BREAKING NEWS

PANSEL CALON DEWAS DAN DIREKSI BPJS: CEGAH CONFLICT OF INTEREST


Oleh: Chazali H. Situmorang (Ketua DJSN 2010-2015)

Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Pagi tadi saya baca tulisan Timboell Siregar dalam “Catatan Pagi” dengan Judul “ Memperpanjang Masa Pendaftaran Calon Direksi dan Dewas Kedua BPJS”.

Isinya menarik dan menggugah Saya untuk melihat aspek lain dari keberadaan Pansel Direksi dan Dewas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, yang ditetapkan dalam Kepres Nomor 104/P Tahun 2025, dan Kepres Nomor 105/P Tahun 2025.

Pansel bergerak cepat, dan hanya memberikan waktu pendaftaran  3 hari yakni 14 sampai dengan 16 Oktober 2025.  Sepertinya gercep (gerak cepat) dilakukan untuk kejar tayang supaya batas waktu berakhirnya periode Dewan dan Direksi kedua BPJS tidak dilampui. 

Memang, jika dilampui ada implikasi hukum terhadap Legalitas Kepengurusan kedua lembaga BPJS itu. Regulasi sebenarnya sudah mengatur jika terlewatkan batas periodenisasi Kepengurusan Lembaga BPJS, dapat diperpanjang dengan Keputusan Presiden. Mungkin Pansel menghindari hal tersebut, sehingga disingkat-singkatlah batas waktu kesempatan yang diberikan. 

Ada persoalan Meaningful Participation yang tidak diakomodir oleh Pansel, dan jika dipaksakan juga untuk hasilnya tidak akan memuaskan banyak pihak. Ingat bahwa BPJS itu Badan Hukum Publik. Pemiliknya adalah rakyat yang membayar iuran, apakah dibayarkan atau dibayar secara mandiri.

Tetapi yang ingin Saya soroti terkait Pansel ini adalah Komposisi Pansel yang sarat dengan Konflik kepentingan. Sebab beberapa anggota Pansel bahkan Ketuanya adalah anggota DJSN. Pertanyaan prinsipnya apakah dibenarkan anggota DJSN dapat menjadi Panitia Seleksi Dewas dan Direksi kedua BPJS?

Jika ingin jawaban jujurnya TIDAK BOLEH karena jelas menabrak Tata Kelola Kelembagan Yang Baik, dan ada Pasal 39 UU BPJS yang berbenturan.

Setidaknya ada  beberapa persoalan  serius yang harus dipertimbangkan:

1. Pasal 39 UU BPJS pada ayat (1) Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal. Pada ayat (3) Pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Lembaga Pengawas Independen. Dalam penjelasannya lembaga independen dimaksud adalah OJK dan Badan Pengawas Keuangan sesuai ketentuan perundang-undangan. Bentuk pengawasan eksternal itu adalah melaksanakan , monitoring dan evaluasi. 

2. Akan terjadi konflik kepentigan, jika ada anggota DJSN yang menjadi Panitia Seleksi (Pansel) Calon Dewas dan Direksi kedua BPJS, karena tugas DJSN itu sebagai Pengawas. Artinya terjadi situasi dimana Pengawas juga berperan sebagai pelaksana kegiatan yaitu sebagai Panitia Seleksi. 

3. Sesuai dengan UU SJSN dan UU BPJS, amanat kepada DJSN sebagai Lembaga Negara yang diatur dengan UU, yang mempunyai tugas Mengawasi seluruh proses pelaksanaan seleksi yang diselenggarakan Pansel. DJSN, berkewajiban mengawal agar proses seleksi berjalan sesuai ketentuan dan peraturan yang ditetapkan Presiden. 

4. Bagaimana proses Pengawasan itu dapat berjalan dengan fair dan professional, jika diantara anggota DJSN juga berperan ganda sebagai pelaku yang melaksanakan seleksi.

Saya mendapatkan informasi dari orang dalam, bahwa dalam rapat Pleno DJSN ada anggota DJSN yang diusulkan kepada Presiden sebagai Panitia Seleksi bukan dalam kapasitas sebagai anggota DJSN,  tetapi sebagai Pejabat Pemerintah (Kementerian) yang diusulkan mewakili unsur Pemerintah oleh Menterinya.

Logo: Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

Seharusnya Pleno DJSN menolak usulan calon Pansel yang diusukan oleh Menteri tersebut, dan meminta digantikan dengan calon lain yang bukan anggota DJSN.

Apakah Sidang Pleno melakukan hal tersebut, saya tidak tahu persis. Karena kebijakan itu wewenang DJSN, dan pengajuan calon perwakilan unsur Pemerintah diusulkan Menteri kepada Ketua DJSN.

Demikian juga halnya, pengusulan calon Panitia Seleksi itu sepenuhnya wewenang DJSN sesuai amanat UU SJSN. Adapun pengajuan formal oleh Menko PM  kepada Presiden itu sebagai proses administasi saja. Menko PM tidak bisa merubah usulan Pleno DJSN apalagi pejabat dibawahnya karena itu wewenang mutlak DJSN. Jika pihak Pemerintah dalam hal ini Menko berkeinginan untuk merubah usulan, harus dibahas kembali dalam Pleno DJSN. Begitu seharusnya sesuai dengan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik.

Bagaimana Solusinya?

Karena Perpres sudah diterbitkan, dan proses seleksi sedang berjalan, memang menjadi sulit dan memakan waktu jika dilakukan perombakan dan penggantian Panitia Seleksi. Persoalan seperti ini memang  berulang terjadi setiap DJSN melakukan penetapan Pansel Dewas dan Direksi BPJS setiap 5 tahun.

Pada awal pertama pembentukan Pansel 10 tahun yang lalu, juga saya alami sebagai Ketua DJSN. Ada anggota DJSN yang berminat menjadi anggota Pansel, tetapi dapat diatasi dengan memberikan pilihan jika jadi Pansel mundur atau di non aktifkan sebagai anggota DJSN. Jadi, hak-hak normatifnya tidak diberikan. Ternyata nggak ada yang mau mundur atau di non aktifkan. Selesai persoalan.

Saya pikir, solusi yang dulu pernah diterapkan, dapat dilakukan oleh Ketua DJSN Prof. Nunung yang saya kenal baik, untuk membawa persoalan ini dalam Rapat Pleno DJSN, untuk  memutuskan bahwa anggota DJSN yang duduk sebagai Pansel, mundur atau non aktif, dan implikasinya hak-hak normative sebagai anggota DJSN tidak akan diberikan. 

Dengan keputusan tersebut, mudah-mudahan dapat meredam protes dan keberatan masyarakat pecinta jaminan social, apalagi mereka yang berminat ingin ikut seleksi, akan dipastikan proses seleksi berjalan fair dan professional.  Wassalam.


Cibubur, 11 Oktober 2025

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image