Advokat Bobson Samsir Sebut OTT KPK terhadap Gubernur Riau Cacat Hukum!

Foto : Bobson Samsir Simbolon (Advokat & Penyuluh Antikorupsi Muda.)
JAKARTA, Wartapembaruan.co.id — Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid pada 3 November 2025 terus menjadi sorotan publik.
Di tengah ramainya pemberitaan, muncul kritik tajam dari kalangan hukum yang menilai langkah KPK tidak sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Salah satunya datang dari Bobson Samsir Simbolon, SH, seorang advokat dan Penyuluh Antikorupsi Muda bersertifikat LSP KPK RI.
Menurutnya, KPK keliru menerapkan konsep “tertangkap tangan” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (19) dan Pasal 102 ayat (2) KUHAP.
“KPK tidak menjelaskan dengan jelas di mana, kapan, dan dalam peristiwa apa penangkapan dilakukan. Padahal, kejelasan tempat dan waktu adalah unsur penting dalam menentukan sah tidaknya tangkap tangan,” ujar Bobson, di Jakarta, Ahad, 9 November 2025.
KPK sebelumnya mengumumkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemerasan oleh penyelenggara negara, termasuk Abdul Wahid.
Dalam konferensi pers pada 5 November 2025, Wakil Ketua KPK Yohanis Tanak menyebut lembaganya mengamankan uang tunai Rp800 juta sebagai barang bukti.
Namun, Bobson menilai, KPK tidak pernah memaparkan lokasi penangkapan masing-masing tersangka, termasuk posisi Abdul Wahid pada saat operasi berlangsung.
“Faktanya, Abdul Wahid tidak berada di tempat yang sama ketika uang Rp800 juta itu ditemukan. Bahkan uang tersebut tidak berasal dari diri Abdul Wahid,” katanya.
KPK juga mengumumkan adanya sejumlah mata uang asing yang ditemukan di rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan.
Menurut Bobson, hal itu tidak dapat serta-merta dijadikan bukti keterlibatan dalam tindak pidana.
“Uang asing itu ditemukan di lokasi terpisah dan jumlahnya masih wajar dimiliki oleh seorang gubernur atau mantan anggota DPR RI,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bobson menyoroti keterangan KPK yang menyebut dugaan penerimaan uang oleh Abdul Wahid terjadi pada Juni dan Agustus 2025.
Hal itu, katanya, menunjukkan bahwa peristiwa tersebut bukanlah tangkap tangan sebagaimana dimaksud dalam KUHAP.
“Kalau peristiwa dugaan penerimaan uang sudah terjadi beberapa bulan lalu, maka penangkapan tidak bisa dilakukan dengan dalih OTT. Seharusnya lewat mekanisme penyidikan biasa,” tegasnya.
Dengan merujuk pada aturan hukum yang berlaku, Bobson menyimpulkan bahwa operasi tangkap tangan KPK terhadap Abdul Wahid tidak sah secara hukum.
“Seluruh tindakan penangkapan pada 3 November 2025 melanggar ketentuan Pasal 1 angka (19) dan Pasal 102 ayat (2) KUHAP,” kata Bobson.
Hingga berita ini diturunkan, KPK belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan tersebut. ***