Laporan pengaduan dugaan penggelapan kepada Bareskrim
Polri yang merugikan ahli waris dari almarhum Kapiten Sembiring Meliala itu
dilakukan oleh advokat Raden Nuh SH dan Rahmat Sorialam Siregar SH selaku kuasa
hukum ahli waris Kapiten S Meliala.
“Di samping melaporkan dugaan pidana penggelapan, kami
juga melaporkan dugaan pidana pemalsuan dan penggunaan akta palsuserta pidana
pencucian uang kepada Bareskrim Polri yang dilakukan para terlapor.
Alhamdulillah, laporan pengaduan kami melalui Dumas Presisi direspon sangat baik,”
ujar Raden Nuh SH melalui siaran persnya kepada media, Jumat (16/7) di Jakarta.
Bermula dari informasi yang diterima ahli waris almarhum
Kapiten Sembiring Meliala (KSM) pada akhir tahun 2018 lalu, yang menyebutkan
Rehulina Sembiring Meliala, salah satu ahli waris KSM pada 5 Februari 2013
secara diam-diam tanpa sepengetahuan dan persetujuan ahli waris lain telah
mengganti nama kepemilikan pada sertifikat hak milik atas sebidang tanah No. 16
dari semula atas nama Kapiten Sembiring Meliala menjadi atas nama Rehulina
Sembiring Meliala dan nama ketiga anaknya masing-masing bernama Siska Monita
Tarigan, Ricky Aritha Tarigan dan Hera Barbara Tarigan.
Rahmat Sorialam Harahap SH, salah satu kuasa hukum ahli
waris menambahkan, “Penggantian nama pemilik atas sebidang tanah berikut dengan
bangunan permanen yang berdiri di atas tanah tersebutyang dikenal dengan Toko
Emas Milalamenjadi atas nama Rehulina dan ketiga anaknya tujuannya untuk
menguasai dan memiliki sepenuhnya Toko Emas dan seluruh simpanan modal usaha
berbentuk emas batangan dan emas perhiasan kadar 24 karat sebanyak sekitar 47
kilogram, simpanan berlian dan permata berharga. Seluruhnya bernilai sekitar
Rp. 50 milyar”.
Advokat yang juga calon Walikota Binjai pada Pilkada 2020 lalu itu memaparkan, sejak wafatnya Kapiten Sembiring Meliala tahun 2012 hingga sekarang, para ahli waris tidak pernah duduk bersama melakukan musyawarah untuk membuat kesepakatan mengenai harta peninggalan almarhum. Almarhum pun tidak meninggalkan wasiat atau akta wasiat.
“Jika ada surat atau akta wasiat, maka berdasarkan hukum
wasiat itu harus dibuka, diberitahukan segera kepada seluruh ahli warisnya.
Faktanya, tidak ada informasi dari notaris atau pihak terkaig mengenai akta
wasiat yang dibuat Kapiten Sembiring Meliala semasa hidup,” ungkap Raden menjelaskan
duduk permasalahannya.
Ditambahkannya, terlaporRehulina Br. Sembiring Meliala
diketahui menggunakan akta wasiat No. 1 yang dibuat di hadapan Jantoni Tarigan
SH, Notaris di Kabanjahe, Tanah Karo sebagai dasar penggantian nama atas
sertifikat hak milik No. 16. “Dapat dipastikan akta wasiat No, 1 itu adalah
palsu. Pemalsuan akta autentik oleh oknum notaris Jantoni Tarigan diperkuat
melalui putusan Majelis Pengawas Notaris Sumatera Utara No. 04/MPWN.Provinsi
Sumatera Utara/V/2019 tanggal 10 Mei 2019 yang mengadili Terlapor Notaris
Jantoni Tarigan SH. Dalam putusan tersebut, Jantoni Tarigan dinyatakan bersalah
karena melanggar kode etik dan hukum dalam penerbitan Akta Wasiat No. 1 tanggal
1 November 2004”.
Tidak terima menanggung kesalahan sendiri, Jantoni
Tarigan kemudian buka suara.
Berdasarkan fakta dan bukti yang ada, kuasa hukum ahli waris yang dirugikan, melaporkan perbuatan ketiga pelaku tersebut kepada Bareskrim Polri atas dugaan penggelapan, pemalsuan akta autentik dan pencucian uang.
“Dugaan TPPU (tindak pidana pencucian uang) oleh para
pelaku/terlapor turut kami sertakan dalam laporan pengaduan ke Bareskrim Polri
karena keberhasilan para pelaku menyembunyikan perbuatan pidananya selama
bertahun-tahun melalui usaha atau bisnis milik terlapor. Makmur Sentosa
Sembiring Meliala selain seorang notaris juga pemilik PT. Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) Milala, sedangkan Rehulina menyembunyikan hasil kejahatan dengan usaha
Toko Emasnya di Kabanjahe, Sumatera Utara” pungkas Rahmat.
Dengan bukti-bukti yang dimiliki, ahli waris Kapiten
Sembiring Meliala yang dirugikan akibat penggelapan para terlapor yakin perkara
pidana ini dapat secepatnya dituntaskan penyidik Bareskrim Polri. Jika
dinyatakan bersalah, ketiga terlapor terancam hukuman maksimal 20 tahun
penjara.