat kuasa. Dalam kondisi tersebut, pembayaran pajak tetap dapat dilakukan dengan pengenaan biaya tambahan, yakni:
Rp 50.000 untuk kendaraan roda dua (R2)
Rp 100.000 untuk kendaraan roda empat (R4)
Kebijakan ini disebut sebagai bentuk “akomodasi” bagi masyarakat yang kendaraannya masih atas nama orang lain.
“Ini untuk mempermudah masyarakat yang berdomisili berbeda dengan nama pemilik kendaraan, sekaligus mendorong kepatuhan pajak,” ujar petugas di lokasi.
Namun di lapangan, kebijakan ini justru memunculkan kritik dari warga. Sejumlah wajib pajak menilai aturan KTP asli pemilik kendaraan seharusnya dihapuskan sepenuhnya tanpa membuka ruang biaya tambahan yang berpotensi multitafsir.
“Kalau tujuannya mempermudah, kenapa masih ada biaya tambahan? Kami tetap setor pajak ke negara, tapi malah dibebani lagi,” ujar salah satu warga.
Warga juga menyinggung kebijakan Bea Balik Nama Kendaraan (BBN). Meski BBN 1 persen telah dihapus, kenyataannya biaya lain masih membebani, bahkan bisa mencapai jutaan rupiah. Kondisi ini membuat banyak pemilik kendaraan bekas memilih “jalan pintas” dengan tetap menggunakan nama pemilik lama.
“Bukan kami tidak mau balik nama, tapi biayanya berat. Akhirnya mau tidak mau bayar pajak tanpa KTP asli dan kena biaya tambahan,” keluh warga lainnya.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan publik: apakah biaya tambahan tersebut memiliki dasar regulasi yang jelas, atau justru membuka ruang praktik abu-abu di balik layanan yang mengatasnamakan kemudahan?
Program Samsat Keliling memang membantu masyarakat, namun transparansi aturan dan pungutan menjadi hal yang tak bisa ditawar. Tanpa kejelasan, kemudahan bisa berubah menjadi celah persoalan baru dalam tata kelola pelayanan publik.

